REKONSILIASI FISKAL (19)

Koreksi Fiskal atas Pemberian Natura dan Kenikmatan

Awwaliatul Mukarromah | Kamis, 11 Juni 2020 | 14:27 WIB
Koreksi Fiskal atas Pemberian Natura dan Kenikmatan

PENGGANTIAN atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan pada dasarnya tidak boleh menjadi biaya pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Kendati demikian, terdapat pengecualian untuk pemberian natura dan kenikmatan tertentu yang boleh menjadi biaya secara fiskal. Pengecualian itu terkait penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri keuangan (PMK). Simak artikel ‘Tiga Bentuk Natura dan Kenikmatan yang Dapat Menjadi Pengurang Pajak’.

Ketentuan tidak diperkenankannya natura dan kenikmatan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto ini juga selaras dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan bukan merupakan objek PPh. Dengan demikian, konsep non-taxable income dari sisi penerima penghasilan dan non-deductible expense dari sisi pemberi penghasilan terpenuhi.

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Namun, seusai Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, natura dan kenikmatan dapat menjadi objek PPh bagi penerimanya apabila yang memberi natura dan kenikmatan tersebut bukan merupakan wajib pajak, wajib pajak yang dikenai PPh yang bersifat final, dan wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deem profit).

Meksipun hampir sama, istilah natura dan kenikmatan sendiri memiliki pengertian yang sedikit berbeda. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam uang.

Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dicontohkan seperti beras, gula, dan sebagainya. Sementara itu, penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan dicontohkan dengan penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan.

Baca Juga:
Begini Perincian Batasan Natura dan Kenikmatan yang Bebas PPh

Dari penjelasan tersebut, dapat simpulkan bahwa natura dan kenikmatan sama-sama diberikan dalam bentuk selain uang. Natura diberikan dalam bentuk barang atau fisik, sedangkan kenikmatan lebih kepada pemberian fasilitas. Simak ‘Apa itu Imbalan Natura dan Kenikmatan?

Adapun aturan lebih lanjut terkait natura dan kenikmatan ini tercantum dalam PMK No. 167/PMK.03/2018 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja (PMK 167/2018).

Beleid tersebut menegaskan bahwa natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expenses), yaitu berupa:

Baca Juga:
PMK 79: Kontribusi Anggota ke KSO adalah Biaya 3M bagi KSO
  1. penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai;
  2. penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam rangka menunjang kebijakan pembangunan pemerintah; dan
  3. kewajiban perusahaan menyediakan sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut harus mengharuskannya.

Makanan dan Minuman
MENURUT Pasal 3 PMK 167/2018, ketentuan pemberian makanan dan minuman oleh perusahaan bagi seluruh pegawai – yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan – meliputi (i) makanan dan/atau minuman yang disediakan di tempat kerja, atau (ii) kupon makanan dan/atau minuman bagi pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan fasilitas makanan/minuman di lokasi kerja, misalnya pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.

Sebagai catatan, nilai kupon makanan dan/atau minuman dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja selama nilainya wajar atau tidak melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan/atau minuman per pegawai di tempat kerja.

Ketentuan Daerah Tertentu
SEMENTARA itu, untuk penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu harus dalam rangka menunjang kebijakan pembangunan pemerintah di daerah tersebut.

Baca Juga:
Omzet Sudah Tembus Rp4,8 Miliar, Kapan Harus Mulai Pembukuan?

Sesuai Pasal 4 PMK 167/2018, natura dan kenikmatan tersebut dapat menjadi biaya sepanjang sarana dan fasilitas yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.

Adapun sarana dan fasilitas yang dimaksud meliputi tempat tinggal (termasuk perumahan), pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, dan/atau olahraga (tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang). Selain itu, PMK 167/2018 juga menjabarkan kriteria daerah tertentu yang menjadi prasyarat kebijakan.

Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.

Baca Juga:
Dorong Pembayaran Piutang Pajak, KPP Adakan Kelas untuk WP Badan

Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan batasan jangka waktu penetapan daerah tertentu bagi wajib pajak, yaitu 5 tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk 5 tahun berikutnya sepanjang lokasi usaha wajib pajak masih memenuhi kriteria daerah tertentu.

Keamanan dan Keselamatan Kerja
UNTUK pemberian natura dan kenikmatan, yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan, berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh instansi pemerintah yang membidangi urusan ketenagakerjaan.

Adapun sarana dan fasilitas keselamatan kerja yang wajib disediakaan oleh setiap perusahaan meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, sarana antarjemput pegawai, penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya, dan/atau kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

Baca Juga:
Setelah Diimplementasikan, DJP Akan Tetap Sediakan Edukasi Coretax

Ketentuan Pembebanan Biaya Terkait Natura dan Kenikmatan
PASAL 6 PMK 167/2018 juga mengatur mengenai pembebanan biaya berdasarkan masa manfaat pemberian natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan dengan keselamatan kerja.

Untuk biaya natura dan kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dibebankan melalui penyusutan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh. Adapun untuk biaya natura dan kenikmatan yang memiliki masa manfaat kurang dari satu tahun dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran.

Khusus untuk penyediaan kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, pembebanan biayanya memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

Baca Juga:
Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Pertama, atas perolehan dan perbaikan besar kendaraan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dibebankan melalui penyusutan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 UU PPh sebesar 50% dari jumlah penyusutan. Kedua, atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan dibebankan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin pada tahun terjadinya pengeluaran.

Contoh Kasus
TERKAIT dengan rekonsiliasi fiskal, biaya-biaya dalam bentuk natura dan kenikmatan yang tidak diperkenankan harus dikoreksi fiskal. Berikut contoh penghitungan koreksi fiskal atas biaya natura dan kenikmatan.

Dalam laporan pembukuan tahun pajak 2019 PT Agung Permadani, diketahui terdapat pengeluaran berupa natura dan kenikmatan dalam pos biaya-biaya lain. Berikut informasi mengenai biaya-biaya lain beserta rekonsiliasi fiskalnya (dalam rupiah):

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak


Berdasarkan data di atas, atas pengeluaran natura dan kenikmatan senilai Rp250.000.000 harus dikoreksi positif senilai Rp95.000.000, sehingga jumlah biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto adalah senilai Rp155.000.000.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

El tambunan 23 Juni 2023 | 16:45 WIB

Terima kasih atas artikelnya yang sangat membantu. Saya ingin menanyakan mengenai Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, natura dan kenikmatan dapat menjadi objek PPh bagi penerimanya apabila yang memberi natura dan kenikmatan tersebut bukan merupakan wajib pajak, wajib pajak yang dikenai PPh yang bersifat final, dan wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deem profit), apakah seluruh fasilitas yang diterima pegawai seperti makanan lembur atau makan rapat merupakan objek penghasilan bagi pegawai penerima? atau masih dapat diperlakukan seperti aturan lama yaitu tidak dapat dibebankan di laporan keuangan fiskal? Mohon bantuannya. Terima kasih.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Kamis, 19 Desember 2024 | 08:40 WIB UTANG PEMERINTAH

Posisi Utang Pemerintah Capai Rp8.680 Triliun hingga November 2024

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?