PAJAK penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan orang pribadi subjek pajak dalam negeri (SPDN). Setiap tahun, wajib pajak orang pribadi selaku penerima penghasilan harus melaporkan penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan mekanisme withholding tax. Dengan mekanisme ini, pemerintah memberikan mandat kepada pihak ketiga atau pihak pemberi penghasilan untuk melakukan pemotongan dan pemungutan PPh setiap bulannya.
Lantas, siapakah pihak ketiga yang dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut? Apakah terdapat kewajiban khusus yang harus dipenuhi oleh pihak pemotong? Artikel kelas pajak ini akan menjelaskan dan menguraikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
KETENTUAN mengenai pihak pemberi penghasilan sekaligus pemotong pajak turut dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023).
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 4 PMK 168/2023, pemotong pajak adalah wajib pajak orang pribadi, instansi pemerintah, atau wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi.
Berdasarkan pada Pasal 2 PMK 168/2023, terdapat beberapa pihak yang dapat menjadi pemotong PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Namun, tidak semua pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak. Beberapa pemberi kerja yang tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21, di antaranya sebagai berikut:
MENURUT Pasal 20 PMK 168/2023 juncto Pasal 22 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER 16/2016), terdapat beberapa kewajiban yang melekat pada pemotong pajak.
Pertama, mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak (KPP). Kedua, menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender. Ketiga, membuat catatan atau kertas kerja untuk penerima penghasilan dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut. Keempat, membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada pihak penerima penghasilan yang dipotong pajak.
UNTUK kepentingan pemotongan pajak, pihak pemotong pajak juga perlu memahami dan mengetahui saat terutangnya PPh Pasal 21. Dalam hal ini, saat terutangnya pajak ditentukan berdasarkan pada saat terjadinya peristiwa tertentu. Merujuk pada Pasal 19 PMK 168/2023, saat terutang PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan yaitu:
Adapun pemotongan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan oleh pemotong pajak dilakukan untuk setiap masa pajak. Pemotongan untuk setiap masa pajak tersebut dilakukan paling lambat akhir bulan sesuai dengan saat terutangnya.
Sementara itu, khusus untuk pemotongan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan (PMK 66/2023).
Pada artikel kelas pajak seri selanjutnya akan diulas mengenai subjek pajak dan penerima PPh Pasal 21. (Jauzaa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.