Ilustrasi.
WELLINGTON, DDTCNews – Kementerian Kesehatan menilai pemberlakuan pajak gula atau sugar tax mampu menyelamatkan jiwa, mengurangi anggaran kesehatan dan menguntungkan masyarakat berpenghasilan rendah.
Penasihat Kementerian Kesehatan Selandia Baru John Potter mengatakan pemberlakuan sugar tax mampu mengurangi tingkat konsumsi masyarakat karena konsumen perlu mempertimbangkan pengeluaran yang lebih tinggi atas barang tersebut.
“Pengurangan konsumsi melalui pajak mungkin akan berpengaruh paling besar pada masyarakat berpenghasilan rendah. Di Selandia Baru, Maori, dan Pasifik akan sangat menguntungkan,” katanya, Kamis (13/9/2018).
Asumsi Potter tersebut berlandaskan pada studi Berkeley yang mencatat pengenaan sugar tax mendorong masyarakat berpenghasilan rendah mengkonsumsi lebih sedikit minuman berpemanis. Mereka akan cenderung memperbanyak konsumsi air mineral.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Profesor Kesehatan Masyarakat Universitas Massey ini, pengenaansugar tax harus didasarkan pada kandungan gula. Dengan demikian, besaran pajak tidak dikenakan pada nilai barang.
Tarif sugar tax sebesar 20% diprediksi bisa berhasil, meskipun studi Berkeley hanya mengenakan 1% atas kandungan 30 gram gula. Namun, asumsi Potter berlawanan dengan ekonom yang menilai pemajakan ini belum tentu berhasil sepenuhnya.
Kepala Ekonom Selandia Baru Think Tank Eric Crampton menegaskan studi yang lebih dalam telah dilakukan dan mencatat dampak pemberlakuan sugar tax terlalu kecil untuk mengusung perbaikan kesehatan masyarakat.
Meski begitu, Kantor Perdana Menteri Selandia Baru mengatakan pemerintah belum mempertimbangkan pemberlakuan sugar tax pada saat ini. Pemerintah belum melihat adanya urgensi untuk memberlakukan jenis pajak ini. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.