KILAS BALIK 2023

Maret 2023: PPh 23 Royalti Turun, Pengawasan Kewilayahan Normal Lagi

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 28 Desember 2023 | 15:45 WIB
Maret 2023: PPh 23 Royalti Turun, Pengawasan Kewilayahan Normal Lagi

Kilas Balik Maret 2023.

JAKARTA, DDTCNews – Turunnya tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti khusus bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri menjadi salah satu peristiwa perpajakan yang terjadi pada Maret 2023. Penurunan tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-1/PJ/2023.

Merujuk pada PER-1/PJ/2023, tarif PPh Pasal 23 bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menggunakan NPPN adalah sebesar 15% dari 40% nilai royalti. Dengan demikian, tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti menjadi sebesar 6%.

"Jumlah bruto ... bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerapkan penghitungan PPh menggunakan NPPN yaitu sebesar 40% dari jumlah penghasilan royalti," bunyi Pasal 2 ayat (3) PER-1/PJ/2023.

Baca Juga:
Bantu Deteksi Anomali, AI Perlu Dimanfaatkan dalam Keuangan Negara

Agar pemotong pajak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti sebesar 6%, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan bukti penerimaan surat (BPS) pemberitahuan penggunaan NPPN kepada pemotong.

Adapun penghasilan royalti yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri harus dilaporkan dalam SPT Tahunan pada bagian penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan bebas. Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong tersebut nantinya dapat menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan.

Selain turunnya tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti, ada pula peristiwa terkait dengan pemberian insentif pajak di Ibu Kota Nusantara (IKN), pengawasan berbasis kewilayahan kembali normal, KIHT berganti menjadi aglomerasi cukai, dan kolaborasi penegakan hukum.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Berikut sederet peristiwa berkaitan dengan isu perpajakan yang terjadi pada Maret 2023.

Pengawasan Berbasis Kewilayahan Kembali Normal

Kementerian Keuangan menyatakan pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan telah kembali normal sejalan dengan kasus Covid-19 yang landai. Dengan demikian, petugas pajak sudah dapat melakukan kunjungan ke lapangan.

Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan memang sempat terhambat karena pandemi Covid-19. Pada periode tersebut, DJP lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi elektronik untuk melaksanakan kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan.

Adapun DJP mulai melaksanakan pengawasan berbasis kewilayahan sejak awal 2020. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperluas basis pajak serta mengoptimalkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan dan penggalian potensi wajib pajak.

Baca Juga:
Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Fasilitas Pajak Penghasilan di IKN

Melalui PP 12/2023, pemerintah mengatur pemberian sejumlah insentif pajak penghasilan (PPh). Insentif pajak dalam beleid tersebut ditujukan untuk investor yang menanamkan modalnya di IKN. Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) PP 12/2023, ada 9 fasilitas PPh yang ditawarkan.

Berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) PP 12/2023, ada 9 fasilitas PPh yang diberikan kepada investor di IKN. Pertama, pengurangan PPh badan bagi wajib pajak badan dalam negeri. Kedua, PPh atas kegiatan sektor keuangan di financial center.

Ketiga, pengurangan PPh badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Keempat, pengurangan penghasilan bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) berbasis kompetensi tertentu.

Baca Juga:
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Kelima, pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu. Keenam, pengurangan penghasilan bruto atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba.

Ketujuh, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan bersifat final. Kedelapan, PPh final 0% atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kesembilan, pengurangan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pemerintah Ubah Penamaan KIHT Jadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau

Pemerintah kini mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau melalui PMK 22/2023. Beleid itu dalam rangka mendukung produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Baca Juga:
Lengkap, 17 Poin Keterangan Tertulis DJP Hari Ini Soal PPN 12%

Aglomerasi pabrik merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi pabrik dilakukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.

Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM. Beleid ini mengatur bahwa aglomerasi pabrik diselenggarakan di tempat kawasan industri; kawasan industri tertentu; sentra IKM; atau tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah.

Kolaborasi Penegakan Hukum Bukper dan AR

DJP mencatat kegiatan kolaborasi penegakan hukum pada tahun lalu menghasilkan tambahan penerimaan senilai Rp3,33 triliun. Merujuk Laporan Kinerja DJP 2022, kolaborasi penegakan hukum adalah kegiatan sinergi yang melibatkan pemeriksa bukti permulaan (bukper) dan account representative (AR) guna mengoptimalkan penerimaan pajak.

Baca Juga:
Jasa Pendidikan Indonesia Bebas PPN, Bagaimana Negara Lain di Asean?

Kolaborasi penegakan hukum dilakukan berdasarkan data potensi yang berasal dari pemeriksaan bukper dan penyidikan ataupun data potensi selain dari pemeriksaan bukper dan penyidikan.

Terdapat 2 bentuk kegiatan kolaborasi penegakan hukum. Pertama, kolaborasi dapat berupa kegiatan permintaan keterangan dalam pemeriksaan bukper atau penyidikan bersama AR. Lewat kegiatan ini, wajib pajak didorong untuk melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran.

Kedua, kolaborasi penegakan hukum dalam menindaklanjuti data potensi. Penyidik mendampingi AR melakukan pengawasan berdasarkan data potensi. Harapannya, wajib pajak melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 10:30 WIB KP2KP SINJAI

Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak