Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menutup 2024, pemerintah mengumumkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengumumkan akan memperpanjang masa penggunaan PPh final UMKM pada 2025.
Kedua topik tersebut banyak menyita perhatian publik pada Desember 2024. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan tarif PPN telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pada momentum yang sama, pemerintah juga mengumumkan paket kebijakan stimulus untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pada 2025. Airlangga mengatakan paket kebijakan stimulus ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.
Adapun pemerintah menyiapkan paket kebijakan stimulus ekonomi untuk menjaga kesejahteraan masyarakat. Secara umum, paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan ini terbagi dalam 3 kelompok, yakni untuk masyarakat berpenghasilan rendah, untuk UMKM/wirausaha/industri, dan untuk kelas menengah.
Selain topik kenaikan tarif PPN dan perpanjangan masa berlaku tarif PPh final UMKM, berikut sederet peristiwa perpajakan yang terjadi pada Desember 2024.
Ditjen Pajak (DJP) merilis keterangan tertulis bernomor KT-03/2024 terkait dengan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%. Melalui keterangan tertulis tersebut, DJP menyampaikan 17 poin terkait dengan kenaikan tarif PPN. Keterangan tertulis itu dirilis merespons banyaknya pertanyaan terkait dengan implementasi penyesuaian tarif PPN 1% dari 11% menjadi 12%.
Adapun salah satu poin yang disampaikan DJP adalah kenaikan tarif PPN akan dilakukan secara bertahap. Tahapan tersebut, yaitu dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Selain itu, DJP menyampaikan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah Kita, tepung terigu, dan gula industri.
Pemerintah mengumumkan akan memperpanjang periode pemanfaatan pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,5% bagi pelaku UMKM. Perpanjangan diberikan selama 1 tahun. Namun, perpanjangan periode PPh final ini hanya berlaku bagi pelaku UMKM orang pribadi yang sudah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun terakhir.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP 55/2022), orang pribadi UMKM mendapatkan jatah pemanfaatan PPh final 0,5% selama 7 tahun. Apabila orang pribadi telah terdaftar sejak 2018 atau sebelum berlakunya PP 23/2018, PPh final 0,5% hanya bisa dimanfaatkan hingga 2024 ini.
Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang tergolong mewah akan dikenakan PPN sebesar 12% pada tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan setengah dari fasilitas pembebasan PPN yang diberikan selama ini ternyata dinikmati oleh masyarakat mampu. Oleh karena itu, PPN atas barang dan jasa yang tergolong mewah perlu dikenakan sejalan dengan asas keadilan.
Contoh kelompok barang mewah yang sebelumnya turut dibebaskan PPN antara lain bahan makanan premium, jasa pendidikan premium, dan jasa kesehatan medis premium. Sri Mulyani menyebut bahan makanan premium tersebut antara lain daging sapi premium seperti wagyu dan kobe yang harganya mencapai 2,5 juta hingga 3 juta per kilogram.
Ditjen Pajak (DJP) menyatakan DJP Online masih tetap digunakan dalam pengadministrasian hak dan kewajiban pajak meski coretax administration system mulai digunakan pada tahun depan. Dalam modul Panduan Singkat Implementasi Coretax bagi Wajib Pajak, DJP menyatakan DJP Online akan digantikan oleh coretax secara bertahap, bukan secara langsung.
DJP Online akan tetap beroperasi hingga seluruh pemangku kepentingan, termasuk wajib pajak, sudah siap sepenuhnya beralih ke coretax. Sepanjang periode transisi tersebut, DJP akan terus memberikan panduan dan pelatihan intensif bagi petugas pajak dan wajib pajak.
Pemerintah resmi menerbitkan 2 peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan tarif cukai hasil tembakau atau rokok.
Pertama, PMK 96/2024 tentang Perubahan Kedua atas PMK 193/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya. Kedua, PMK 97/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.
Melalui kedua PMK tersebut, pemerintah resmi memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau. Namun, pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) hampir seluruh produk hasil tembakau yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 104/2024 yang mengubah ketentuan terkait dengan pedoman penyelenggaraan pembukuan di bidang kepabeanan dan cukai.
PMK 104/2024 diterbitkan untuk menggantikan beleid sebelumnya, yaitu PMK 197/2024. Hal ini dilakukan antara lain untuk mengakomodasi kebutuhan pengumpulan data dan informasi keuangan terhadap pihak yang melakukan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai.
DJP menerapkan tahap pra implementasi coretax administration system sejak 16 Desember hingga 31 Desember 2024. Pada tahap praimplementasi tersebut wajib pajak yang telah memiliki akun DJP Online bisa login ke coretax.
DJP berharap masa pra implementasi ini mampu mendukung wajib pajak untuk mempersiapkan diri sebelum implementasi coretax DJP secara penuh pada Januari 2025. Adapun voretax DJP dapat diakses oleh wajib pajak melalui tautan pajak.go.id/coretaxdjp. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.