Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah berencana menurunkan kembali ambang batas (threshold) pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman. Rencana tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (12/12/2019).
Berdasarkan informasi yang dipublikasikan Bisnis Indonesia hari ini, ada tiga skema yang tengah dimatangkan otoritas menyusul maraknya praktik penghindaran bea masuk dan kewajiban fiskal yang lainnya.
Pertama, menurunkan threshold dari US$75 menjadi di bawah US$50. Seperti diketahui, batas US$75 itu sejatinya juga sudah diturunkan pada tahun lalu dari posisi sebelumnya US$100 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/PMK.04/2018.
Kedua, memisahkan PPN dengan bea masuk. Ketiga, tetap memugut PPN terhadap semua jenis barang yang dikategorisasikan sebagai barang kiriman.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea Cukai (DJBC) Deni Surjantoro membenarkan adanya upaya untuk mengkaji kembali kebijakan pengenaan bea masuk barang kiriman. Namun, dia tidak menjelaskan dengan detail kajian yang tengah dilakukan.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti maalah risiko molornya pengajuan omnibus law cipta lapangan kerja dan perpajakan. Hingga kemarin, draf RUU belum masuk ke DPR. Siang ini, para menteri terkait dijadwalkan akan menggelar rapat koordinasi terkait omnibus law di Kantor Kemenko Perekonomian.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung rencana penurunan threshold pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman akan melindungi e-commerce lokal dari gempuran asing. Hal tersebut diproyeksi akan membuat iklim bisnis di Tanah Air lebih kompetitif.
Dia juga mengaku pernah beberapa kali diminta berbicara dengan pemerintah terkait penentuan besaran ambang batas. Dirinya juga pernah mengusulkan agar threshold pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman senilai US$25.
Pelaku usaha, sambungnya, tidak mempersoalkan bila para pelaku usaha mengimpor barang melalui jalur yang biasa alias gelondongan. Namun, peningkatan impor barang kiriman perlu direspons dari sisi kebijakan pemerintah.
Hingga kemarin, Rabu (11/12/2019), DPR belum menerima surat ataupun draf RUU yang direncanakan menggunakan skema omnibus law cipta lapangan kerja dan omnibus law perpajakan. Padahal, pekan ini merupakan pekan terakhir sebelum anggota DPR memasuki masa reses.
“Belum. Masih menunggu program legislasi nasional (Prolegnas) disahkan,” kata Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Atgas.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan keinginan untuk memasukkan kedua omnibus law dalam Prolegnas 2020 telah disepakati dalam beberapa pertemuan dengan Badan Legislasi DPR. Naskah akademis dan draf final akan segera disampaikan ke DPR.
“Untuk pembahasannya akan dilakukan pada masa sidang berikutnya di Januari 2020,” ujar Susiwijono.
Dirjen Pajak Suryo Utomo akhirnya membuka realisasi penerimaan hingga akhir November 2019. Dia memaparkan realisasi penerimaan yang sudah dikumpulkan DJP hingga akhir November 2019 senilai Rp1.136 triliun atau 72% dari target yang dipatok dalam APBN 2019 yang sebesar Rp1.577, 5 triliun.
“Untuk data real time DJP yang kami punya di November 2019 itu Rp1.136 triliun atau kira-kira 72% dari target. Data ini masih kita hitung dan belum stabil,” paparnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.