Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui PMK 82/2024, pemerintah kini mengatur penilaian profil risiko dalam pemberian fasilitas pembebasan cukai.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pembebasan cukai merupakan fasilitas yang diberikan oleh negara kepada pengusaha yang tingkat kepatuhannya dapat dinilai. Menurutnya, fasilitas cukai ini hanya diberikan kepada pengusaha dengan tingkat kepatuhan baik untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan.
"Penilaian profil risiko berdasarkan tingkat kepatuhan pengusaha sangat penting dalam memberikan pelayanan pembebasan cukai agar tercipta asas kepastian hukum dan keadilan," katanya, dikutip pada Senin (18/11/2024).
Pasal 49 PMK 82/2024 menyatakan terdapat 4 kelompok pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir yang akan dilakukan penyesuaian penilaian profil risiko. Pertama, tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mendapatkan keputusan menteri keuangan mengenai pemberian pembebasan cukai.
Kedua, tidak memenuhi ketentuan pencampuran atau tata cara pencampuran barang kena cukai (BKC) berupa etil alkohol. Ketiga, tidak memenuhi ketentuan perusakan atau tata cara perusakan pada BKC etil alkohol untuk dirusak yang tidak baik untuk diminum.
Keempat, tidak melaksanakan ketentuan pencatatan dan/atau pelaporan.
Penyesuaian penilaian profil risiko pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, dan importir didasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh kepala kantor atau kepala kanwil. Pelaksanaan terhadap penyesuaian profil risiko ini dilakukan secara elektronik melalui sistem aplikasi di bidang cukai.
Pemerintah telah menerbitkan PMK 82/2024 yang mempertegas tata cara pembebasan cukai. PMK 82/2024 terbit sebagai pengganti PMK 109/2010 s.t.d.t.d PMK 172/2019.
Secara umum, pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai (BKC) untuk 8 keperluan. Pertama, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai (BHA bukan BKC). Kedua, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan BHA bukan BKC melalui proses produksi terpadu.
Ketiga, untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Keempat, untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. Kelima, untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi internasional di Indonesia.
Keenam, yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan. Ketujuh, yang dipergunakan untuk tujuan sosial berupa keperluan di bidang pelayanan kesehatan, bantuan bencana, dan/atau peribadatan umum. Kedelapan, yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat (TPB). (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.