KAMUS BEA CUKAI

Siapa Itu Penanggung Utang Kepabeanan dan Cukai?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 17 Januari 2025 | 18:30 WIB
Siapa Itu Penanggung Utang Kepabeanan dan Cukai?

PELAKSANAAN penagihan utang kepabeanan dan cukai tidak hanya menyasar pihak yang terutang. Lebih luas dari itu, pelaksanaan penagihan utang kepabeanan dan cukai juga dilaksanakan terhadap penanggung utang kepabeanan dan cukai (selanjutnya disebut penanggung utang).

Istilah penanggung utang serupa dengan penanggung pajak. Penanggung utang menjadi terminologi baru yang diatur dalam PMK 115/2024 tentang Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai. Lantas, apa itu penanggung utang dalam konteks penagihan kepabeanan dan cukai?

Merujuk Pasal 1 angka 9 PMK 115/2024, penanggung utang adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran utang, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pihak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga:
Tembus 100.000, Dokumen Pemesanan Pita di DJBC Tumbuh 42% selama 2024

Pihak yang terutang berarti orang pribadi atau badan yang namanya tercantum dalam dokumen dasar penagihan yang menyebabkan timbulnya utang. Apabila pihak yang terutang tidak memenuhi kewajibannya maka bisa berujung pada pelaksanaan serangkaian tindakan penagihan.

Nah, tindakan penagihan tersebut tidak hanya ditujukan kepada pihak yang terutang, tetapi juga pihak yang termasuk penanggung utang. PMK 115/2024 pun telah memerinci pihak-pihak yang menjadi penanggung utang baik atas pihak yang terutang orang pribadi maupun badan.

Penanggung Utang atas Pihak Yang Terutang Orang Pribadi

Berdasarkan Pasal 8 PMK 115/2024, penanggung utang atas orang pribadi terdiri atas 6 pihak. PMK 115/2024 juga telah mengatur besaran tanggung jawab atas utang kepabeanan dan cukai untuk setiap penanggung utang.

Baca Juga:
Perkuat Layanan Kepabeanan, DJBC Jelaskan Peran CEISA 4.0

Pertama, orang pribadi bersangkutan yang bertanggung jawab atas seluruh utang dan biaya penagihan. Kedua, istri atau suami dari pihak yang terutang orang pribadi. Istri atau suami turut menjadi penanggung utang apabila tidak ada perjanjian pisah harta yang dibuktikan dengan akta notaris.

Ketiga, seorang ahli waris, pelaksana wasiat, atau pihak yang mengurus harta peninggalan dari pihak yang terutang yang telah meninggal dunia dan harta warisan belum terbagi. Pihak-pihak tersebut bertanggung jawab atas utang dan biaya penagihan sebesar:

  1. jumlah harta warisan yang belum terbagi, dalam hal utang dan biaya penagihan sama atau lebih besar daripada harta warisan yang belum terbagi; atau
  2. seluruh utang dan biaya penagihan, dalam hal utang dan biaya penagihan lebih kecil daripada harta warisan yang belum terbagi.

Keempat, para ahli waris dari pihak yang terutang yang telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Para ahli waris tersebut bertanggung jawab atas utang dan biaya penagihan sebesar:

Baca Juga:
Peraturan Terbaru soal Audit Kepabeanan dan Cukai, Unduh di Sini
  1. porsi harta warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris, dalam hal utang dan biaya penagihan sama atau lebih besar daripada harta warisan yang telah dibagi; atau
  2. seluruh utang dan biaya penagihan, dalam hal utang dan biaya penagihan lebih kecil daripada harta warisan yang telah terbagi

Kelima, wali bagi anak yang belum dewasa. Wali tersebut bertanggung jawab atas utang dan biaya penagihan sebesar:

  1. jumlah harta anak yang dalam perwaliannya. Hal ini terjadi apabila utang dan biaya penagihan sama atau lebih besar daripada jumlah harta anak yang belum dewasa yang berada dalam perwaliannya;
  2. seluruh utang dan biaya penagihan, apabila utang dan biaya penagihan lebih kecil daripada jumlah harta anak yang belum dewasa yang berada dalam perwaliannya; atau
  3. seluruh utang dan biaya penagihan, apabila pejabat penagihan dapat membuktikan bahwa wali yang bersangkutan mendapat manfaat dari pelaksanaan kepengurusan harta anak yang belum dewasa yang berada dalam perwaliannya

Keenam, pengampu bagi orang yang berada dalam pengampuan. Pengampu bertanggungjawab atas utang dan biaya penagihan sebesar:

  1. jumlah harta orang yang dalam pengampuannya. Hal ini terjadi apabila utang dan biaya penagihan sama atau lebih besar daripada jumlah harta orang yang berada dalam pengampuannya;
  2. seluruh utang dan biaya penagihan, apabila utang dan biaya penagihan lebih kecil daripada jumlah harta orang yang berada dalam pengampuannya
  3. seluruh utang dan biaya penagihan, apabila pejabat dapat membuktikan bahwa pengampu yang bersangkutan mendapat manfaat dari pelaksanaan kepengurusan harta orang yang berada dalam pengampuannya.

Penanggung Utang atas Pihak Yang Terutang Badan

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PMK 115/2024, penanggung utang terdiri atas (i) pihak yang terutang badan bersangkutan dan (ii) pengurus dari pihak yang terutang badan. Pihak yang terutang badan bersangkutan bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan.

Baca Juga:
Lelang Palsu Hingga Money Laundry, Kenali Jenis Penipuan Mencatut DJBC

Kemudian, pengurus dari pihak yang terutang badan bisa bertanggung jawab atas utang dan biaya penagihan secara keseluruhan atau proporsional. Pasal 9 ayat (2) PMK 115/2024 pun telah merinci pengurus yang menjadi penanggung utang atas badan beserta besaran tanggung jawabnya, yaitu:

  1. direksi, pengurus koperasi, pimpinan Badan, ketua yayasan, kepala perwakilan untuk bentuk usaha tetap, kepala cabang untuk bentuk usaha tetap, penanggung jawab atau sekutu komplementer/sekutu aktif yang bertanggung jawab atau mewakili badan, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara tanggung renteng atas seluruh utang dan biaya penagihan untuk persekutuan komanditer;
  2. dewan komisaris atau pengawas untuk perseroan terbatas, yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara tanggung renteng atas seluruh utang dan biaya penagihan;
  3. wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban kepabeanan dan Cukai dan/atau orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan dan/atau mengambil keputusan bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara tanggung renteng atas seluruh utang dan biaya penagihan; dan/atau
  4. pemegang saham/. Pemegang saham bertanggung jawab atas utang dan biaya penagihan secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan saham terhadap utang pihak yang terutang badan

Pemegang saham yang menjadi penanggung utang dibedakan antara pemegang saham untuk perseroan terbatas (PT) terbuka dan perseroan terbatas (PT) tertutup.

Bagi PT terbuka, ada 3 jenis pemegang saham yang menjadi penanggung utang. Pertama, pemegang saham mayoritas dan/atau pemegang saham pengendali yang atas sahamnya tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di bursa efek.

Baca Juga:
Apa Itu Nota Pembatalan?

Kedua, pemegang saham lainnya selain pemegang saham mayoritas dan/atau pemegang saham pengendali yang atas sahamnya tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di bursa efek. Ketiga, pemegang saham mayoritas tidak langsung dan/atau pemegang saham pengendali tidak langsung.

Untuk PT tertutup, pemegang saham yang menjadi penanggung utang meliputi 2 pihak. Pertama, seluruh pemegang saham dari PT. Kedua, pemegang saham mayoritas tidak langsung dan/atau pemegang saham pengendali tidak langsung

Ketentuan Terdahulu

Ketentuan penagihan utang kepabeanan dan cukai sebelumnya diatur dalam PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017. Apabila disandingkan, PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017 tidak menggunakan istilah penanggung utang melainkan penanggung bea masuk dan/atau cukai.

Namun, PMK 111/2013 s.t.d.d PMK 169/2017 akan dicabut dan digantikan dengan PMK 115/2024. PMK 115/2024 diundangkan pada 31 Desember 2024 dan berlaku 30 hari setelahnya. Artinya, PMK 115/2024 baru berlaku efektif pada 30 Januari 2025. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Januari 2025 | 17:15 WIB LAYANAN CUKAI

Tembus 100.000, Dokumen Pemesanan Pita di DJBC Tumbuh 42% selama 2024

Kamis, 16 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Perkuat Layanan Kepabeanan, DJBC Jelaskan Peran CEISA 4.0

Rabu, 15 Januari 2025 | 20:00 WIB PMK 114/2024

Peraturan Terbaru soal Audit Kepabeanan dan Cukai, Unduh di Sini

Rabu, 15 Januari 2025 | 19:00 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Lelang Palsu Hingga Money Laundry, Kenali Jenis Penipuan Mencatut DJBC

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Jumat, 17 Januari 2025 | 20:00 WIB KOTA TANGERANG

Manfaatkan! Tangerang Beri Diskon PBB dan BPHTB Hingga 25 Persen

Jumat, 17 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 118/2024

PMK 118/2024 Terbit, Atur Pengajuan Keberatan via Coretax

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Siapa Itu Penanggung Utang Kepabeanan dan Cukai?

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:00 WIB PMK 136/2024

Aturan Pajak Minimum Global Berlaku, Pemerintah Siapkan 3 SPT Baru

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:31 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

RI Menang Gugatan Soal CPO di WTO, Menko Airlangga Ungkap Ini

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:30 WIB CORETAX DJP

Nama Penanda Tangan Keliru, PKP Perlu Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:15 WIB LAYANAN CUKAI

Tembus 100.000, Dokumen Pemesanan Pita di DJBC Tumbuh 42% selama 2024

Jumat, 17 Januari 2025 | 16:30 WIB KONSULTASI PAJAK

PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?