PERKENALKAN, saya Lisa. Saya bekerja sebagai staf pajak di perusahaan teknologi yang memanfaatkan jasa manajemen dari perusahaan lain. Atas pemanfaatan jasa tersebut, penyedia jasa mengirimkan tagihan sebesar harga jasanya ditambah pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari harga jasa.
Atas tagihan tersebut, kami membayar jasa dengan pemotongan PPh Pasal 23. Namun, sejak digunakannya DPP nilai lain 11/12 untuk pemungutan PPN per 1 Januari 2025, kami ragu dalam penentuan DPP untuk pemotongan PPh Pasal 23. Apakah sebesar harga jasanya atau mengikuti ketentuan PPN yakni menggunakan DPP nilai lain? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Lisa, Jakarta
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Lisa. Pada hakikatnya, ketentuan PPN memang memiliki korelasi dengan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23. Sebab, secara umum transaksi penyerahan jasa yang dilakukan antarwajib pajak badan merupakan objek pemungutan PPN oleh pihak 'pemberi jasa' sekaligus objek pemotongan PPh Pasal 23 oleh pihak 'penerima jasa'.
Sebagai contoh, apabila PT XYZ memberikan jasa manajemen kepada PT EFG maka PT XYZ wajib memungut PPN atas jasa yang diberikannya kepada PT EFG. Di sisi lain, PT EFG harus memotong PPh Pasal 23 atas penghasilan yang dibayarkannya kepada PT XYZ.
Lantas, apa yang menjadi DPP dari pengenaan kedua jenis pajak tersebut? Berkenaan dengan DPP PPh Pasal 23, kita dapat mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU PPh s.t.d.t.d UU Ciptaker).
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh s.t.d.t.d UU Ciptaker, DPP PPh Pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan jasa adalah jumlah bruto.
“(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini…dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
…
c. sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
…
2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.”
Berkaitan dengan jumlah bruto yang dimaksud, kita dapat merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK/03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf C angka 2 UU PPh (PMK 141/2015) sebagai referensinya.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) huruf b PMK 141/2015, jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya. Adapun penghitungan jumlah bruto tersebut tidak termasuk:
Selanjutnya, berkenaan dengan DPP PPN, kita dapat merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d UU Ciptaker (UU PPN s.t.d.t.d UU Ciptaker). Berdasarkan Pasal 8A ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU Ciptaker, DPP yang digunakan atas penyerahan jasa adalah nilai penggantian. Simak ‘Apa Itu Penggantian dalam Dasar Pengenaan Pajak PPN?’
Berdasarkan uraian di atas, baik DPP PPh Pasal 23 maupun DPP PPN pada esensinya merujuk pada nilai yang sama, yakni nilai bruto jasa yang ditagihkan.
Namun demikian, perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean (PMK 131/2024).
Pasca berlakunya PMK 131/2024 tersebut, perhitungan PPN terutang untuk penyerahan JKP secara umum tidak lagi menggunakan DPP berupa nilai penggantian, melainkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai penggantian. Simak ‘PMK Terbaru soal PPN 12% Akhirnya Terbit, Begini Perinciannya’.
Lantas, bagaimana dengan penentuan DPP PPh Pasal 23 setelah berlakunya ketentuan bahwa PPN menggunakan DPP nilai lain? Apakah dalam pemotongan PPh Pasal 23 juga mengikuti besaran DPP nilai lain seperti PPN?
Perlu ditegaskan bahwa penggunaan DPP nilai lain hanya digunakan untuk kepentingan perhitungan PPN sehingga tidak berlaku untuk perhitungan PPh Pasal 23. Artinya, untuk perhitungan PPN terutang, DPP yang digunakan merujuk pada DPP nilai lain sedangkan untuk perhitungan PPh Pasal 23 terutang, DPP yang digunakan tetap merujuk pada jumlah bruto atas imbalan jasa. Simak ‘DJP Tegaskan DPP 11/12 dari Harga Jual Untuk Hitung PPN, Bukan PPh’.
Guna memberi gambaran, berikut adalah tabel ilustrasi perbandingan perhitungan PPN dan PPh Pasal 23 terutang sebelum dan setelah PMK 131/2024 berlaku. Ilustrasi berikut dihitung dengan asumsi terdapat penagihan jasa manajemen senilai Rp1.000.000.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan formula DPP PPN antara sebelum dan setelah PMK 131/2024 berlaku. Meskipun begitu, DPP PPh Pasal 23 sebelum dan setelah PMK 131/2024 tetap sama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun saat ini perhitungan PPN terutang menggunakan DPP nilai lain 11/12, perhitungan PPh Pasal 23 terutang tetap mengacu pada jumlah bruto atas imbalan jasa.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.