RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB
Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) atas penentuan besaran DPP PPN atas penjualan minyak pelumas.

Otoritas pajak menilai bahwa bahwa DPP PPN yang dicantumkan dalam faktur pajak lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang sebenarnya. Dengan kata lain, terdapat nilai PPN yang kurang dibayar sehingga dilakukan koreksi oleh otoritas pajak.

Sebaliknya, wajib pajak berargumen bahwa penetapan DPP PPN dengan berdasarkan harga dasar tidak dapat dibenarkan. Sebab, nilai tersebut tidak sesuai dengan nilai transaksi sebenarnya yang tertera dalam dokumen penjualan.

Baca Juga:
PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?

Selain itu, dalam transaksi penjualan tersebut, tidak terdapat nilai diskon yang harus dicantumkan dalam faktur pajak. Pada sistem pembukuan, adanya potongan harga tidak dicatat sebagai nilai diskon penjualan. Namun, potongan harga tersebut akan dicatat sebagai nilai penyesuaian yang ditentukan berdasarkan berbagai faktor, seperti lokasi, daya beli, serta kebutuhan layanan purna jual konsumen.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Bangun Ruko Sendiri, Pengusaha Toko Material Setorkan PPN KMS

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa koreksi DPP PPN yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak PUT-38272/PP/M.I/16/2012 tanggal 23 Mei 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 17 September 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPN atas penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri pada masa pajak April 2008 senilai Rp4.921.896.093.

Baca Juga:
Apa Itu Nota Pembatalan?

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK beroperasi di bidang perdagangan minyak pelumas untuk keperluan mesin dan peralatan.

Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK mengimpor minyak pelumas dari Singapura dan juga Thailand, kemudian menjualnya kembali di Indonesia. Penjualan minyak pelumas tersebut dilakukan secara langsung kepada customer dalam negeri yang sebagian besar adalah pihak non-pemungut, yaitu PT X dan PT Y.

Adapun penjualan minyak pelumas tersebut dilakukan dengan merujuk pada harga dasar (base price). Pemohon PK menilai bahwa DPP PPN atas penjualan minyak pelumas seharusnya ditentukan berdasarkan harga dasar tersebut.

Baca Juga:
Dirikan Bangunan Baru, Koperasi Simpan Pinjam Diminta Setor PPN KMS

Apabila memang terdapat pengurangan harga penjualan maka potongan harga harus tercantum dalam faktur pajak. Kemudian, harga yang telah dikurangi dengan potongan penjualan tersebut menjadi dasar penghitungan besaran DPP PPN.

Namun demikian, pada realitanya, nilai diskon penjualan yang menjadi pengurang harga tidak dicantumkan dalam faktur pajak oleh Termohon PK. Hal ini sesuai dengan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) No: LHP-155/PL/WPJ.07/KP0400.1./2010.

Padahal, Pasal 1 angka 18 Undang-Undang No. 8 tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) telah mengatur bahwa diskon/pengurangan harga yang dapat dikurangkan dari harga jual adalah potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Bergerak Dinamis, Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Kewajiban untuk mencantumkan nilai potongan harga juga diatur secara lebih lanjut dalam Pasal 13 ayat (5) huruf c UU PPN. Dalam hal ini, apabila Termohon PK telah mencatat penyesuaian penjualan dalam pembukuannya, tetapi tidak mencantumkan dalam faktur pajak maka Termohon PK dianggap tidak mengisi faktur pajak dengan benar sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5) huruf c UU PPN.

Selain itu, dalam proses keberatan, Termohon PK juga tidak pernah meminjamkan data dan memberikan keterangan yang diminta sesuai surat permintaan data yang disampaikan Pemohon PK, seperti bukti invoice, kontrak/perjanjian penjualan, maupun rekening koran.

Dengan tidak diberikannya bukti-bukti pendukung, Pemohon PK menilai bahwa seharusnya argumen yang dikemukakan oleh Termohon PK tidak dapat dipertimbangkan. Sebab, argumen tersebut tidak didukung dengan data-data/dokumen yang memperkuat pendapat Termohon PK.

Baca Juga:
PKP Kini Bisa Upload 1.000 Faktur dalam 1 File XML, DJP Beri Imbauan

Menurut Pemohon PK, besaran DPP PPN seharusnya memang mengacu pada nilai harga dasar. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan argumentasi Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa penetapan DPP PPN dengan berdasarkan harga dasar tidak dapat dibenarkan. Sebab, nilai tersebut tidak sesuai dengan nilai transaksi sebenarnya yang tertera dalam dokumen penjualan, seperti perjanjian, purchase order, invoice, dan faktur pajak.

Penentuan DPP PPN seharusnya merujuk pada harga yang disepakati antara Termohon PK dengan para konsumennya. Untuk keperluan internal kontrol bagi pihak manajemen perusahaan, base price tetap dicatat dalam sistem pembukuan sebagai nilai penjualan bruto pada setiap penerbitan invoice. Sementara itu, selisih harga dengan harga yang disepakati dengan konsumen dicatat dalam pos tersendiri sebagai penyesuaian nilai penjualan.

Baca Juga:
Upload Faktur via Coretax Mandek di Signing In Progress, Harus Gimana?

Kemudian, Termohon PK menilai bahwa sejak awal Pemohon PK memang tidak melakukan koreksi fiskal terhadap nilai akun penyesuaian harga yang berfungsi sebagai pengurang harga jual barangnya. Artinya, nilai pengenaan PPN berdasarkan harga jual yang disepakati dengan konsumen telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain itu, Pemohon PK berpendapat bahwa tidak terdapat nilai diskon yang perlu dicantumkan dalam faktur pajak. Berdasarkan pertimbangan di atas, koreksi terhadap faktur pajak yang tidak mencantumkan nilai DPP yang sebenarnya tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung

Baca Juga:
Tak Ada Nama/Alamat di Cetakan FP Coretax, DJP Tidak Kenakan Sanksi

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding dianggap sudah tepat dan benar. Setidaknya terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan-alasan permohonan Pemohon PK untuk mempertahankan koreksi DPP PPN senilai Rp4.921.896.093 tidak dapat dibenarkan. Sebab, penentuan besaran DPP PPN sudah sesuai dan benar.

Fakta tersebut sesuai dengan perjanjian dan didukung oleh dokumen penjualan seperti purchase order, invoice, dan faktur pajak. Oleh karena itu, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap di dalam persidangan.

Baca Juga:
Kemendag Minta Relaksasi Pemungutan PPN untuk BUMN Pangan

Kedua, setelah dilakukan uji bukti kepada para pihak di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, koreksi terhadap Termohon PK tidak dapat dipertahankan. Sebab, koreksi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian, tidak ada putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 s.t.d.d Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menyatakan bahwa permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan begitu, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)


(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Januari 2025 | 16:30 WIB KONSULTASI PAJAK

PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?

Jumat, 17 Januari 2025 | 12:30 WIB KP2KP BAJAWA

Bangun Ruko Sendiri, Pengusaha Toko Material Setorkan PPN KMS

Rabu, 15 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Nota Pembatalan?

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Januari 2025 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Jumat, 17 Januari 2025 | 20:00 WIB KOTA TANGERANG

Manfaatkan! Tangerang Beri Diskon PBB dan BPHTB Hingga 25 Persen

Jumat, 17 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 118/2024

PMK 118/2024 Terbit, Atur Pengajuan Keberatan via Coretax

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Siapa Itu Penanggung Utang Kepabeanan dan Cukai?

Jumat, 17 Januari 2025 | 18:00 WIB PMK 136/2024

Aturan Pajak Minimum Global Berlaku, Pemerintah Siapkan 3 SPT Baru

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:31 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

RI Menang Gugatan Soal CPO di WTO, Menko Airlangga Ungkap Ini

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:30 WIB CORETAX DJP

Nama Penanda Tangan Keliru, PKP Perlu Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jumat, 17 Januari 2025 | 17:15 WIB LAYANAN CUKAI

Tembus 100.000, Dokumen Pemesanan Pita di DJBC Tumbuh 42% selama 2024

Jumat, 17 Januari 2025 | 16:30 WIB KONSULTASI PAJAK

PPN Gunakan DPP Nilai Lain, Bagaimana dengan DPP PPh Pasal 23-nya?