BERITA PAJAK HARI INI

Terima Telepon Mengaku KPP Tagih Utang Pajak? DJP Beri Saran Ini

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Maret 2023 | 09:35 WIB
Terima Telepon Mengaku KPP Tagih Utang Pajak? DJP Beri Saran Ini

JAKARTA, DDTCNews - Sejumlah wajib pajak melaporkan adanya telepon masuk yang mengaku sebagai petugas dari kantor pelayanan pajak (KPP). Sambungan telepon tersebut berisi penagihan kepada wajib pajak atas utang pajaknya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/3/2023).

Merespons laporan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) menegaskan bahwa mekanisme penagihan utang pajak tidak dilakukan melalui telepon KPP. Karenanya, wajib pajak yang mendapatkan telepon berisi penagihan utang pajak bisa kemudian mengonfirmasikannya kepada KPP terdaftar. Konfirmasi dilakukan melalui kontak KPP terkait yang dapat dilihat pada http://pajak.go.id/id/unit-kerja.

"Untuk mekanisme penagihan melalui telepon dari KPP tidak ada ya. Apabila memang mendapatkan telepon dari KPP untuk mengingatkan terkait utang pajak silakan dikonfirmasi ke KPP terkait," cuit Kring Pajak menjawab pertanyaan netizen.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Otoritas juga menegaskan utang pajak yang tidak dilunasi dalam jangka waktu tertentu akan ditagih. Adapun penagihan dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak (STP). Sesuai dengan UU KUP, STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Berdasarkan pada Pasal 14 ayat (1) UU KUP, dirjen pajak dapat menerbitkan STP atas beberapa kondisi. Apa saja? Simak artikel 'DJP: Tidak Ada Mekanisme Penagihan Utang Pajak Lewat Telepon KPP'.

Selain mengenai telepon yang berisi penagihan pajak, ada pula pembahasan mengenai isu pemisahan DJP dari Kemenkeu yang kembali bergulir. Kemudian, ada pula pembahasan tentang perubahan nama Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) menjadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT), serta sejumlah isu lainnya.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Penamaan KIHT Diganti

Pemerintah mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau.

Baca Juga:
Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Melalui PMK 22/2023, pemerintah resmi mengatur pembentukan aglomerasi pabrik hasil tembakau. Beleid itu dirilis untuk mencabut PMK 21/2020 mengenai KIHT agar produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lebih berdaya saing.

Perubahan nama ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing, pembinaan, pelayanan, dan pengawasan serta memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala IKM dan UMKM. Karenanya, pemerintah menilai perlu melakukan pengumpulan atau pemusatan pabrik hasil tembakau. (DDTCNews)

Wacana Pemisahan DJP dari Kemenkeu

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Isu soal pemisahan DJP dari Kemenkeu kembali mencuat. Hal ini pun ditanggapi oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Menurutnya, wacana tersebut masih dikaji.

Apapun hasil dari kajian nantinya, Ma'ruf berharap DJP bisa lebih transparan terkait dengan kinerjanya dan bisa mencapai target rasio pajak.

"Begini, saya kira masalah kedudukan DJP itu sekarang sedang dikaji secara komprehensif. Kita tunggu hasilnya seperti apa, nanti manfaatnya, kebaikannya, dan lain sebagainya," kata Wapres Ma'ruf. (Detik)

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Pemanfaatan Fasilitas Fiskal Panas Bumi

Pemerintah kembali mendorong pemanfaatan berbagai fasilitas fiskal untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi. Terlebih, pemerintah telah menerbitkan PMK 172/2022 yang merevisi PMK 218/2019.

Dengan adanya perubahan peraturan pembebasan bea masuk dan/atau tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi tersebut, proses penyampaian permohonan fasilitas fiskal makin mudah karena dapat dilakukan secara online.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

“Segala kemudahan dari sisi administrasi sudah didukung back up teknologi yang demikian progresif berkembang dalam 1 tahun terakhir," kata Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Padmoyo Tri Wikanto dalam sosialisasi PMK 172/2022. (DDTCNews)

Mitigasi Terhadap Gejolak Ekonomi AS

Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah mewaspadai imbas dari ambruknya sejumlah bank di Amerika Serikat (AS). Pemerintah pun diminta untuk menyiapkan strategi agar efek ikutan dari persoalan ekonomi di AS tidak dirasakan secara signifikan oleh pelaku ekonomi di Tanah Air.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Bambang juga mendorong Bank Indonesia (BI) untuk memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama OJK dan Kementerian Keuangan. KSSK, ujarnya, perlu memitigasi berbagai risiko makro ekonomi domestik dan global yang dapat mengganggu ketahanan sistem keuangan.

"Untuk itu pemerintah tetap perlu menyiapkan antisipasi atas risiko yang mungkin muncul atau efek domino dari kebangkrutan beberapa bank besar di AS," kata Bambang.

Seperti diketahui, ada 3 bank di AS yang dinyatakan bangkrut. Ketiganya adalah Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Baca Juga:
Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

Laporan Realisasi Investasi Perlu Dipisah Per Tahun Perolehan

DJP mengimbau kepada wajib pajak penerima dividen untuk membuat laporan realisasi investasi secara terpisah bila dividen yang dimaksud diperoleh pada tahun pajak yang berbeda.

Sebagai contoh, bila wajib pajak menerima dividen pada 2021 dan 2022 serta menginvestasikannya sesuai dengan PMK 18/2021, wajib pajak perlu membuat laporan realisasi investasi masing-masing atas dividen tahun pajak 2021 dan tahun pajak 2022.

"Jika dividen tersebut diperoleh pada tahun pajak yang berbeda, laporan realisasinya silakan dibuat terpisah. Untuk dividen yang diterima pada 2021 merupakan pelaporan kedua, sedangkan untuk dividen yang diterima tahun 2022 merupakan pelaporan pertama," tulis @kring_pajak menjawab pertanyaan wajib pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra