PP 15/2022

Terbit, PP Baru Perlakuan Perpajakan dan PNBP Pertambangan Batu Bara

Redaksi DDTCNews | Jumat, 15 April 2022 | 20:39 WIB
Terbit, PP Baru Perlakuan Perpajakan dan PNBP Pertambangan Batu Bara

Salinan PP 15/2022.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menerbitkan peraturan baru mengenai perlakuan perpajakan dan/atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di bidang usaha pertambangan batu bara.

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan terbitnya peraturan yang ditetapkan pada 11 April 2022 ini menjadi tonggak penting.

“PP ini menjadi tonggak penting sebagai landasan hukum konvergensi kontrak yang nantinya berakhir menjadi rezim perizinan dalam upaya peningkatan penerimaan negara,” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (15/4/2022).

Baca Juga:
Syarat Perpanjang IUP Tambang, Badan Harus Taat Pajak Pusat dan Daerah

Sebagai informasi, pada saat ini, terdapat 2 rezim penerimaan negara pada sektor pertambangan batu bara yang berjalan bersama-sama. Pertama, rezim izin yang mengacu kepada ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

Kedua, rezim kontrak dalam bentuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang mengacu kepada ketentuan dalam kontrak hingga berakhir.

Rezim kontrak yang berakhir dapat diperpanjang menjadi rezim izin, yaitu izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian, dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

Baca Juga:
Kemenko Marves Klaim Simbara Sukses Tutup Celah Kebocoran Penerimaan

Ketentuan tersebut merupakan amanat dari Pasal 169A UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Febrio mengatakan terdapat 2 bagian penting dari PP 15/2022. Pertama, PP ini memberikan kejelasan mengenai kewajiban pajak penghasilan bagi para pelaku pengusahaan pertambangan batu bara dilaksanakan.

Berbagai pelaku tersebut adalah pemegang izin usaha pertambangan (IUP), pemegang IUPK, pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, dan pemegang PKP2B.

Baca Juga:
Jaga PNBP Sektor Minerba, Pengawasan Tambang Ilegal Perlu Diperketat

“Adanya kepastian hukum mengenai PPh yang lebih baik melalui PP ini diharapkan semakin memudahkan pelaku usaha di sektor ini dalam menunaikan kewajiban pajak,” imbuh Febrio.

Kedua, pemerintah melakukan pengaturan kembali penerimaan pajak dan PNBP bagi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara dibandingkan dengan sebelumnya sebagaimana amanat pasal 169A UU Minerba.

Hal tersebut dilakukan dengan cara mengatur besaran tarif PNBP produksi batu bara secara progresif mengikuti kisaran besaran harga batu bara acuan (HBA). Dengan demikian, pada saat HBA rendah, tarif PNBP produksi batu bara yang diterapkan tidak terlalu membebani pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Baca Juga:
Transaksi Bursa Karbon RI 613.894 Ton, Ungguli Malaysia dan Jepang

“Sebaliknya, pada saat harga komoditas naik seperti saat ini, negara mendapatkan penerimaan negara dari PNBP produksi batu bara yang semakin tinggi,” katanya.

Selanjutnya, untuk mendorong pemanfaatan produksi batu bara bagi industri di dalam negeri, PP ini mengatur tarif tunggal yang lebih rendah sebesar 14% bagi produksi batu bara untuk penjualan dalam negeri.

Febrio mengatakan implementasi peraturan ini diharapkan tetap mampu menjaga keseimbangan antara upaya peningkatan penerimaan negara dengan upaya tetap menjaga keberlanjutan pelaku usaha.

Baca Juga:
Harga Batu Bara dan Minyak Mentah Turun, Kinerja PNBP Melempem

“Sehingga akan menjadi fondasi terwujudnya keberlanjutan pendapatan untuk mendukung konsolidasi fiskal ke depan,” ujar Febrio.

Pemerintah juga memberikan kepastian hukum bagi pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan PNBP. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur kewajiban perpajakan dan PNBP yang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat izinnya diterbitkan (nailed down) dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (prevailing law).

Dalam PP 15/2022 juga diperjelas kewajiban perpajakan dan PNBP yang mengikuti ketentuan nailed down, yakni iuran tetap, PNBP produksi batu bara, PPh badan, PBB, PNBP di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan PNBP berupa bagian pemerintah pusat sebesar 6% serta penerimaan daerah lainnya berupa bagian pemerintah daerah sebesar 4% dari keuntungan bersih.

Baca Juga:
Mengantisipasi Risiko Pajak atas Profit Shifting Pengelolaan Tambang

Sementara kewajiban perpajakan dan PNBP yang mengikuti prevailing law adalah PNBP lainnya selain yang sudah disebutkan di atas, pemotongan dan pemungutan PPh, PPN dan/atau PPnBM, pajak karbon, bea meterai, bea masuk, bea keluar, cukai, serta pajak daerah dan retribusi daerah.

Febrio mengatakan selain memberi kepastian dan kesesuaian dengan rezim, PP ini diharapkan mampu menangkap momentum pertumbuhan positif sektor pertambangan batu bara saat ini. Sektor ini mampu tumbuh positif sebesar 6,6% (yoy) pada 2021, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional.

“PP ini menjadi relevan dalam memanfaatkan momentum peningkatan kontribusi sektor pertambangan batubara terhadap perekonomian melalui APBN,” imbuh Febrio. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Syarat Perpanjang IUP Tambang, Badan Harus Taat Pajak Pusat dan Daerah

Minggu, 06 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kemenko Marves Klaim Simbara Sukses Tutup Celah Kebocoran Penerimaan

Jumat, 04 Oktober 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Jaga PNBP Sektor Minerba, Pengawasan Tambang Ilegal Perlu Diperketat

Senin, 30 September 2024 | 15:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Transaksi Bursa Karbon RI 613.894 Ton, Ungguli Malaysia dan Jepang

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN