PAJAK PENGHASILAN

Soal Tarif 5% Pajak Penghasilan Pegawai, Begini Cara Hitungnya

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 02 Januari 2023 | 15:34 WIB
Soal Tarif 5% Pajak Penghasilan Pegawai, Begini Cara Hitungnya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Baru-baru ini publik ramai memperbincangkan mengenai pengenaan PPh Pasal 21 dengan tarif 5% pascaberlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Lantas, bagaimana sebenarnya detail ketentuan tersebut?

Secara ringkas, PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau, kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Hal ini berarti pajak atas penghasilan pegawai tercakup dalam pengenaan PPh Pasal 21. Adapun untuk menghitung besaran PPh Pasal 21 digunakan tarif berlapis yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Baca Juga:
Kendala NIK Tidak Valid di Coretax DJP, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Hitung Penghasilan Kena Pajak

Tarif dikenakan atas penghasilan kena pajak (PKP) dari pegawai tetap dan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan. Adapun PKP bukanlah penghasilan bruto setahun yang diterima pegawai.

PKP merupakan penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 21. Untuk memperoleh PKP, perlu menghitung dulu penghasilan neto yang didapat dari pengurangan antara penghasilan bruto dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M).

Biaya 3M tersebut di antaranya seperti biaya jabatan, iuran pensiun yang dibayar pegawai, dan iuran jaminan hari tua (JHT) yang dibayar pegawai. Hasil pengurangan antara penghasilan bruto dengan biaya 3M akan menghasilkan penghasilan neto.

Baca Juga:
Tindak Lanjuti Aktivasi Akun PKP, Fiskus Kunjungi Alamat Perusahaan

Penghasilan neto tersebut kemudian dikurangkan dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk kemudian mengetahui besarnya PKP. Adapun PTKP merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

Besaran PTKP diberikan senilai Rp54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi. Selain untuk diri sendiri, pemerintah memberikan tambahan PTKP bagi wajib pajak yang sudah menikah senilai Rp4,5 juta. Apabila istri wajib pajak menerima penghasilan yang digabungkan juga akan ada tambahan PTKP senilai Rp54 juta.

Tidak hanya itu, wajib pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus juga diberikan tambahan PKP senilai Rp4,5 juta untuk paling banyak 3 orang. Simak Lagi, Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Baca Juga:
Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Tarif Pajak Penghasilan

Berdasarkan pada pengurangan penghasilan bruto dengan biaya 3M dan PTKP barulah diperoleh PKP yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 21. Adapun UU HPP merevisi tarif dan lapisan PKP dalam UU PPh menjadi sebagai berikut:


Berdasarkan pada tabel perbandingan tersebut terlihat UU HPP menaikan batas PKP untuk lapisan PKP terbawah yang dikenai tarif 5%. Dengan demikian, PKP (bukan penghasilan bruto) sampai dengan Rp60 juta kini dikenai tarif 5%. Sebelumnya, pengenaan tarif 5% hanya untuk PKP sampai dengan Rp50 juta.

Baca Juga:
Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

Adapun ketentuan tarif dan lapisan PKP tersebut berlaku mulai tahun pajak 2022. Hal ini berarti wajib pajak perlu memperhatikan ketentuan ini dalam pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi yang harus disampaikan paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2023.

Apabila menelisik bab pendelegasian kewenangan ketentuan PPh dalam UU HPP maka ketentuan mengenai tarif dan lapisan PKP baru tidak didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Untuk itu, PP 55/2022 yang mengatur aturan turunan UU HPP kluster PPh tak lagi menyinggung perihal tarif dan lapisan PKP yang baru.

Simulasi Sederhana Perhitungan PPh Pasal 21

Berdasarkan pada penjelasan yang telah diuraikan tersebut berarti pegawai dengan penghasilan Rp5 juta tidak serta merta kena pajak. Sebab, penghasilan tersebut perlu dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya pengurang yang diperkenankan (3M) dan PTKP.

Baca Juga:
Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Misal, Tuan A merupakan pegawai tetap pada PT X yang memperoleh gaji sebulan Rp5 juta. Tuan A membayar iuran JHT sebesar Rp100.000. Tuan A sudah menikah tetapi tidak memiliki anak dan tanggungan. Istri Tuan A tidak bekerja.

Maka, Gaji Tuan A setahun Rp60 juta dikurangkan dengan biaya jabatan Rp3 juta (5% X Rp60 juta) dan iuran JHT Rp100.000. Hasilnya, penghasilan neto Rp56,9 juta.

Penghasilan neto setahun senilai Rp56,9 juta itu dikurangkan PTKP senilai Rp58,5 juta (Rp54 juta + Rp4,5 juta) untuk mendapatkan PKP. Penghasilan neto itu di bawah PTKP sehingga atas Tuan A tidak terutang pajak.

Baca Juga:
Jaga Daya Beli, India Naikkan Threshold Penghasilan Tidak Kena Pajak

Lalu, bagaimana jika Tuan A belum menikah dan tidak memiliki tanggungan?

Gaji Tuan A setahun Rp60 juta dikurangkan dengan biaya jabatan Rp3 juta (5% X Rp60 juta) dan iuran JHT Rp100.000. Berarti, penghasilan neto setahun senilai Rp56,9 juta dikurangkan PTKP senilai Rp54 juta untuk mendapatkan PKP. PKP yang diperoleh adalah Rp2,9 juta.

Dengan demikian, PPh Pasal 21 terutang senilai Rp2,9 juta X 5% = Rp145.000 per tahun atau Rp12.083 per bulan.

Baca Juga:
NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Apabila mengesampingkan biaya 3M untuk menyederhanakan ilustrasi maka Gaji Tuan A setahun Rp60 juta dikurangkan dengan PTKP senilai Rp54 juta. Berarti, PPh Pasal 21 terutang senilai Rp6 juta X 5% = Rp300.000 per tahun atau Rp25.000 per bulan.

Simulasi perhitungan yang disajikan merupakan contoh sederhana dari perhitungan PPh Pasal 21. Adapun perhitungan PPh Pasal 21 bisa berbeda tergantung pada status penerima penghasilan, jenis penghasilan, serta waktu pegawai tersebut bergabung atau berhenti dari suatu perusahaan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 05 Februari 2025 | 14:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Kendala NIK Tidak Valid di Coretax DJP, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Selasa, 04 Februari 2025 | 18:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Tindak Lanjuti Aktivasi Akun PKP, Fiskus Kunjungi Alamat Perusahaan

Selasa, 04 Februari 2025 | 17:39 WIB KELAS PPH PASAL 21 (6)

Ketentuan Tarif PPh Pasal 21 Pasca Tarif Efektif Rata-Rata (TER)

Selasa, 04 Februari 2025 | 09:10 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Airlangga Minta Ada Perlakuan Khusus Bagi PKP Consumer Goods

BERITA PILIHAN
Kamis, 06 Februari 2025 | 16:00 WIB LAYANAN PAJAK

Bagaimana Nasib Aplikasi M-Pajak setelah Ada Coretax? DJP Ungkap Ini

Kamis, 06 Februari 2025 | 14:03 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Apresiasi Penghematan Anggaran Prabowo, Dianggap ‘Reformasi APBN’

Kamis, 06 Februari 2025 | 14:00 WIB PROVINSI LAMPUNG

Segera Dilantik, Gubernur Diminta Langsung Bikin Pemutihan Pajak

Kamis, 06 Februari 2025 | 13:30 WIB PMK 81/2024

PPh Final PHTB Kini Harus Dilaporkan Lewat SPT Masa PPh Unifikasi

Kamis, 06 Februari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Simpanan Dana ASR oleh SKK Migas di 5 Bank BUMN Tembus Rp46 Triliun

Kamis, 06 Februari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Targetkan Initial Memorandum OECD Rampung Maret 2025

Kamis, 06 Februari 2025 | 12:00 WIB KOTA TARAKAN

Banyak Pengusaha Tak Patuh, Setoran Pajak Sarang Burung Walet Rendah

Kamis, 06 Februari 2025 | 11:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Cicilan Rumah atau KPR? Ingat, Harus Dimasukkan ke SPT Tahunan