Ketua Tim Penyusun Perpres No.13/2018 Yunus Husein (Foto: DDTCNews/Awwaliatul Mukarromah)
JAKARTA, DDTCNews – Transparansi di bidang keuangan kini menjadi kebutuhan sekaligus tren yang menguat di banyak negara. Hal ini juga tengah didorong oleh Pemerintah Indonesia melalui pengungkapan beneficial ownership oleh korporasi.
Hal itu diungkapkan oleh mantan Ketua Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK) Yunus Husein dalam seminar hukum bertajuk “Pertanggungjawaban Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) Korporasi Menurut Peraturan Presiden (Perpres) No.13 Tahun 2018”.
Seminar yang digelar pada Kamis (26/4) di Hotel JS Luwansa ini diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera bekerja sama dengan media Hukumonline.com.
Pria yang menjadi Ketua Tim Penyusun Perpres No.13/2018 ini juga menjelaskan beberapa negara anggota G-20 telah mendorong transparansi pemilik manfaat di korporasi (beneficial owner). Salah satunya seperti yang diterapkan di Inggris.
"Di Inggris aturannya cukup baik, mereka bisa melacak siapa pengendali korporasi dan [informasinya] terbuka untuk umum. Ini memang kebutuhan dari praktik di banyak negara,"ujarnya dalam seminar tersebut.
Yunus mengungkapkan berbagai modus pencucian uang juga marak terjadi di Indonesia. Ia menyebut ada sejumlah koruptor yang melakukan pencucian uang melalui pengendalian korporasi secara tersembunyi.
"Ketika dicari namanya tidak muncul. Dan dia menyuruh orang-orang lain yang mengendalikan perusahaan itu. Ada pula usaha yang sah, disalahgunakan untuk pencucian uang, jadi modusnya banyak sekali," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ketua STHI Jentera ini juga menegaskan transparansi beneficial owner bisa menjamin adanya tanggung jawab pengendali korporasi. Melalui transparansi itu, aparat bisa melacak dan mengawasi dugaan pencucian uang dan penggelapan pajak.
"Kita lihat transparansi bukan hanya identitas orang yang bertransaksi, tapi tujuan, sumber dana. Manfaatnya bukan saja untuk melindungi pemilik tapi juga kepastian hukum dan recovery asset lebih optimal," katanya.
Yunus memaparkan Indonesia masih memiliki kekurangan dalam implementasi transparansi beneficial owner, seperti tidak adanya sistem informasi terkait para pengendali perusahaan.
Karena itu, dia berharap Perpres No.13/2018 dapat memperkuat upaya pemberantasan pencucian uang dan penggelapan pajak. Selain itu, juga meningkatkan kepatuhan pajak.
Budi Santoso, Senior Director Kroll Singapura, menambahkan dari sisi perpajakan, Perpres No.13/2018 bisa memberikan multiplier effect. Otoritas pajak dapat memanfaatkan informasi beneficial owner untuk menelusuri kepatuhan wajib pajak.
Menurutnya, pemilik manfaat atas korporasi (beneficial owner) kerap menyembunyikan identitasnya untuk menghindari pajak. Padahal, dalam operasional suatu perusahaan, mereka-mereka lah yang paling menikmati untung besar.
“Perpres ini mencari identitas beneficial owner, bukan sekadar legal owner,” pungkasnya. (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.