ARGENTINA

RUU Pajak atas Kekayaan Mulai Dibahas Senat

Nora Galuh Candra Asmarani | Kamis, 26 November 2020 | 11:35 WIB
RUU Pajak atas Kekayaan Mulai Dibahas Senat

Ilustrasi. 

BUENOS AIRES, DDTCNews – Senat Argentina mulai membahas rancangan undang-undang (RUU) pajak atas kekayaan yang akan menyasar warga terkaya Argentina. Pembahasan lanjutan pada Selasa (24/1/2020) dilakukan setelah RUU tersebut disetujui majelis rendah pada pekan lalu.

Apabila disahkan, RUU tersebut diharapkan akan meningkatkan penerimaan sekitar US$3 miliar atau setara Rp42,3 triliun. Kebijakan ini akan membuat 9.000—12.000 orang terkaya di Argentina menghadapi pungutan 1 kali atau disebut ‘kontribusi luar biasa’ atas aset bernilai lebih dari 200 juta peso atau sekitar Rp34,8 miliar.

RUU tersebut dibahas oleh Komite Anggaran dan Keuangan Senat dengan Kepala Otoritas Pajak Mercedes Marcó del Pont. Dia menekankan sumber daya yang diperoleh dari kontribusi tersebut akan diterapkan untuk masalah terkait dengan pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Gara-Gara Korup dan Gemuk, Argentina Bubarkan Otoritas Pajak

"Dengan nilai tukar saat ini, total sekitar 11.855 orang akan menghadapi pungutan ini. Ini lebih dari yang kami perkirakan beberapa bulan lalu, tetapi ini sangat sejalan dengan apa yang telah terjadi dalam diskusi awal," ujar Marcó del Pont, Selasa (24/1/2020)

Senat memiliki waktu 7 hari setelah pemungutan suara di majelis rendah untuk membuat keputusan. Hal ini berarti keputusan akhir kemungkinan akan jatuh tempo dalam perpanjangan sesi normal Kongres atau usulan sesi luar biasa yang tampaknya akan berlangsung setelah 30 November 2020.

Adapun RUU tersebut akan menetapkan pungutan progresif dengan tarif hingga 3,5% untuk barang-barang yang berlokasi di Argentina. Sementara itu, untuk aset yang dimiliki di luar negeri, tarif yang dikenakan meningkat menjadi 5,25%.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Usulan pajak atas kekayaan ini menarik dukungan dan kritik dari anggota parlemen oposisi. Pihak oposisi menyebut pungutan tersebut sebagai penyitaan. Pihak oposisi juga meyakini pungutan tersebut akan menghadapi tantangan hukum yang kuat di pengadilan.

Sebalikya, anggota parlemen koalisi berpendapat pungutan semacam itu telah diberlakukan di banyak negara maju. Parlemen yang mendukung RUU menolak argumen jika pungutan ini akan mengurangi investasi dengan dalih pemimpin bisnis yang dikenakan pajak dan bukan perusahaan.

Adapun pada pekan lalu, saat pembahasan di tingkat majelis rendah, pihak oposisi mengatakan pungutan ini akan merusak investasi swasta. Mereka menuding RUU tersebut akan berdampak negatif meski hanya menyasar orang pribadi dan bukan perusahaan.

Baca Juga:
Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat

"Argentina sudah memiliki banyak pajak dan penghindaran pajak yang sangat tinggi. Alih-alih membuat pajak baru, yang harus dilakukan adalah pemungutan yang efisien bagi mereka yang sudah ada," kata anggota parlemen oposisi Álvaro González.

Sementara itu, pihak yang mendukung RUU ini menjelaskan jika pungutan ini hanya akan diberlakukan 1 kali. Pasalnya, pundi-pundi negara menipis di tengah pandemi Covid-19. Untuk itu, para pejabat berharap ‘konstribusi luar biasa’ ini bisa meraup penerimaan hingga US$3 miliar.

"Pihak oposisi mencari argumen yang bertentangan dengan tujuan RUU ini. Mereka mengatakan bahwa itu adalah pajak, tetapi sebenarnya itu adalah kontribusi yang luar biasa dan hanya kali ini karena pandemi” jelas Deputi Peronist José Luis Ramón, seperti dilansir batimes.com.ar. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 26 Oktober 2024 | 08:30 WIB ARGENTINA

Gara-Gara Korup dan Gemuk, Argentina Bubarkan Otoritas Pajak

Kamis, 17 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat

Jumat, 26 Juli 2024 | 13:00 WIB PAJAK INTERNASIONAL

AS Tolak Pajak Kekayaan Global 20%, Dianggap Sulit Dikoordinasikan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar