AMSTERDAM, DDTCNews – Pemerintah Koalisi Belanda memutuskan untuk memangkas tarif witholding tax 15% atas dividen, walaupun Departemen Keuangan merasa keberatan dengan kebijakan tersebut.
Pasalnya, Departemen Keuangan menjelaskan, penurunan tarif pajak dividen tersebut akan merugikan pemerintah sebesar €1,4 miliar atau Rp23,45 triliun per tahunnya setelah 2020.
Menteri Keuangan Belanda Eric Wiebes dikabarkan sempat bertemu dengan CEO Unilever untuk membahas persoalan pajak dividen. Pada Maret 2018, Unilever mengumumkan akan berkonsolidasi untuk menutup kantor pusatnya di Rotterdam Belanda.
Lebih jauh, Unilever juga dikabarkan mengancam akan menutup markasnya di Belanda jika pemerintah tidak memenuhi tuntutannya. Tak hanya Unilever, Royal Dutch Shell PLC juga dikabarkan mendorong pemerintah untuk menurunkan tarif pajak dividen.
“Perubahan tarif pajak dividen tidak akan meningkatkan daya saing Belanda secara signifikan. Negara seperti Siprus, Estonia, Latvia, Malta, Hongaria dan Inggris tidak mengenakan pajak dividen,” tutur Eric Wiebes seperti dilansir Tax Notes International Vol.90 No.7, Senin (7/5).
Departemen Keuangan Belanda juga menyatakan beban pajak tidak memiliki hubungan langsung dengan keputusan investasi perusahaan dan hanya menarik bagi kelompok perusahaan tertentu.
Berdasarkan pendapat tersebut, Notaris Pajak Buren Legal Amsterdam Cees-Frans Greeven menilai perusahaan multinasional tampak sangat berperan dalam pengambilan keputusan pemerintah Belanda untuk menurunkan tarif pajak dividen.
Seperti dikabarkan Tax Notes International, beleid yang baru dirilis itu bertentangan dengan pernyataan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Pemangkasan tarif pajak dividen dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing Belanda pada masa mendatang.
“Pemotongan pajak atas dividen pada perusahaan justru akan mampu mempertahankan daya tarik Belanda sebagai basis operasi perusahaan multinasional di Eropa pasca Brexit,” papar Mark Rutte.
Perubahan pajak dividen bagi pemegang saham asing pun dianggap kontraproduktif terhadap upaya untuk memperbaiki kerusakan reputasi negara, karena rezim pajaknya akan dituduh mendorong perusahaan lain berpindah ke Belanda sebagai upaya penghindaran pajak. (Amu/Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.