PHNOM PENH, DDTCNews – Pakar kesehatan Kamboja menyarankan pemerintah agar meningkatkan pajak tembakau untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. Pemerintah bisa memanfaatkan dana tersebut untuk membiayai perawatan kesehatan masyarakat umum.
Direktur Eksekutif Aliansi Pengendali Tembakau Asia Tenggara (SATCA) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Ulysses Dorotheo mengatakan tarif pajak tembakau berkisar 25%-30% termasuk terendah di wilayah tersebut.
SATCA pun mengungkapkan data konsumen tembakau cukup tinggi, hingga saat ini tercatat 1,68 juta orang dewasa merokok, 500 ribu mengonsumsi tembakau kunyah (chewing tobacco) dan konsumen tembakau di kalangan muda pun meningkat.
“Pajak tembakau telah diperkuat dalam beberapa tahun terakhir, tapi mereka belum terbiasa dengan potensi penuh mereka untuk mencegah konsumsi tembakau dan meningkatkan pendapatan untuk program pembangunan sosial,” paparnya, Rabu (24/4).
Sejalan dengan Dorotheo, perwakilan WHO Yel Daravuth menjelaskan pajak tembakau harus ditetapkan setidaknya 70%. Pendapatan itu harus dimanfaatkan untuk memperbaiki sektor sosial dan kesehatan di Kamboja.
“Pajak tinggi untuk produk tembakau merupakan interensi biaya rendah, tapi sangat efektif sebagai kebijakan yang saling menguntungkan karena tidak akan merugikan pemerintah,” tutur Daravuth seperti dilansir khmertimeskh.com.
Daravuth menilai selain meningkatkan pendapatan pemerintah, perbaikan tarif pajak tembakau juga mampu menurunkan konsumen perokok dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh tembakau sehingga nyawa masyarakat bisa diselamatkan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutir Cambodian Movement for Health (CMH) Mom Kong memaparkan para ahli kesehatan dan perekonomian telah sepakat sektor kesehatan Kamboja bisa mengambil manfaat dari kenaikan tarif pajak tembakau.
“Survei Universitas Kerajaan Phnom Penh dan Departemen Umum Perpajakan Kementerian Ekonomi dan Keuangan pada 2018 mencatat kebanyakan remaja akan berhenti membeli rokok jika harga rokok mencapai US$2,50 (Rp35.247) per bungkus, sementara sebagian besar harga rokok hanya US$0,50 (Rp7.049),” kata Kong.
Adapun survei tersebut juga mencatat 10.000 warga Kamboja meninggal per tahun akibat produk tembakau. Terlebih, pemerintah menggunakan anggaran sebanyak US$163 juta (Rp2,29 triliun) untuk mengobati penyakit yang diderita perokok.
Sebagai informasi tambahan, sebuah studi tentang pendapatan mencatat harga rokok menjadi dua kali lebih terjangkau pada 2016 jika dibandingkan dengan 2002. Survei pada 2017 pun menunjukkan 98,4% remaja sepakat harga rokok harus dinaikkan dari US$1,5 menjadi US$2,5 per bungkus.
Sebanyak 90,2% remaja pun menyarankan pemerintah harus segera menaikkan pajak tembakau aga menurunkan tingkat konsumsi rokok. Para remaja pun mendukung gagasan pendapatan pajak tembakau harus diarahkan ke program kesehatan negara.
Tahun lalu, Kementerian Kesehatan mencatat perokok Kamboja menghabiskan US$201,5 juta (Rp2,84 triliun) secara keseluruhan dalam setahun, sedangkan pemerintah menghabiskan US$162,7 juta (Rp2,29 triliun) untuk mengobati penyakit akibat tembakau.
Selain itu, Kementerian juga melaporkan sebanyak 60% warga non-perokok tidak sengaja terpapar asap rokok di tempat kerja atau di tempat-tempat umum. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.