Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Hingga saat ini, aturan teknis pemberian insentif super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) belum terbit. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (16/10/2019).
Aturan teknis dari Peraturan Pemerintah No.45/2019 yang sudah terbit baru berupa Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.10/2019, yaitu terkait pemberian super tax deduction untuk kegiatan vokasi. Regulasi khusus kegiatan research and development (R&D) belum terbit.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengaku masih mencari formula dasar penentuan besaran insentif untuk kegiatan R&D. Otoritas fiskal, sambungnya, masih terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.
“Terus terang kami di Kemenkeu tidak paham dunia R&D ini bagaimana. Mau patokannya sepeti apa? [Berdasarkan] paten kah? Kalau paten berarti nanti jadi lama sekali untuk bisa mendapatkan insentif,” ungkap Suahasil.
Pihaknya menegaskan tidak ingin tergesa-gesa dalam merumuskan kebijakan relaksasi pajak yang relatif baru ini. Dia mengatakan belum ada target pasti terkait waktu terbit aturan main terkait tata cara insentif kegiatan R&D.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti terkait langkah Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) mengoptimalisasi data perpajakan. Pasalnya, dalam suatu invoice saja terdapat data yang terkait dengan perpajakan, perusahaan, industri, dan perdagangan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan metode dalam memberikan fasilitas fiskal berupa super tax deduction kegiatan R&D tidak hanya berdasarkan paten yang dihasilkan. Pengembangan produk juga layak diperhitungkan untuk mendapat insentif.
“Jadi usul kami pengembangan produk pun juga bisa menjadi bagian dari inovasi sehingga kita dorong R&D center untuk seluruh manufaktur untuk pindah ke Indonesia.”
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan semua pilihan metode dapat dipertimbangkan untuk menjadi dasar pemberian insentif pajak itu. Menurutnya, kedua opsi baik hak paten maupun pengembangan produk dapat digunakan secara bersamaan.
Dia menambahkan fokus pengusaha dari setiap kebijakan insentif baru tidak lain adalah kemudahan dalam mengakses fasilitas. Pasalnya, kerap kali fasilitas yang diberikan pemerintah menyulitkan pelaku usaha untuk memanfaatkan insentif.
Ketua Komwasjak Gunadi mengatakan pemanfaatan data akan terganjal beberapa aspek, seperti ketentuan standard operating procedure (SOP) pengelolaan data dan pihak yang akan bertanggung jawab terhadap data-data tersebut.
“Jadi harus sangat teliti benar dan membuat definisi-definisinya. Inilah yang harus dirumuskan dan menyamakan persepsi untuk membuat data tidak hanya menjadi data tapi bisa tersampaikan informasi dan knowledge-nya,” katanya.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan ada banyak tugas berat menanti Dirjen Pajak yang baru, pengganti Robert Pakpahan yang akan pensiun. Apalagi, ada beberapa persoalan yang perlu diselesaikan.
Indikator permasalahan itu merujuk pada rendahnya penerimaan pajak (termasuk tax ratio) Indonesia. Selain itu, permasalahan juga menyangkut kemudahan pembayaran pajak di Indonesia. Aspek fungsi pajak sebagai stimulus perekonomian juga perlu dilihat. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.