KONSULTASI PAJAK

Ekspor Jasa Maklon Mainan Anak, Bagaimana Perlakuan PPh-nya?

Jumat, 10 Januari 2025 | 16:00 WIB
Ekspor Jasa Maklon Mainan Anak, Bagaimana Perlakuan PPh-nya?

Rinaldi Adam Firdaus,
DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Asih. Saya merupakan staf pajak yang baru bekerja di perusahaan swasta. Perusahaan tempat saya bekerja bergerak di bidang usaha jasa maklon untuk membuat atau merakit mainan anak-anak yang berdomisili di Jawa Tengah. Sebagai informasi, dalam mengerjakan jasa maklon tersebut kami juga memperoleh pesanan dari perusahaan afiliasi di luar negeri.

Adapun seluruh bahan, spesifikasi produk, hingga petunjuk teknis disediakan oleh perusahaan afiliasi kami, termasuk penentuan imbalan jasa maklon yang telah ditentukan oleh mereka. Pertanyaan saya, bagaimana perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas imbalan jasa maklon tersebut? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Asih, Jawa Tengah

Jawaban:

TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Asih. Untuk menjawab pertanyaan Ibu, kita dapat merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).

Perlu diketahui, bahwa dalam rezim umum PPh yang terutang dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak. Adapun penghasilan kena pajak tersebut mengacu pada penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai Pasal 6 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Namun demikian, terdapat beberapa wajib pajak tertentu yang perlu menghitung penghasilan netonya menggunakan norma penghitungan khusus sesuai Pasal 15 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Dengan penggunaan norma penghitungan khusus tersebut, penghasilan kena pajak dari wajib pajak tertentu tidak dapat dihitung menggunakan rezim umum sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 15?’.

Perlu Ibu ketahui, salah satu wajib pajak tertentu yang dapat menggunakan norma penghitungan khusus sesuai pengaturan PPh Pasal 15 adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

Ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 543/KMK.03/2002 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto dan Cara Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak (KMK 543/2002).

Lantas, pertanyaannya adalah apakah perusahaan Ibu termasuk ke dalam golongan wajib pajak tertentu sesuai dengan ketentuan PPh Pasal 15? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengetahui terlebih dahulu definisi dari wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional sesuai Pasal 1 KMK 543/2002, yang berbunyi:

“Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional adalah wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak.”

Sesuai ketentuan di atas dan informasi yang Ibu sampaikan, dapat disimpulkan bahwa perusahaan Ibu masuk dalam definisi sebagai wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi anak-anak. Oleh karena itu, besaran penghasilan neto yang diperoleh perusahaan Ibu dihitung menggunakan norma penghitungan khusus sesuai Pasal 15 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Secara teknis, untuk menghitung penghasilan neto atas imbalan jasa maklon internasional yang diterima oleh perusahaan Ibu, kita dapat merujuk pada Pasal 2 ayat (1) KMK 543/2002. Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa besaran penghasilan neto ditetapkan sebesar 7% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang. Perlu menjadi catatan, biaya yang dimaksud tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

Untuk menghitung besaran PPh Pasal 15 yang terutang atas penghasilan neto tersebut, Ibu dapat menggunakan tarif PPh yang berlaku merujuk pada Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Perlu dicatat, pengenaan pajak ini bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) KMK 543/2002.

Adapun PPh Pasal 15 yang terutang wajib dilunasi dengan cara pembayaran setiap bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) KMK 543/2002. Besaran PPh yang dibayar setiap bulan dihitung berdasarkan jumlah realisasi biaya pembuatan atau perakitan barang setiap bulannya (tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku) sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) KMK 543/2002.

Sebagai catatan, perlu diketahui juga mengenai ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-02/PJ.31/2003 tentang Pengantar Keputusan Menteri Keuangan No. 543/KMK.03/2002 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto dan Cara Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak (SE-02/2003).

Sesuai Butir 1 huruf c SE-02/2003, dapat diketahui bahwa biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak langsung. Selain itu, biaya tersebut termasuk juga biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial wajib pajak.

Untuk memudahkan, berikut ini merupakan ilustrasi pengenaan PPh Pasal 15 atas imbalan jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak dalam konteks pertanyaan Ibu.

Apabila realisasi biaya perakitan mainan anak-anak yang dikeluarkan perusahaan Ibu selama Februari 2025 adalah Rp50.000.000, maka penghasilan neto ditetapkan sebesar Rp3.500.000 yang dihitung dari 7% x Rp50.000.000.

Kemudian, untuk mendapatkan jumlah PPh yang terutang, penghasilan neto tersebut dikalikan dengan tarif PPh badan yang berlaku saat ini, yakni 22%. Dengan demikian, PPh Pasal 15 yang terutang pada Februari 2025 adalah Rp770.000 yang bersifat final.

Sebagai informasi tambahan, ketentuan norma penghitungan khusus ini hanya dapat diberlakukan sepanjang perusahaan Ibu tidak mengadakan advance pricing agreement dengan dirjen pajak mengenai imbalan jasa maklon internasional. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) KMK 543/2002. Simak ‘Glosarium Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA)’.

Selain itu, Pasal 3 ayat (2) KMK 543/2002 menegaskan bahwa atas penghasilan lain selain imbalan jasa maklon internasional yang diterima atau diperoleh wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 KMK 543/2002 tetap dikenakan PPh berdasarkan ketentuan umum yang berlaku.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 10 Januari 2025 | 13:00 WIB CORETAX SYSTEM

Bikin Bukti Potong PPh Pasal 21, Pakai NITKU Pusat atau Cabang?

Selasa, 07 Januari 2025 | 14:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Berbasis Transaksi Terbukti Masih Tumbuh di 2024

Jumat, 03 Januari 2025 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pemerintah Beri Banyak Insentif Pajak di 2025, Aturan Masih Disiapkan

Kamis, 02 Januari 2025 | 18:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Tarif PPN di 2025 Jadinya 11% atau 12%? Begini Ketentuan Terbarunya

BERITA PILIHAN