BERITA PAJAK HARI INI

Ini Respons Kemenkeu atas Catatan BPK Soal Laporan Belanja Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Januari 2020 | 08:40 WIB
Ini Respons Kemenkeu atas Catatan BPK Soal Laporan Belanja Perpajakan

Ilustrasi gedung Kemenkeu.

JAKARTA, DDTCNews – Untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pemerintah akan menyiapkan landasan hukum pelaporan belanja perpajakan (tax expenditure report). Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/1/2020).

Dalam Laporan Hasil Reviu atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal yang menjadi bagian dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018, BPK memberikan sejumlah catatan penting reviu. Salah satu catatan tersebut adalah belum adanya landasan hukum dalam penyusunan laporan belanja perpajakan.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan otoritas tengah merumuskan landasan hukum atas laporan yang mulai diterbitkan pada 2018 ini.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

“Akan kami siapkan regulasinya,” kata Rofyanto.

Selain itu, beberapa media juga menyoroti upaya pemerintah dalam menggenjot penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Reorganisasi di internal DJP serta penggunaan data dan informasi akan menjadi upaya yang ditempuh untuk mendukung upaya tersebut.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • Proyeksi Belanja Pepajakan

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan otoritas juga tengah menyiapkan metode pelaporan belanja perpajakan sesuai dengan rekomendasi BPK. Namun, dia belum bisa memastikan apakah proyeksi belanja perpajakan dapat disajikan dalamn laporan yang sama.

“Itu masih kita kaji,” ujar Rofyanto. (Bisnis Indonesia)

  • 7 Catatan Penting dari BPK

Sejumlah catatan penting reviu yang disampaikan BPK dalam kaitannya dangan laporan belanja perpajakan antara lain, pertama, laporan belanja perpajakan baru pertama kali diterbitkan sehingga belum secara reguler dipublikasikan secara tahunan (annually).

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Kedua, belum adanya landasan hukum dalam penyusunan laporan belanja perpajakan. Ketiga, pemerintah baru mengestimasi sebanyak 33 item untuk tahun 2016 (37,08%) dan 34 item (38,20%) tahun 2017 dari total item belanja perpajakan.

Keempat, laporan belanja perpajakan belum menyajikan data forward looking estimates. Kelima, laporan belanja perpajakan menyebutkan pembagian sektor tanpa menghubungkan dengan rincian tipe belanja pajak yang dihitung.

Keenam, terdapat selisih perhitungan nilai total pada PPN dan PPnBM 2016 dan 2017. Ketujuh, belum terdapat ukuran kinerja yang diterapkan untuk memonitor kesuksesan dalam mencapai tujuan pengeluaran belanja pajak dan apakah belanja pajak tersebut telah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

“Pemerintah perlu untuk melakukan penyempurnaan atas laporan belanja perpajakan yang diterbitkan,” tulis BPK dalam laporannya.

  • Pengawasan Berbasis Kewilayahan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan untuk memperluas basis pajak – terutama dari wajib pajak orang pribadi – dalam negeri, otoritas akan melakukan pengawasan berbasis kewilayahan lewat KPP Pratama. Selain itu, DJP juga telah berencana menambah 18 kantor pelayanan pajak (KPP) madya baru. Selain itu, DJP juga akan menggunakan data dan informasi keuangan untuk menguji kepatuhan wajib pajak. (Kontan)

  • Rentan Kondisi Makro

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan berdasarkan kinerja penerimaan pajak tahun lalu, struktur penerimaan pajak tidak terlalu didominasi oleh PPh orang pribadi. Hal inilah yang membuat kinerja penerimaan rentan terhadap kondisi makro ekonomi.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

Menurutnya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan DJP. Beberapa diantaranya adalah memperluas basis dengan menambah jumlah wajib pajak melalui teknologi, baik untuk meningkatkan pelayanan, edukasi, mempermudah kewajiban pajak, profiling wajib pajak, hingga mencocokkan data untuk menjamin kepatuhan. (Kontan)

  • Pengetatan Impor Cerutu

Kementerian Keuangan merevisi ketentuan batas maksimum barang kena cukai (BKC) kiriman yang dapat dibebaskan dari cukai. Khusus untuk cerutu kiriman yang dapat diberikan pembebasan hanya sebanyak 5 batang. Jumlah tersebut turun dari sebelumnya 10 batang.

Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro mengatakan perubahan itu didasarkan pada pertimbangan nilai barang dan rata-rata jumlah cerutu dalam satu kemasan.

Baca Juga:
BKF: Ekonomi 2025 Tetap Bakal Tumbuh di Atas 5% Meski PPN Jadi 12%

“Kalau dilihat, banyak cerutu yang harganya mahal. Kalau maksimal impor cerutu masih 10 batang maka selisih antara nilai total barang dengan de minimis value jadi berlebihan. Maka dari itu, kami pangkas jadi maksimal 5 batang,” katanya. (Kontan). (kaw)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?