ROUND UP FOKUS AKHIR TAHUN

Cukai dan Kepabeanan, Bukan Hanya Soal Penerimaan Negara

Redaksi DDTCNews | Kamis, 30 Desember 2021 | 10:00 WIB
Cukai dan Kepabeanan, Bukan Hanya Soal Penerimaan Negara

Ilustrasi. 

DINAMIKA kebijakan cukai, terutama terkait dengan hasil tembakau, selalu mendapat perhatian cukup besar tiap tahunnya. Maklum, meskipun ditujukan untuk mengurangi eksternalitas negatif, kebijakan cukai rokok langsung berhubungan hajat hidup orang banyak.

Dari sisi produksi, Kementerian Perindustrian mencatat total tenaga kerja pada 2019 yang diserap sektor terkait dengan rokok sebanyak 5,98 juta orang. Jumlah itu terdiri atas 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan industri serta 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan.

Dari sisi konsumsi, berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, sebanyak 28,96% penduduk berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok. Menariknya, jumlah perokok itu terdiri atas 30,97% dari total penduduk perdesaan dan 27,47% dari total penduduk perkotaan.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Sebagai gambaran, masih dari data BPS, jumlah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas per Agustus 2021 sebanyak 206,7 juta. Artinya, jumlah penduduk berusia 15 tahun yang merupakan perokok sebanyak 59,9 juta orang.

Tidak mengherankan jika perubahan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT), terutama terkait dengan tarif, selalu hangat diperbincangkan tiap akhir tahun. Maklum, sebelum tahun anggaran yang baru, pemerintah hampir pasti selalu mengumumkan kenaikan tarif CHT.

Pada 13 Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sudah mengumumkan kenaikan rata-rata tarif CHT pada 2022 sebesar 12%. Kenaikan tarif tersebut lebih rendah dibandingkan kenaikan rata-rata yang berlaku tahun ini sebesar 12,5%.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

"[Kenaikan tarif CHT] dibagi antara kelompok SKT (sigaret kretek tangan) di bawah 5% dan yang produksi mesin meng-absorb kenaikan yang lebih tinggi," ujar Sri Mulyani.

Adapun kebijakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 192/2021 tersebut juga dibarengi dengan simplifikasi struktur tarif dari 10 layer menjadi 8 layer. Langkah ini ditempuh untuk mencegah pabrikan rokok memanfaatkan celah pengurangan produksi untuk mendapat tarif rendah.

Selain itu, perubahan UU Cukai melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga memuat jenis hasil tembakau baru, yakni rokok elektrik. Sebelumnya, rokok elektrik masuk dalam kelompok hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) jenis ekstrak dan essence tembakau (EET).

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Dengan ketentuan tersebut, ada beberapa kebijakan baru terkait dengan rokok elektrik dan HPTL yang dikenai cukai. Salah satunya adalah perubahan tarif ad valorem menjadi tarif spesifik. Ketentuan ini diatur dalam peraturan tersendiri, yakni PMK 193/2021.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah memiliki setidaknya 4 dimensi dipertimbangkan sebelum menentukan kenaikan tarif cukai rokok. Pertama, kesehatan masyarakat. Pemerintah ingin CHT mampu mengurangi prevalensi merokok, terutama pada anak, menjadi 8,7% pada 2024.

Kedua, tenaga kerja, terutama pada industri yang memproduksi rokok kretek tangan karena proses pelintingannya masih manual. Ketiga, penerimaan negara karena cukai rokok menyumbang Rp193,53 triliun atau sekitar 10% dari target pendapatan negara 2022.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Keempat, pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Sri Mulyani khawatir kenaikan CHT yang terlalu tinggi akan mendorong industri rokok ilegal meningkatkan produksinya. Hal ini dikarenakan kenaikan cukai akan membuat harga rokok makin mahal.

"Dalam hal ini, kami melihat ekspektasi dengan kenaikan cukai ini maka produksi rokok akan menurun dari 320 miliar batang menjadi 310 miliar batang," ujar Sri Mulyani.

Dari hasil survei yang dilakukan bersamaan dengan debat DDTCNews periode 23 November—13 Desember 2021, responden juga melihat kenaikan CHT akan menurunkan konsumsi rokok. Namun, ada potensi peningkatan peredaran rokok ilegal.

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) juga mewaspadai risiko tersebut. Otoritas akan meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal. DJBC juga akan bersinergi dengan pemerintah daerah untuk optimalisasi penggunaan dana bagi hasil (DBH) CHT untuk menangani rokok ilegal.

Penerimaan dan Fasilitas

PADA tahun depan, penerimaan dari pos CHT masih mendominasi target yang menjadi tanggung jawab DJBC. Adapun target penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2022 senilai Rp245,0 triliun. Penerimaan cukai ditargetkan Rp203,9 triliun atau mengambil porsi 83,2%.

Sesuai dengan perincian dalam Peraturan Presiden (Perpres) 104/2021, target penerimaan CHT senilai Rp193,5 triliun atau 94,9% dari total target penerimaan cukai. Target CHT itu juga mengambil porsi sekitar 79% dari target penerimaan kepabeanan dan cukai.

Baca Juga:
Bea Cukai Gerebek Gudang di Jepara, Ternyata Jadi Pabrik Rokok Ilegal

Penerimaan cukai etil alkohol (EA) dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) pada tahun depan ditargetkan Rp190 miliar dan Rp6,8 triliun. Dalam beleid itu ternyata juga dimuat target penerimaan cukai dari produk plastik senilai Rp1,9 triliun dan minuman bergula dalam kemasan Rp1,5 triliun.

Hal ini sejalan dengan rencana penambahan barang kena cukai (BKC) baru. Sesuai dengan perubahan UU Cukai yang masuk dalam UU HPP, penambahan atau pengurangan jenis BKC diatur dalam peraturan pemerintah setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan RAPBN.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah memang menargetkan besaran penerimaan dari cukai plastik dan minuman pada 2022. Namun demikian, implementasi pemungutan kedua cukai tersebut akan tergantung pada kondisi perekonomian tahun depan.

Baca Juga:
Tingkatkan Kesehatan Masyarakat, Negara Ini Kaji Pengenaan Cukai Garam

"Pemerintah akan melihat secara seimbang dengan kondisi aktual yang dihadapi pada 2022. Jadi, akan menyesuaikan, apakah bisa dilaksanakan atau perlu penyesuaian," kata Askolani.

Selanjutnya, penerimaan bea masuk pada 2022 ditargetkan senilai Rp35,2 triliun atau 14,4% dari keseluruhan target yang menjadi tanggung jawab DJBC. Nilai itu mengalami kenaikan sekitar 6% dari target dalam APBN 2021 senilai Rp33,2 triliun.

Kenaikan itu dikarenakan ada proyeksi mulai meningkatnya aktivitas impor seiring membaiknya perekonomian dan dampak dari penertiban impor berisiko tinggi (PIBT). Untuk mendukung pemulihan ekonomi, kebijakan relaksasi prosedural juga akan diberikan.

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Sementara itu, kebijakan untuk mendukung pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, pemberian insentif fiskal kepabeanan untuk menarik investasi dan meningkatkan ekspor.

Kedua, pengembangan pusat logistik berikat (PLB) bahan pokok dan e-commerce. Ketiga, peningkatan efektivitas PTA/FTA/CEPA dan diplomasi ekonomi serta kerja sama kepabeanan internasional.

Kemudian, penerimaan bea keluar pada tahun depan ditargetkan senilai Rp5,9 triliun. Nilai itu naik signifikan hingga 227,8% bila dibandingkan dengan target dalam APBN 2021 senilai Rp1,8 triliun. Porsinya sebesar 2,4% dari target kepabenan dan cukai.

Baca Juga:
Dalam Sebulan, Bea Cukai Batam Amankan 434 HP-Tablet dari Penumpang

Meskipun naik dari target dalam APBN 2021, patokan penerimaan bea keluar pada tahun depan mengalami penurunan 67% dari outlook tahun ini Rp18 triliun. Penyusunan target tersebut, jelas pemerintah dalam Nota Keuangan APBN 2022, didasarkan pada proyeksi harga crude palm oil (CPO) pada 2022 yang diperkirakan tidak setinggi pada 2021.

Adapun kebijakan bea keluar yang telah dilakukan dan akan dilanjutkan pada 2022 antara lain peningkatan kinerja logistik melalui pengembangan National Logistic Ecosystems, harmonisasi fasilitas fiskal lintas kementerian/lembaga (K/L), serta penguatan klinik ekspor/klinik Kementerian Keuangan untuk percepatan investasi dan daya saing.

Askolani mengatakan bea masuk dan bea keluar mempunyai fungsi regulerend. Implementasi bea masuk sejauh ini relatif efektif melindungi kepentingan nasional hingga sebagai aksi retaliasi atas praktik ketidakadilan yang dilakukan negara mitra.

Baca Juga:
Cukai Minuman Berpemanis Mulai Dipungut Tahun Depan? Ini Kata DJBC

“Adapun pengenaan bea keluar terhadap komoditas ekspor tertentu dirasa efektif dalam menjaga pasokan atau ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri hingga menjamin keberlangsungan sumber daya nasional,” ujarnya.

Terkait dengan kebijakan pemberian fasilitas kepabeanan dan cukai untuk penanganan pandemi Covid-19, Askolani mengaku akan terus melakukan pemantauan. Hasil evaluasi atas efektivitas fasilitas dan kondisi yang ada akan menentukan kebijakan pemberian fasilitas pada tahun depan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra