Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 115/2024 yang mengatur ketentuan penagihan utang kepabeanan dan cukai. PMK ini akan berlaku mulai 30 Januari 2025.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Budi Prasetiyo mengatakan PMK 115/2024 akan menyempurnakan tata kelola penagihan utang kepabeanan dan cukai, serta memperluas cakupan objek penagihan. Prosedur birokrasi seperti pemblokiran dan penyitaan harta juga disederhanakan.
"Aturan tersebut dirancang untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mempermudah proses penagihan sehingga mampu mendukung optimalisasi penerimaan negara," katanya, dikutip pada Minggu (26/1/2025).
Budi menuturkan PMK 115/2024 diterbitkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan penagihan utang kepabeanan dan cukai. Kebijakan ini selaras dengan UU Kepabeanan, UU Cukai, dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), serta peraturan dirjen pajak terkait dengan penagihan pajak.
PMK 115/2024 memuat sejumlah pengaturan yang mencakup 3 aspek utama, yaitu prinsip penagihan, pelaksanaan penagihan, dan ketentuan pendukung. Mengenai prinsip penagihan, PMK ini memuat perluasan cakupan objek penagihan, pengaturan tugas dan wewenang juru sita, serta pembagian subjek utang.
Terkait dengan pelaksanaan penagihan, PMK tersebut mengatur perubahan jangka waktu penerbitan surat teguran, perluasan wilayah penagihan oleh kantor pelayanan utama (KPU) dan kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC), serta pelimpahan wewenang kepada dirjen bea dan cukai.
Mengenai ketentuan pendukung, PMK 115/2024 juga mengatur permintaan pemblokiran layanan publik tertentu, pengelolaan penagihan secara elektronik melalui sistem CEISA 4.0, dan penetapan masa kedaluwarsa terhadap kewajiban membayar.
Sejalan dengan penerbitan PMK 115/2024, Budi menyebut pemerintah berupaya untuk menciptakan efisiensi prosedur dengan pengelolaan penagihan secara elektronik melalui CEISA 4.0.
Selain itu, PMK ini juga memungkinkan pengawasan dan monitoring yang lebih terintegrasi melalui pemberian kewenangan tambahan kepada kepala kanwil bea dan cukai untuk menunjuk juru sita dan memantau pelaksanaan penagihan di masing-masing daerah.
Budi menjelaskan DJBC juga akan memainkan peran strategis dalam mendukung implementasi PMK 115/2024. Sesuai dengan perannya, DJBC harus memastikan regulasi ini mampu mendukung dunia usaha dengan memberikan kepastian hukum dan efisiensi proses penagihan.
Lalu, menjaga kelancaran arus perdagangan, melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan atau manipulasi penagihan utang, serta menjalankan peran vital dalam mengoptimalkan penerimaan negara melalui mekanisme penagihan yang lebih efektif, efisien, dan transparan.
"Dengan implementasi PMK ini, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan masyarakat," ujarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.