IMPORTASI BARANG KIRIMAN

Ambang Batas Pembebasan Bea Masuk Diturunkan Lagi, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews | Senin, 23 Desember 2019 | 17:30 WIB
Ambang Batas Pembebasan Bea Masuk Diturunkan Lagi, Ada Apa?

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian akan melakukan revisi aturan main impor barang kiriman bebas pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Kebijakan tersebut menjadi jawaban atas keluhan pelaku usaha dalam negeri terkait kesetaraan kewajiban perpajakan.

Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengungkapkan akan merevisi atas ambang batas impor barang kiriman sebagaimana diatur dalam PMK No.112/2018. Pengaturan ulang paling utama adalah memangkas ambang batas (de minimis) bebas pungutan perpajakan.

“Revisi ini untuk menjawab tuntutan masyarakat dan dunia usaha untuk memastikan level of playing field," katanya di Ruang Pers Kemenkeu, Senin (23/12/2019).

Baca Juga:
NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Heru menyebutkan revisi pertama yang dilakukan menurunkan nilai pembebasan (de minimis) bea masuk atas barang kiriman dari sebelumnya US$75 menjadi US$3 per kiriman (consignment note). Revisi juga dilakukan untuk perlakuan impor barang kiriman yang kena PDRI. Nilai US$75 sejatinya sudah turun dari sebelumnya US$100.

Pungutan PDRI diberlakukan normal atau tidak menggunakan batas ambang bawah. Namun, pemerintah merasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5—37,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).

Pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku. Beberapa produk iti seperti tas, sepatu, dan garmen.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Pasalnya, beberapa sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk dari China. Untuk menjawab hal tersebut, dalam aturan baru ini pemerintah secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen.

Secara khusus, untuk tiga komoditas tersebut tetap diberikan de minimis bea masuk sampai dengan US$3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN), yaitu bea masuk untuk tas 15—20%, sepatu 25—30%, produk tekstil 15—25%, PPN 10%, dan PPh 7,5—10%.

"Untuk ketiga komoditas tersebut kalau di total menjadi lebih tinggi. Ini karena untuk melindungi pelaku usaha di Tajur, Cibaduyut dan Cihampelas dan Tasikmalaya," imbuhnya.

Baca Juga:
Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Penyesuaian de minimis value sebesar US$3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman adalah US$ 3,8 per consignment note.

Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) demi transparansi. Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem DJBC secara online.

“Sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman,” kata Heru.

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Dia menegaskan dalam proses penyusunan perubahan aturan ini, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Ditjen Pajak (DJP), dan DJBC telah melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan peraturan yang inklusif serta menjunjung tinggi keadilan dalam berusaha.

Perubahan aturan ini, sambungnya, merupakan upaya nyata Kemenkeu untuk mengakomodasi masukan dari para pelaku industri dalam negeri, khususnya industri kecil dan menengah (IKM). Selain itu, kesenjangan antara produk dalam negeri yang membayar pajak dengan produk impor yang masih membanjiri pasaran Indonesia bisa dihilangkan.

“Sehingga diharapkan dengan adanya aturan ini, fasilitas de minimis value benar-benar dapat dimanfaatkan untuk keperluan pribadi dan dapat mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan produk dalam negeri,” kata Heru. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Kembangkan Aplikasi CEISALite, Hanya Aktif Jika Hal Ini Terjadi

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Tersangka Penggelapan PPN Mengaku Kapok Setelah Bayar Denda 300 Persen

Sabtu, 28 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Juni 2024: NPWP Cabang Digantikan NITKU, Pengawasan Diperkuat ke HWI

Sabtu, 28 Desember 2024 | 13:30 WIB ASET KRIPTO

Pengawasan Aset Kripto Resmi Beralih ke OJK Januari 2025

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Pemerintah Bebaskan Bea Masuk Barang Keperluan Proyek Pemerintah

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:07 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Hitung Hari sebelum Coretax Resmi Berlaku, PKP Perlu Bikin Sertel Baru

Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:00 WIB PERATURAN KEPABEANAN

Aturan Baru terkait Pembukuan di Bidang Bea dan Cukai, Unduh di Sini

Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan