MELALUI Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-34/PJ/2020 yang mulai berlaku pada 15 Juni 2020, Direktur Jenderal Pajak memberikan panduan teknis penyesuaian cara pelaksanaan tugas dalam tatanan kenormalan baru di lingkungan Ditjen Pajak (DJP).
Penyesuaian itu salah satunya terkait dengan cara pemeriksaan, mulai dari persiapan sampai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, terhadap wajib pajak yang akan diutamakan secara online dengan menggunakan saluran elektronik. Simak Kamus ‘Beda Penelitian dan Pemeriksaan’
Secara ringkas, rangkaian tahapan pemeriksaan dimulai dengan penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan atau surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor.
Proses pemeriksaan ini kemudian diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan LHP?
Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka ‘18’ PMK 184/2015, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
Laporan ini diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan yang efektif dan efisien. Laporan yang sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan diperlukan guna mendukung pelaksanaan kebijakan dan strategi pemeriksaan yang berfokus manajemen penyelesaian pemeriksaan.
Setidaknya terdapat dua dasar hukum yang dapat menjadi rujukan untuk memahami lebih lanjut ketentuan terkait dengan LHP. Pertama, PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 184/2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Kedua, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ/2017 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan. Beleid ini diterbitkan guna menyeragamkan format LHP sehingga dapat menunjang hasil pemeriksaan yang lebih berkualitas.
Pasalnya, para stakeholder LHP memerlukan LHP yang ringkas dan dapat memenuhi kebutuhan masing-masing. Misalnya, Tim Pemeriksa memerlukan LHP yang ringkas dan terhubung dengan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) sehingga mudah dalam menyusun LHP.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) membutuhkan LHP yang mudah dipahami serta memberikan informasi yang cepat dan akurat atas hasil pemeriksaan.
Di sisi lain, LHP yang fokus dan jelas dapat digunakan oleh pihak lain yang terkait dengan proses keberatan dan banding sebagai bahan pertimbangan dalam persidangan.
Seperti diketahui, Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan dengan dua tujuan. Pertama, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Kedua, untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
LHP Pemeriksaan Uji Kepatuhan
MERUJUK pasal 10 PMK 17/2013 juncto Pasal 6 PER-23/PJ/2013, kegiatan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai dengan dua standar pelaporan hasil pemeriksaan.
Pertama, LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa, memuat simpulan pemeriksa pajak yang didukung temuan kuat tentang ada atau tidaknya penyimpangan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan.
Kedua, LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan minimal memuat: penugasan pemeriksaan, identitas wajib pajak, pembukuan/pencatatan wajib pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data/informasi yang tersedia, serta buku dan dokumen yang dipinjam.
LHP juga harus memuat materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan, ikhtisar hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang dan simpulan serta usulan pemeriksa. LHP ini menjadi dasar pembuatan nota penghitungan untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP).
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan baik di lapangan maupun pemeriksaan kantor dapat diselesaikan dengan dua cara. Pertama, menghentikan pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir. Kedua, membuat LHP, sebagai dasar penerbitan SKP dan atau STP.
LHP Pemeriksaan Tujuan Lain
MERUJUK Pasal 76 PMK 17/2013 juncto Pasal 7 PER-23/PJ/2013, pemeriksaan untuk tujuan lain ditutup dengan diterbitkannya LHP yang berisi usulan diterima atau ditolaknya permohonan wajib pajak. LHP tersebut juga harus disusun sesuai dua standar pelaporan hasil pemeriksaan.
Pertama, LHP disusun secara ringkas dan jelas, serta memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat simpulan pemeriksa pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait.
Kedua, LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat: identitas wajib pajak, penugasan pemeriksaan, dasar/tujuan pemeriksaan, buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan dan simpulan dan usul pemeriksa. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Terimaksih Ilmunya DDTC...