KAMUS PAJAK

Update 2024, Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 04 Desember 2024 | 19:00 WIB
Update 2024, Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?

Ilustrasi.

SEIRING dengan akan berlakunya coretax administration system, pemerintah mengatur ulang berbagai ketentuan perpajakan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024. Adapun salah satu muatan yang berubah adalah ketentuan pemindahbukuan.

Sebelumnya, ketentuan pemindahbukuan diatur dalam PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021. Namun, berlakunya PMK 81/2024 pada 1 Januari 2025 akan mencabut dan menggantikan PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021 tersebut.

Untuk itu, nantinya ketentuan pemindahbukuan akan mengacu pada PMK 81/2024. Apabila disandingkan dengan ketentuan terdahulu, PMK 81/2024 mengubah kondisi atau alasan yang membuat wajib pajak bisa mengajukan permohonan pemindahbukuan.

Baca Juga:
Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Berdasarkan PMK 81/2024, pemindahbukuan dilakukan tidak terbatas pada adanya kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Lebih luas dari itu, pemindahbukuan juga akan terkait dengan sistem deposit pajak.

Selain itu, pemindahbukuan juga bisa dilakukan secara jabatan. Lantas, sebenarnya apa itu pemindahbukuan? Apa saja latar belakang yang membuat pemindahbukuan bisa dilakukan berdasarkan PMK 81/2024?

Pengertian Pemindahbukuan

Merujuk Pasal 1 angka 108 PMK 81/2024, pemindahbukuan adalah suatu proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Pemindahbukuan tersebut dapat dilakukan berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan (Pasal 108 PMK 81/2024).

Baca Juga:
Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Berdasarkan Pasal 109 ayat (1) PMK 81/2024, ada 4 alasan yang membuat wajib pajak bisa mengajukan permohonan pemindahbukuan kepada direktur jenderal (dirjen) pajak. Pertama, penggunaan deposit pajak.

Kedua, pembayaran pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang belum dilakukan penelitian untuk penerbitan surat keterangan penelitian formal bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh.

Ketiga, penyetoran di muka bea meterai yang belum digunakan untuk menambah saldo deposit pada mesin teraan meterai digital. Keempat, jumlah pembayaran yang lebih besar daripada pajak yang terutang.

Baca Juga:
Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Namun, pemindahbukuan atas jumlah pembayaran yang lebih besar daripada pajak yang terutang (alasan yang keempat) tidak dapat diajukan dalam hal pembayaran dimaksud merupakan:

1. pembayaran melalui Surat Setoran Pajak (SSP) yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN;
2. pembayaran atas penyetoran bea meterai atau pembayaran untuk penyetoran bea meterai dalam rangka:

a. pendistribusian meterai elektronik kepada badan usaha yang bekerja sama dengan Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) untuk melaksanakan pendistribusian meterai elektronik; dan
b. penjualan Meterai tempel yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero);

Baca Juga:
PMK Baru! Aturan Soal Restitusi Dipercepat Direvisi, Sesuaikan Coretax

3. pembayaran pajak yang kode billing-nya diterbitkan oleh sistem billing selain yang diadministrasikan DJP;
4. pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian SPT masa;
5. pembayaran pajak sebagai satu kesatuan dengan penyampaian SPT; atau
6. pembayaran pajak yang sudah diperhitungkan dengan pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB), STP PBB, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, surat keputusan persetujuan bersama, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

Adapun pemindahbukuan dapat dilakukan untuk pembayaran pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bea meterai, PBB, pajak penjualan, dan pajak karbon.

Selain itu, pemindahbukuan hanya dapat dilakukan antarpembayaran pajak dalam mata uang yang sama. Mengacu Pasal 109 ayat (5) PMK 81/2024, permohonan pemindahbukuan tersebut diajukan oleh wajib pajak yang identitasnya tertera dalam bukti pembayaran.

Baca Juga:
Target Tercapai, Setoran Pajak di Kanwil DJP Ini Tembus Rp9,27 Triliun

Pemindahbukuan secara Jabatan

Sementara itu, ada 6 alasan yang membuat pemindahbukuan secara jabatan dilakukan. Pertama, bukti pemindahbukuan yang terdapat kesalahan dalam penerbitan. Kedua, pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang berdasarkan data dan informasi perlu dilakukan pemindahbukuan.

Ketiga, deposit pajak untuk melunasi utang pajak yang masih tersisa pada saat dilakukan penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Keempat, deposit pajak wajib pajak yang dilakukan penghapusan NPWP karena penggabungan usaha ke wajib pajak hasil penggabungan usaha.

Kelima, pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang terdapat perbaikan data penerimaan dari Ditjen Perbendaharaan. Keenam, pembayaran dan/atau penyetoran pajak sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan penyitaan oleh juru sita.

Baca Juga:
Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

Berdasarkan perincian yang dijabarkan, dapat diketahui jika alasan yang mendasari pemindahbukuan bisa berbeda-beda. Adapun dirjen pajak akan menerbitkan bukti pemindahbukuan atas pemindahbukuan, baik berdasarkan permohonan atau secara jabatan, yang memenuhi ketentuan.

Bukti pemindahbukuan itu merupakan dasar penyesuaian atas pembayaran dan penyetoran pajak yang dilakukan wajib pajak. Namun, apabila permohonan pemindahbukuan tidak memenuhi ketentuan maka dirjen pajak akan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan permohonan pemindahbukuan. Simak Ketentuan Baru Atur Ulang Alasan Pemindahbukuan, Apa yang Berubah? (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI