PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK

Youtube Rilis Persyaratan Layanan Baru, Ada Poin Soal Pembayaran Pajak

Dian Kurniati | Kamis, 27 Mei 2021 | 18:45 WIB
Youtube Rilis Persyaratan Layanan Baru, Ada Poin Soal Pembayaran Pajak

Ilustrasi. (Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Perusahaan digital Google resmi memperbarui syarat dan ketentuan layanan pada platform streaming video Youtube bagi penggunanya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Youtube melalui email yang dikirimkan kepada penggunanya menyebut salah satu poin yang berubah yakni kemungkinan perusahaan langsung memotong pajak jika Amerika Serikat (AS) telah mengaturnya. Ketentuan itu berlaku mulai November 2020 untuk pengguna di AS dan mulai 1 Juni 2021 bagi pengguna di luar AS.

"Pembayaran pendapatan dari Youtube akan dianggap sebagai pembayaran royalti dari perspektif pajak Amerika Serikat dan Google akan memotong pajak dari pembayaran tersebut sebagaimana diwajibkan menurut hukum," bunyi pemberitahuan tersebut, dikutip Kamis (27/5/2021).

Baca Juga:
Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Youtube menjelaskan pembayaran royalti akan diterima pengguna jika terdapat perjanjian dengan platform, misalnya melalui YouTube Partner Program (YPP). Perubahan dari pembaruan ketentuan layanan itu juga tidak akan memengaruhi setelan monetisasi YPP.

Youtube kemudian memberitahukan setiap YPP yang berada di luar AS harus memberikan informasi pajak lengkap di AdSense secepatnya. Nantinya, Youtube akan menentukan apakah pemotongan/pemungutan pajak AS berlaku untuk pembayaran YPP tersebut atau tidak.

Jika YPP tidak memberikan informasi pajak hingga 31 Mei 2021, Google kemungkinan akan memotong total penghasilan dari seluruh dunia hingga sebesar 24%.

Baca Juga:
Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik

"Google dapat mulai memotong/memungut pajak atas pembayaran mulai bulan Juli 2021 (yang mencakup penghasilan bulan Juni) jika pajak potong/pungut berlaku," bunyi penjelasan tersebut.

Saat ini, Google telah diwajibkan untuk mengumpulkan informasi pajak dari kreator yang tergabung dalam YPP. Jika potongan pajak berlaku, Google akan memotong/memungut pajak atas penghasilan Youtuber yang diperoleh dari penonton di AS melalui tampilan iklan, YouTube Premium, Super Chat, Super Stickers, dan langganan Channel.

Pemotongan/pemungutan pajak tersebut didasarkan pada Pasal 3 Hukum Pendapatan Dalam Negeri Amerika Serikat (U.S. Internal Revenue Code). Google pun bertanggung jawab untuk mengumpulkan informasi pajak, memotong/memungut pajak, dan melapor ke Internal Revenue Service (IRS) apabila YPP menghasilkan pendapatan royalti yang diperoleh dari penonton di AS.

Baca Juga:
Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Selain soal pajak, ada 2 aspek lain dalam ketentuan layanan Youtube yang berubah, yakni mengenai batasan-batasan pengenalan wajah dan hak Youtube melakukan monetisasi.

Youtube menyebut pengguna tidak dapat mengumpulkan informasi apa pun yang dapat mengidentifikasi seseorang tanpa izin. Meskipun persyaratan tersebut sudah mencakup informasi terkait pengenalan wajah, persyaratan yang baru kembali menegaskannya secara eksplisit.

Sementara mengenai hak untuk melakukan monetisasi, Youtube menjelaskan akan mulai menayangkan iklan pada sejumlah video. Hal ini tetap berlaku meskipun kreatornya tidak memiliki perjanjian monetisasi. Ketentuan akan diberlakukan secara bertahap.

"Tidak akan ada bagi hasil dari iklan ini, tetapi kreator tetap dapat mendaftar ke YPP setelah mereka memenuhi kriteria kelayakan,” bunyi pemberitahuan tersebut. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 Juni 2021 | 07:16 WIB

jika demikian, apakah ini akan menyebabkan timbulnya pajak berganda internasional?

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 19:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Jumat, 11 Oktober 2024 | 18:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

Punya NPWP Pribadi, Begini Pelaporan SPT Tahunan Perseroan Perorangan

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

4 Kunci Strategis Cegah Sengketa Pajak, Selengkapnya Baca Buku Ini

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Piloting Modul Impor-Ekspor Barang Bawaan Penumpang Tahap III Dimulai

Rabu, 23 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dasar DJP dalam Menetapkan Status Suspend terhadap Sertel Wajib Pajak

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu