PMK 8/2021

Sri Mulyani Perbarui PMK Pemungutan PPN dari Rekanan BUMN

Redaksi DDTCNews | Rabu, 03 Februari 2021 | 10:58 WIB
Sri Mulyani Perbarui PMK Pemungutan PPN dari Rekanan BUMN

PMK 8/2021. (DJP)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan peraturan baru mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.

Peraturan yang dimaksud adalah PMK 8/2021. Beleid yang diundangkan pada 29 Januari 2021 dan berlaku mulai 1 Februari 2021 ini menggantikan atau mencabut peraturan sebelumnya, yakni PMK 85/2012, PMK 136/2012, dan PMK 37/2015.

“Kegiatan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah oleh pemungut, penyetor, dan pelapor pajak perlu mendapat kepastian hukum,” demikian bunyi salah satu pertimbangan dalam PMK 8/2021, dikutip pada Rabu (3/2/2021).

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Melalui PMK tersebut, otoritas ingin memberikan kemudahan bagi BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dalam melakukan kewajibannya sebagai pemungut PPN. Oleh karena itu, ketentuan yang sudah ada sebelumnya perlu disesuaikan.

Seperti beleid terdahulu, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN.

Pemungut PPN yang dimaksud adalah pertama, BUMN. Kedua, BUMN yang dilakukan restrukturisasi pemerintah setelah 1 April 2015 melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya. Ketiga, perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

“Rekanan … merupakan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (2) PMK 8/2021.

Jika terjadi transaksi antarpemungut PPN, sesuai dengan Pasal 2 ayat (3), pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan oleh pemungut PPN yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.

Adapun yang dimaksud dengan perusahaan tertentu adalah perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25%. perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN ditetapkan sebagai pemungut PPN dengan keputusan menteri keuangan (KMK).

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

“Jika perusahaan … tidak lagi dimiliki secara langsung oleh BUMN, perusahaan dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN,” demikian ketentuan Pasal 3 ayat (4) PMK 8/2021.

Tidak berubah dari ketentuan sebelumnya, jumlah PPN yang dipungut yakni sebesar 10% dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Dalam hal atas penyerahan BKP terutang PPN dan PPnBM, jumlah PPnBM yang dipungut sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan DPP.

Adapun PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh pemungut PPN jika pertama, pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM terutang. Pembayaran itu tidak dipecah dari suatu transaksi yang nilainya lebih dari Rp10 juta.

Baca Juga:
Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

Kedua, pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.

Ketiga, pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero). Keempat, pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.

Kelima, pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. Keenam, pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM.

Baca Juga:
Bikin Faktur Pajak Fiktif, Dua Bos Perusahaan Diserahkan ke Kejaksaan

Adapun PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang pada poin pertama hingga kelima dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Rekanan wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP. Jika penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP, faktur pajak dibuat saat penerimaan pembayaran.

Jika penyerahan sebagian tahap pekerjaan, pembuatan faktur pajak harus dilakukan saat penerimaan pembayaran termin. Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP. Pemungutan dilakukan saat penerimaan pembayaran jika penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP. Selain itu, pemungutan dilakukan saat penerimaan pembayaran termin jika penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Pemungut PPN wajib menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukannya pemungutan berakhir.

SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan pertama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, dan alamat rekanan. Kedua, kode dan nomor seri faktur pajak.

Baca Juga:
DJP Sebut Top-up e-Money Juga Bakal Kena PPN 12 Persen Tahun Depan

Pemungut PPN harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP kepada rekanan.

Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN. Pelaporan paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukannya pemungutan berakhir.

SPT Masa PPN bagi pemungut PPN wajib dilampiri dengan daftar nominatif faktur pajak dan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Pelanggaran atas ketentuan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:30 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP