CUKAI HASIL TEMBAKAU

Soal Wacana Kemasan Polos Rokok, Apindo: Ada Risiko Penerimaan Turun

Redaksi DDTCNews | Rabu, 09 Oktober 2019 | 18:02 WIB
Soal Wacana Kemasan Polos Rokok, Apindo: Ada Risiko Penerimaan Turun

Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy.

JAKARTA, DDTCNews – Pelaku usaha meminta pemerintah melakukan pertimbangan matang terkait wacana kemasan polos untuk produk rokok. Efek kebijakan tersebut diklaim akan merugikan banyak pihak yang terkait dengan rantai produksi rokok di Tanah Air.

Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy mengatakan rencana kemasan polos rokok bukan hanya akan membuat industri semakin tertekan. Penerimaan negara dari cukai juga diprediksi tergerus bila pemerintah jadi mengimplementasikan kebijakan tersebut.

“Kemasan polos ini sudah berlaku di beberapa negara seperti Thailand dan Australia. Untuk Indonesia kita ingin lihat seperti apa rencana pemerintah karena industri ini menyumbang pajak dan cukai besar,” katanya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Dilema Pembatasan Merek dan Kemasan Polos', Rabu (9/10/2019).

Baca Juga:
Beri Asistensi, DJBC Harap Perusahaan Bisa Pertahankan Status AEO

Kekhawatiran pelaku usaha bersumber dari rencana Kementerian Kesehatan untuk merevisi PP No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Salah satunya rencana revisinya adalah meningkatkan porsi peringatan dari 40% menjadi 90% dari kemasan rokok.

Menurut Eddy, rencana perubahan kebijakan tersebut perlu dipikirkan masak-masak. Pasalnya, banyak dimensi usaha yang ikut terimbas dengan regulasi baru terkait industri rokok. Selain penerimaan negara yang tergerus, sektor penopang industri rokok juga akan ikut terpengaruh seperti petani tembakau dan cengkeh.

“Ilustrasi 40% berupa peringatan itu kan sudah berjalan lama dan sudah dilakukan pengusaha. Jadi sudah ada tanda bahwa rokok itu bahaya,” paparnya.

Baca Juga:
Aturan Cukai Minuman Manis Digodok, DPR Beberkan PR Pemerintah

Selain itu, porsi ilustrasi peringatan yang dominan dan wacana kemasan polos diprediksi akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Pasalnya, tidak ada pembeda yang signifikan dari seragamnya kemasan rokok kecuali ditelisik lebih jauh dari pita cukai.

“Kemasan polos bisa saja timbulkan persaingan tidak sehat dengan banyak rokok ilegal. Tentu ini akan memengaruhi produk yang sudah eksis,” imbuh Eddy. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 12 Februari 2025 | 17:17 WIB KEBIJAKAN BEA CUKAI

Beri Asistensi, DJBC Harap Perusahaan Bisa Pertahankan Status AEO

Selasa, 11 Februari 2025 | 10:19 WIB KEBIJAKAN CUKAI

Aturan Cukai Minuman Manis Digodok, DPR Beberkan PR Pemerintah

Minggu, 09 Februari 2025 | 16:30 WIB PMK 11/2025

Kemenkeu Terbitkan PMK Omnibus, Tarif PPN Rokok Tetap 9,9 Persen

Minggu, 09 Februari 2025 | 14:30 WIB PMK 115/2024

PMK 115/2024, Kemenkeu Atur Tugas dan Wewenang Juru Sita Bea dan Cukai

BERITA PILIHAN
Kamis, 13 Februari 2025 | 19:15 WIB PMK 11/2025

Tarif Efektif PPN atas Agunan yang Diambil Alih Tetap 1,1 Persen

Kamis, 13 Februari 2025 | 19:05 WIB FISIP UNIVERSITAS INDONESIA

Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:25 WIB KONSULTASI PAJAK

Ada Insentif PPh Pasal 21 DTP Terbaru, Bagaimana Cara Memanfaatkannya?

Kamis, 13 Februari 2025 | 18:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax Tetap Jalan, DJP Diberi Waktu hingga April untuk Perbaikan

Kamis, 13 Februari 2025 | 17:15 WIB PER-10/PJ/2024

DJP Perbarui Aturan Soal Pembayaran, Penyetoran, dan Restitusi Pajak

Kamis, 13 Februari 2025 | 16:00 WIB KMK 29/2025

Perincian Pemangkasan Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Tarik Diri dari Pembahasan Konvensi Pajak PBB, Ini Sebabnya

Kamis, 13 Februari 2025 | 15:00 WIB PENG-13/PJ.09/2025

Jangan Lupa! Bikin Faktur Pajak Lewat e-Faktur, PKP Perlu Minta NSFP