BERITA PAJAK HARI INI

Soal Pemisahan DJP dari Kemenkeu, Aspek Ini Perlu Jadi Pertimbangan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 22 Oktober 2019 | 08:44 WIB
Soal Pemisahan DJP dari Kemenkeu, Aspek Ini Perlu Jadi Pertimbangan

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemisahan Ditjen Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan mengemuka lagi bersamaan dengan penantian pengumuman susunan kabinet baru pemerintah. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (22/10/2019).

Presiden Jokowi dikabarkan akan membentuk Badan Penerimaan Pajak (BPP) dalam periode kedua kepemimpinannya. Apalagi, rencana tersebut sejatinya sudah dimasukkan dalam rancangan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Bagaimana pendapat pengamat dan pelaku usaha mengenai rencana tersebut? Managing Partner DDTC Darussalam menilai eksekusi atas rencana pembentukan BPP merupakan suatu kebutuhan dalam reformasi pajak yang tengah dilakukan oleh pemerintah.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Selama ini, DJP menjadi lembaga yang berperan dalam merealisasikan sekitar 70% dari total penerimaan negara. Dengan demikian, posisi DJP seharusnya tidak berada di level setingkat eselon I. Otoritas pajak harus naik kelas sehingga menjadi sejajar dengan kementerian.

“Tetapi perlu diingat BPP tetap harus koordinasi dengan Kemenkeu. Makanya, BPP ini lembaga semi independen dan bukan mutlak independen,” kata Darussalam.

Sebagai lembaga semi independen, BPP diyakini tidak lagi terpaku pada birokrasi pemerintah yang kaku dan lamban. Pasalnya, BPP akan mempunyai diskresi atas keuangan, sumber daya manusia (SDM), dan organisasi.

Baca Juga:
Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Selain itu, beberapa media juga menyoroti terkait pergantian posisi Dirjen Pajak. Seperti diketahui, Robert Pakpahan akan memasuki masa pensiun per awal bulan depan. Artinya, posisinya sebagai Dirjen Pajak efektif hanya sampai 31 Oktober 2019.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Skema Komisioner

Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat BPP diperlukan untuk memperbaiki kinerja penerimaan pajak yang sejak 2008 tidak pernah mencapai target. Dia pun menyarankan agar struktur pimpinan di BPP menggunakan skema komisioner.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

“Bentuk komisioner ini banyak diadopsi oleh banyak negara. Nantinya ada perwakilan dari pengusaha, asosiasi, akademisi, dan pemerintah. Ini representasi dari beberapa stakeholder,” katanya.

  • Tidak Rumit

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center Ajib Hamdani berpendapat sudah sewajarnya BPP dibentuk karena penerimaan pajak menyumbang lebih dari 70% penerimaan negara. Dengan adanya BPP, aspek perpajakan diharapkan tidak lagi rumit.

Dengan adanya diskresi yang dimiliki, BPP bisa lebih bisa mendengar dan langsung merespons suara wajib pajak – terutama pengusaha – terkait berbagai kendala. Dengan demikian. Otoritas tidak hanya fokus pada teknis penegakan hukum untuk mendapatkan penerimaan.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun
  • Dirjen Pajak Baru

Seperti diberitakan Bisnis Indonesia, Keputusan Presiden (Keppres) soal penunjukkan Dirjen Pajak yang baru sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo. Suryo Utomo, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak disebut-sebut menjadi kandidat terkuat. Namun hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah terkait pengganti Robert Pakpahan.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan hingga saat ini Robert Pakpahan masih terus menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai Dirjen Pajak. Hari ini, Robert diagendakan berada dalam gelaran rapat tahunan Study Group on Asian Tax Administration and Research (SGATAR).

  • Global Bond

Pemerintah akan membatasi penerbitan global bond. Pasalnya, menurut Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Loto S. Ginting, penerbitan global bond yang banyak dalam waktu pendek akan berdampak pada pengeluaran utang bruto.

Saat ini, pemerintah terus mengkaji rencana penerbitan global bond pada 2020. Salah satu instrumen yang dirilis adalah diaspora bond. Ini adalah surat utang negara yang ditujukan untuk warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri atau warga negara asing yang memiliki keturunan Indonesia. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

16 November 2019 | 07:49 WIB

judul aspek yg menjadi pertimbangan pemisahan DJP dari kemkeu, ulasan nya dengan global bond, maaf mau nanya apa ya hubungannya?

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra