UU HKPD

Simak Lagi, Begini Aturan Baru Pajak PBB-P2 Sesuai UU HKPD

Redaksi DDTCNews | Rabu, 31 Januari 2024 | 18:12 WIB
Simak Lagi, Begini Aturan Baru Pajak PBB-P2 Sesuai UU HKPD

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - UU HKPD turut memuat ketentuan baru terkait dengan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang mulai berlaku sejak 5 Januari 2024.

Sesuai dengan Pasal 189 UU HKPD, dengan berlakunya UU HKPD, UU PDRD dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan demikian, ketentuan terkait dengan PBB-P2 yang berlaku saat ini berdasarkan pada UU HKPD.

“PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,” bunyi penggalan Pasal 1 UU HKPD, dikutip pada Rabu (31/1/2024).

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Sesuai dengan Pasal 42 UU HKPD, besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2. Secara umum, skema ini tidak berbeda dengan ketentuan dalam ketentuan terdahulu.

Tarif PBB-P2

Namun demikian, perbedaan terlihat pada ketentuan tarif dan dasar pengenaan PBB-P2. Untuk tarif, sesuai dengan Pasal 41 ayat (1) UU HKPD, ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5%. Batas atas itu naik dari ketentuan terdahulu (dalam UU PDRD), yakni paling tinggi 0,3%.

Kemudian, UU HKPD juga mengamanatkan penetapan tarif lebih rendah untuk PBB-P2 atas lahan produksi pangan dan ternak dibandingkan tarif untuk lahan lainnya. Hal ini tidak diatur sebelumnya dalam UU PDRD. Adapun tarif PBB-P2 ditetapkan dengan peraturan daerah (perda).

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Dasar Pengenaan PBB-P2

Untuk dasar pengenaan PBB-P2, UU HKPD memberikan fleksibilitas bagi pemerintah daerah (pemda). Sesuai dengan Pasal 40 ayat (1) UU HKPD, dasar pengenaan PBB-P2 adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Adapun NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.

Berdasarkan pada Pasal 40 ayat (5) UU HKPD, NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).

Ketentuan rentang 20%-100% terkait dengan NJOP yang digunakan untuk penghitungan PBB-P2 itu sebelumnya tidak ada dalam UU PDRD. Artinya, secara sederhana dalam ketentuan terdahulu, besaran penghitungan PBB-P2 menggunakan NJOP 100%.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

NJOPTKP ditetapkan paling sedikit sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. Jika wajib pajak memiliki/menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOPTKP hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.

Pasal 40 ayat (6) UU HKPD memuat ketentuan penetapan NJOP setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Ketentuan ini tidak berubah dari pengaturan terdahulu dalam UU PDRD.

“Besaran NJOP ditetapkan oleh kepala daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 … diatur dengan peraturan menteri.” bunyi Pasal 40 ayat (7) dan (8) UU HKPD.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

Berdasarkan pada Pasal 43 UU HKPD, tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada 1 Januari. Tempat PBB-P2 yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek PBB-P2.

Objek PBB-P2

Sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) UU HKPD, objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

“Bumi … termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan,” bunyi penggalan Pasal 38 ayat (2) UU HKPD.

Baca Juga:
Tagih Utang PBB, Kejaksaan Berhasil Kumpulkan Rp767 Juta dari WP

Adapun yang dikecualikan dari objek PBB-P2 adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:

  • bumi dan/atau bangunan kantor pemerintah, kantor pemda, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
  • bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
  • bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  • bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri;
  • bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (mass rapid transit), lintas raya terpadu (light rail transit), atau yang sejenis;
  • bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah; dan
  • bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2

Berdasarkan pada Pasal 39 ayat (1) UU HKPD, subjek pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Wajib pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP