JUDICIAL REVIEW

Sidang Perdana Uji Materi UU Tax Amnesty Digelar

Redaksi DDTCNews | Rabu, 24 Agustus 2016 | 18:06 WIB
Sidang Perdana Uji Materi UU Tax Amnesty Digelar

JAKARTA, DDTCNews – Mahkamah Konstitusi (MK) sore ini menggelar sidang perdana uji materi atau judicial review atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap UUD Tahun 1945.

Pada sidang tersebut, Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi l Dewa Gede Palguna, Anwar Usman dan Aswanto tersebut memberikan saran perbaikan. Palguna meminta agar pemohon memperbaiki kedudukan hukum permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU MK.

“Ada perbedaan kedudukan hukum untuk pemohon perseorangan dengan LSM. Jadi, ini harus diperbaiki. Para pengacara ini sudah tahu ya, kalau kedudukan hukum tidak jelas bisa (diputus) NO (niet ontvankelijk verklaard),” ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Rabu (24/8).

Baca Juga:
Uji Materiil soal Gugatan Pajak, Hakim MK Minta Permohonan Diperinci

Aswanto pun turut menegaskan bahwa pemohon perseorangan yang masih sebagai pelajar harus dijelaskan terlebih dulu kedudukan hukumnya.

“Bagaimana pemohon akan membuktikan kedudukan hukumnya sebagai pelajar yang terlanggar hak konstitusionalnya akibat UU Pengampunan Pajak? Apa dengan NPWP? Ini perlu diperhatikan,” jelasnya.

Terkait perbaikan permohonan ini, Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon judicial review untuk melakukan beberapa perbaikan yang perlu diperhatikan.

Baca Juga:
WP Ajukan Uji Materi Aturan Pengurangan, Pembatalan, dan Gugatan Pajak

Tiga Perkara Sidang

Sebagai informasi, sidang pemeriksaan perdana ini meliputi tiga perkara dengan nomor registrasi 57IPUU-XIV/2016, 58/PUU-XlV/2016 dan 59/PUU-XIV/2016.

Perkara 57/PUU-XlV/2016 dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat lndonesia sebagai Pemohon l, Samsul Hidayat sebagai Pemohon ll dan Abdul Kodir Jailani sebagai Pemohon lll yang mempersoalkan ketentuan pasal 1 angka 1, pasal 1 angka 7, pasal 3 ayat (1), pasal 4, pasal 5, pasal 11 ayat (2) (3), dan (5) pasal 19 ayat (1) dan (2) pasal 21 ayat (2) pasal 22 serta pasal 23 UU Pengampunan Pajak.

Baca Juga:
Banyak Pasal Inkonstitusional, MK Minta UU Ketenagakerjaan Direvisi

Pemohon yang meliputi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perseorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ini menganggap ketentuan "a quo" yang bersifat diskriminatif, dengan memberi perbedaan kedudukan sebagai wajib pajak (WP) patuh pajak dengan WP tidak patuh

Hal tersebut dinilai telah merusak keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena memberikan keistimewaan kepada WP tidak patuh pajak mulai dari pembebasan sanksi administrasi, tidak adanya proses pemeriksaan, hingga dihapusnya sanksi pidana.

Perihal kedua, pada nomor registrasi 58/PII-XUV/2016, Yayasan Satu Keadilan menilai ada pergeseran secara filosofis. Sebelumnya perpajakan yang bersifat memaksa, kini bersifat kompromis pada sistem pengampunan pajak tersebut.

Baca Juga:
Ahli dari Pemerintah Sebut Pajak Hiburan 40 - 75 Persen Sudah Adil

Pemaknaan kalimat pada ketentuan a quo juga turut dipermasalahkan yang mengenai "tidak dapat dilaporkan, digugat, penyelidikan, penyidikan, maupun dituntut, baik secara perdata maupun secara pidana dalam melaksanakan tugas." Kalimat itu dinilai bersifat imunitas oleh beberapa pihak tertentu.

Pihak-pihak tersebut meliputi Menteri Keuangan, Pegawai Menteri Keuangan, serta pihak lain yang turut serta melaksanaan program pengampunan pajak. Kewenangan yang tanpa pengawasan dan evaluasi dari masyarakat yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu, pada nomor registrasi 59/PUU-XIV/2016 yang menjadi perihal terakhir, menilai bahwa pemberian keistimewaan atau keringanan dalam hal perpajakan berlawanan dengan ketentuan konstitusi mengenai perpajakan yang seharusnya lebih bersifat memaksa.

Baca Juga:
Ahli Pemerintah Sebut Tarif 40-75% untuk Jasa Spa Tidak Diskriminatif

Namun, sifat perpajakan yang seharusnya memaksa kini melemah dengan ketentuan a quo. Bahkan sangat berpotensi menimbulkan ketidakadilan atau diskriminatif pada masyarakat, khususnya kepada pengemplang pajak.

Program pengampunan pajak yang seolah memberlakukan sanksi kepada WP tidak patuh, justru diampuni dengan hanya membayar denda yang tarifnya sangat rendah. Hingga, masyarakat berekonomi rendah pun dikenakan tarif yang sama dengan pengemplang pajak yang berekonomi tinggi. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 18:33 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Uji Materiil Pengurangan, Pembatalan, Gugatan Pajak Lanjut Pekan Depan

Senin, 09 Desember 2024 | 17:00 WIB UJI MATERIIL

Uji Materiil soal Gugatan Pajak, Hakim MK Minta Permohonan Diperinci

Jumat, 06 Desember 2024 | 18:00 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

WP Ajukan Uji Materi Aturan Pengurangan, Pembatalan, dan Gugatan Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?