JUDICIAL REVIEW

Sidang Perdana Uji Materi UU Tax Amnesty Digelar

Redaksi DDTCNews | Rabu, 24 Agustus 2016 | 18:06 WIB
Sidang Perdana Uji Materi UU Tax Amnesty Digelar

JAKARTA, DDTCNews – Mahkamah Konstitusi (MK) sore ini menggelar sidang perdana uji materi atau judicial review atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak terhadap UUD Tahun 1945.

Pada sidang tersebut, Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi l Dewa Gede Palguna, Anwar Usman dan Aswanto tersebut memberikan saran perbaikan. Palguna meminta agar pemohon memperbaiki kedudukan hukum permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UU MK.

“Ada perbedaan kedudukan hukum untuk pemohon perseorangan dengan LSM. Jadi, ini harus diperbaiki. Para pengacara ini sudah tahu ya, kalau kedudukan hukum tidak jelas bisa (diputus) NO (niet ontvankelijk verklaard),” ujarnya di Gedung MK, Jakarta, Rabu (24/8).

Baca Juga:
Ahli dari Pemerintah Sebut Pajak Hiburan 40 - 75 Persen Sudah Adil

Aswanto pun turut menegaskan bahwa pemohon perseorangan yang masih sebagai pelajar harus dijelaskan terlebih dulu kedudukan hukumnya.

“Bagaimana pemohon akan membuktikan kedudukan hukumnya sebagai pelajar yang terlanggar hak konstitusionalnya akibat UU Pengampunan Pajak? Apa dengan NPWP? Ini perlu diperhatikan,” jelasnya.

Terkait perbaikan permohonan ini, Majelis Hakim memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon judicial review untuk melakukan beberapa perbaikan yang perlu diperhatikan.

Baca Juga:
Ahli Pemerintah Sebut Tarif 40-75% untuk Jasa Spa Tidak Diskriminatif

Tiga Perkara Sidang

Sebagai informasi, sidang pemeriksaan perdana ini meliputi tiga perkara dengan nomor registrasi 57IPUU-XIV/2016, 58/PUU-XlV/2016 dan 59/PUU-XIV/2016.

Perkara 57/PUU-XlV/2016 dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat lndonesia sebagai Pemohon l, Samsul Hidayat sebagai Pemohon ll dan Abdul Kodir Jailani sebagai Pemohon lll yang mempersoalkan ketentuan pasal 1 angka 1, pasal 1 angka 7, pasal 3 ayat (1), pasal 4, pasal 5, pasal 11 ayat (2) (3), dan (5) pasal 19 ayat (1) dan (2) pasal 21 ayat (2) pasal 22 serta pasal 23 UU Pengampunan Pajak.

Baca Juga:
Jelang Penyatuan Atap Pengadilan Pajak, Lokasi Sidang Bakal Ditambah

Pemohon yang meliputi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perseorangan Warga Negara Indonesia (WNI) ini menganggap ketentuan "a quo" yang bersifat diskriminatif, dengan memberi perbedaan kedudukan sebagai wajib pajak (WP) patuh pajak dengan WP tidak patuh

Hal tersebut dinilai telah merusak keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Karena memberikan keistimewaan kepada WP tidak patuh pajak mulai dari pembebasan sanksi administrasi, tidak adanya proses pemeriksaan, hingga dihapusnya sanksi pidana.

Perihal kedua, pada nomor registrasi 58/PII-XUV/2016, Yayasan Satu Keadilan menilai ada pergeseran secara filosofis. Sebelumnya perpajakan yang bersifat memaksa, kini bersifat kompromis pada sistem pengampunan pajak tersebut.

Baca Juga:
Uji Materiil Pajak Hiburan, Kemenkeu: Pemda Bisa Beri Keringanan

Pemaknaan kalimat pada ketentuan a quo juga turut dipermasalahkan yang mengenai "tidak dapat dilaporkan, digugat, penyelidikan, penyidikan, maupun dituntut, baik secara perdata maupun secara pidana dalam melaksanakan tugas." Kalimat itu dinilai bersifat imunitas oleh beberapa pihak tertentu.

Pihak-pihak tersebut meliputi Menteri Keuangan, Pegawai Menteri Keuangan, serta pihak lain yang turut serta melaksanaan program pengampunan pajak. Kewenangan yang tanpa pengawasan dan evaluasi dari masyarakat yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Selain itu, pada nomor registrasi 59/PUU-XIV/2016 yang menjadi perihal terakhir, menilai bahwa pemberian keistimewaan atau keringanan dalam hal perpajakan berlawanan dengan ketentuan konstitusi mengenai perpajakan yang seharusnya lebih bersifat memaksa.

Baca Juga:
Kemenkeu: Spa Bukan Basic Needs, Layak Dikenai Pajak Lebih Tinggi

Namun, sifat perpajakan yang seharusnya memaksa kini melemah dengan ketentuan a quo. Bahkan sangat berpotensi menimbulkan ketidakadilan atau diskriminatif pada masyarakat, khususnya kepada pengemplang pajak.

Program pengampunan pajak yang seolah memberlakukan sanksi kepada WP tidak patuh, justru diampuni dengan hanya membayar denda yang tarifnya sangat rendah. Hingga, masyarakat berekonomi rendah pun dikenakan tarif yang sama dengan pengemplang pajak yang berekonomi tinggi. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 01 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJI YUDISIAL

Ahli dari Pemerintah Sebut Pajak Hiburan 40 - 75 Persen Sudah Adil

Rabu, 11 September 2024 | 13:30 WIB UJI MATERIIL

Ahli Pemerintah Sebut Tarif 40-75% untuk Jasa Spa Tidak Diskriminatif

Rabu, 04 September 2024 | 16:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Jelang Penyatuan Atap Pengadilan Pajak, Lokasi Sidang Bakal Ditambah

Jumat, 30 Agustus 2024 | 18:45 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Pajak Hiburan 40-75% Tak Ada di Naskah Akademik, Ahli: Tidak Saintifik

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN UTARA

Adakan Pemutihan Pajak Kendaraan, Pemprov Targetkan Raup Rp105 Miliar

Rabu, 23 Oktober 2024 | 10:00 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Beberkan Alasan Pembentukan Badan Aspirasi Masyarakat

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:45 WIB DPR RI

Said Abdullah Kembali Terpilih Jadi Ketua Banggar DPR

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 23 OKTOBER 2024 - 29 OKTOBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Menguat Atas Nyaris Semua Mata Uang Mitra

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024