Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Majelis hakim pada Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemohon bernama Surianingsih untuk memperbaiki permohonan pengujian materiil atas Pasal 36 ayat (1) huruf b dan c UU KUP perihal pengurangan atau pembatalan, sekaligus atas Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan Pajak mengenai gugatan.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan pemohon harus memberikan justifikasi yang lebih jelas mengapa wajib pajak yang mengajukan pengurangan, pembatalan, atau gugatan perlu diberi hak untuk menunda pembayaran pajak layaknya wajib pajak yang mengajukan keberatan atau banding.
"Ada perlakuan yang berbeda, tetapi Saudara tidak menjelaskan ini lebih detail. Perlu dibuat lebih detail mengenai, misalnya, tentang penundaan itu seperti apa perlakuan yang berbeda sehingga menimbulkan kerugian," katanya kepada Cuaca selaku kuasa hukum dari pemohon, Senin (9/12/2024).
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta pemohon mengelaborasi ketidakpastian hukum yang timbul akibat perbedaan perlakuan antara wajib pajak yang mengajukan pengurangan, pembatalan, atau gugatan dan wajib pajak yang mengajukan keberatan atau banding.
"Itu coba Saudara elaborasi lebih lanjut lagi, mengapa tiba-tiba Saudara minta itu [pengurangan, pembatalan, atau gugatan] untuk disamakan dengan pola yang ada di dalam Pasal 25 dan 27 [keberatan dan banding]," ujarnya.
Kemudian, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah juga meminta kepada pemohon untuk menjelaskan mengapa hak penundaan pembayaran pajak selama 1 bulan sejak terbitnya surat keputusan pengurangan/pembatalan atau putusan gugatan perlu diberikan kepada wajib pajak yang mengajukan pengurangan, pembatalan, atau gugatan.
Menurut Guntur, perlu ada justifikasi yang jelas mengenai mengapa hak untuk menunda pembayaran pajak dengan waktu 1 bulan juga perlu diberikan kepada wajib pajak yang mengajukan pengurangan, pembatalan, atau gugatan.
"Apa justifikasi Saudara untuk mengatakan bahwa itu pantas atau layak 1 bulan itu? Nah, itu contoh-contoh untuk men-challenge diri sendiri dalam kaitannya dengan amar putusan yang saudara kehendaki," tuturnya.
Sebagai informasi, pemohon melakukan pengujian materiil atas Pasal 36 ayat (1) huruf b dan c UU KUP sekaligus atas Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan Pajak karena kedua pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak mampu memberikan kepastian hukum, jaminan perlindungan hukum, dan rasa keadilan.
Menurut pemohon, ketidakpastian hukum timbul karena jangka waktu pelunasan pajak bagi wajib pajak yang mengajukan pengurangan, pembatalan, atau gugatan tak tertangguh layaknya wajib pajak yang mengajukan keberatan atau banding.
Agar tidak timbul diskriminasi hukum, jangka waktu pelunasan pajak bagi wajib pajak yang mengajukan permohonan pengurangan, pembatalan, atau gugatan seharusnya juga ditangguhkan hingga paling lambat 1 bulan sejak keputusan pengurangan/pembatalan atau sejak putusan gugatan.
Dalam petitumnya, pemohon meminta ke MK untuk menyatakan frasa '…mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar' dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pemohon juga meminta MK untuk menyatakan frasa '…mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar' dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Terakhir, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan Pajak yang berbunyi 'Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.