Gedung Mahkamah Konstitusi.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) mendorong pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk memisahkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dari UU 6/2023 tentang Cipta Kerja.
Dalam Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023, MK berpandangan UU Ketenagakerjaan perlu diperbarui, sekaligus dipisahkan dari UU Cipta Kerja dalam rangka mengurai ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan dalam UU Ketenagakerjaan.
"Waktu paling lama 2 tahun dinilai oleh MK cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU 13/2003 dan UU 6/2023," bunyi pertimbangan hukum dalam putusan MK, dikutip pada Jumat (1/11/2024).
Setidaknya terdapat 3 alasan UU Ketenagakerjaan perlu diperbarui. Pertama, MK berpandangan UU Ketenagakerjaan sudah tidaklah utuh mengingat banyak pasal dan ayat dalam undang-undang tersebut yang dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK.
Kedua, MK melihat adanya potensi perhimpitan antara norma dalam UU Ketenagakerjaan yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan norma dalam UU Cipta Kerja yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Perhimpitan tersebut terjadi karena sejumlah norma dalam UU Ketenagakerjaan memiliki keterkaitan erat dengan materi-materi UU Ketenagakerjaan yang diubah melalui UU Cipta Kerja.
Ketiga, MK mendapati adanya fakta bahwa ada sejumlah materi dalam PP Ketenagakerjaan yang dibuat tanpa adanya delegasi dari UU Cipta Kerja. Bahkan, terdapat beberapa materi dalam PP Ketenagakerjaan yang seharusnya ditempatkan dalam undang-undang.
Misal, PP Ketenagakerjaan memiliki klausul yang membatasi hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban pengusaha. Menurut MK, pembatasan hak dan kewajiban warga negara dalam PP tersebut seharusnya diatur dalam undang-undang, bukan PP.
"Merujuk Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, pembatasan hanya dapat dilakukan dengan produk hukum berupa undang-undang," tulis MK dalam pertimbangan hukumnya.
Bila tidak ada perbaikan, perhimpitan antara norma dalam UU Ketenagakerjaan dan norma dalam UU Cipta Kerja berpotensi mengancam perlindungan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara.
"Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan," tulis MK.
Seperti diketahui, MK melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa 21 pasal dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja bersifat inkonstitusional bersyarat.
Secara umum, pasal-pasal yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK tersebut berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), penggunaan tenaga kerja outsourcing, pengupahan, pemutusan hubungan kerja, serta pesangon. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.