Ilustrasi gedung Kantor Pusat DJBC.
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan bea dan cukai hingga akhir November 2019 masih sekitar 84,43% dari target dalam APBN. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (18/12/2019).
Realisasi penerimaan negara yang menjadi tanggung jawab Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) hingga akhir Oktober 2019 tercatat senilai Rp176,30 triliun atau tumbuh 6,94% secara tahunan. Dengan target senilai Rp208,82 triliun, masih ada kekurangan sekitar Rp32,52 triliun hingga akhir tahun.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro mengatakan penerimaan masih didominasi oleh cukai rokok. Dia optimistis akan ada peningkatan penerimaan di akhir tahun karena kenaikan produksi serta pemesanan dan pelunasan pita cukai rokok.
“Ini akibat kebijakan relaksasi pelunasan pita cukai rokok kredit [sampai Desember] dan efektivitas program penertiban cukai berisiko tinggi,” katanya.
Selain itu, ada pula bahasan mengenai pemberian insentif super tax deduction untuk kegiatan vokasi serta penelitian dan pengembangan (litbang). Hingga saat ini, sudah ada beberapa wajib pajak yang tertarik untuk menggunakan insentif untuk kegiatan vokasi.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Teknik dan Fasilitas Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan langkah borong pita cukai (forestalling) di akhir tahun akan terjadi mengingat ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rata tertimbang sebesar 23%.
Apalagi, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152/PMK.010/2019 disebutkan pita cukai yang telah dipesan dengan tarif lama tetap dapat dilekatkan paling lambat sampai dengan 1 Februari 2020. Dengan demikian, pelaku usaha masih bisa membeli pita cukai dan menikmati tarif yang lama hingga satu bulan awal pada tahun depan.
Biasanya, rata-rata pelunasan pita cukai mencapai Rp11 triliun – Rp 12 triliun per bulan. Dengan adanya forestalling, akan ada kenaikan sekitar 45% dari waktu normal bulanan. Selain itu, DJBC juga gencar melakukan aksi penindakan beberapa penyelundupan barang ilegal untuk mengoptimalkan penerimaan.
Sampai dengan saat ini, insentif super tax deduction yang sudah mulai dimanfaatkan adalah insentif untuk kegiatan vokasi. Selain memang aturan turunan insentif untuk litbang yang belum keluar, kondisi tersebut dinilai wajar karena pada prinsipnya perusahaaan memiliki program pengembangan pegawai dalam perusahaan.
“Sementara, kegiatan litbang membutuhkan investasi besar dan rencana jangka panjang,” ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Simak wawancara Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengaturan terkait kebijakan pajak atas transaksi layanan digital akan dijabarkan dalam omnibus law perpajakan. Hal ini akan melengkapi pengaturan perdagangan elektronik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Beleid tersebut, menurut Suryo, sudah memiliki arah kebijakan yang menganut prinsip significant economic presence. Hal tersebut diatur dalam pasal 7 yang menyebutkan pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen Indonesia dianggap memenuhi kehadiran fisik dengan beberapa kriteria.
“Jadi PP No.80/2019 secara khusus soal perdagangan elektronik dan itu nanti akan diatur secara teknis bagaimana perumusan BUT itu dalam omnibus law perpajakan,” kata Suryo. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.