DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Dian Kurniati | Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:35 WIB
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji dalam DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024, Kamis (17/10/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak dinilai perlu mengantisipasi dan menyusun langkah mitigasi terhadap agenda optimalisasi penerimaan pajak oleh pemerintah yang baru.

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memiliki agenda untuk meningkatkan pendapatan negara, yang utamanya bakal ditopang oleh pajak. Dengan pemerintah yang baru ini, pengaruh faktor politik dalam kebijakan pajak juga diproyeksi meningkat.

"Hari-hari ini cukup krusial bagi kita sebagai wajib pajak. Kalau dilihat dari aspek kebijakan pajak ke depan, sebenarnya akan sangat dipengaruhi oleh faktor politik," kata Bawono dalam DDTC Exclusive Gathering: Tax Update 2024, Kamis (17/10/2024).

Baca Juga:
Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Bawono mengatakan pergantian pemerintahan biasanya akan sejalan dengan perubahan arah kebijakan pajak. Berkaca pada pergantian pemerintah 10 tahun lalu, saat itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut membawa agenda pajak yang baru. Dia memutuskan menaikkan target penerimaan pajak ketika awal menjabat.

Kini, pasangan Prabowo-Gibran juga sudah menyiapkan agenda pajak untuk pemerintahannya. Beberapa arah kebijakan pada tahun depan, antara lain dapat terbaca pada UU APBN 2025 yang telah disahkan oleh DPR.

Dengan formasi menteri keuangan dan wakil menteri keuangan yang diproyeksikan tidak banyak berubah, kebijakan dalam APBN 2025 pun diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Hanya saja, ada sejumlah agenda perpajakan yang diusung oleh Prabowo-Gibran yang perlu menjadi sororotan, terutama rencana untuk menaikkan rasio pendapatan negara menjadi 23%. Sementara pada 2023, posisi tax ratio baru mencapai setengahnya, yakni 10,12%. Adapun untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP), berpeluang menambah penerimaan sekitar 1,5% hingga 2% PDB.

Target pendapatan negara dalam UU APBN 2025 juga dipatok mencapai senilai Rp3.005,13 triliun, sebuah rekor baru karena menyentuh Rp3.000 triliun. Target ini terutama akan dikontribusikan oleh penerimaan perpajakan yang mencapai Rp2.490,9 triliun, terdiri atas penerimaan pajak Rp2.189,3 triliun dan kepabeanan dan cukai Rp301,6 triliun. Sedangkan target PNBP, senilai Rp513,63 triliun.

"Konsepsi bahwa penerimaan pajak akan digenjot perlu menjadi kewaspadaan kita bersama, mengingat ada keinginan spending lebih besar yang harus ditutup dengan kesediaan dana yang cukup, termasuk dari pajak," ujarnya.

Baca Juga:
Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Dalam mencapai target pendapatan negara sebesar 23% terhadap PDB, Bawono memperkirakan kegiatan ekstensifikasi akan terus digencarkan mengingat wajib pajak terdaftar saat ini baru 72 juta. Di sisi lain, penerimaan dari beberapa jenis pajak dan sektor usaha juga berpotensi lebih dioptimalkan.

Berdasarkan tren beberapa tahun terakhir, penerimaan pajak utamanya ditopang oleh PPN dalam negeri, PPh badan, dan PPN impor. Data ini mengindikasikan PPN dan PPh badan masih akan menjadi primadona dalam optimalisasi penerimaan pajak ke depan.

Kemudian, penerapan withholding tax di Indonesia juga masih sangat besar, mencapai 91% hingga 92%, sehingga wajib pajak badan memiliki beban untuk mengadministrasikan pajak yang dipotong untuk orang lain. Oleh karena itu, wajib pajak perlu mengelola risiko seperti salah potong atau setor pajak.

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Mengenai sektor usaha, penerimaan pajak terutama bertumpu pada sektor industri pengolahan, perdagangan, pertambangan, jasa konstruksi, dan jasa keuangan. Sementara, kontribusi pajak pada beberapa sektor masih sangat kecil seperti jasa pendidikan, akomodasi dan makan minum, pertanian, serta konstruksi dan real estat.

Di sisi lain, wajib pajak dinilai perlu mengantisipasi setiap kebijakan pajak baru yang dijalankan. Misal, kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang keputusannya akan diambil oleh pemerintah Prabowo.

"Dari sisi PPN sepertinya akan banyak variasi kebijakannya. Wajib pajak perlu mewaspadai karena ada godaan besar [meningkatkan penerimaan] dari sisi PPN dengan kenaikan tarif atau memodifikasi threshold pengusaha kena pajak," imbuhnya.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Bawono menyebut wajib pajak juga perlu mengantisipasi rencana implementasi coretax administration system yang diperkirakan bakal berimplikasi pada berbagai proses bisnis di bidang pajak. Selain itu, terdapat kebijakan teknis pajak lainnya pada 2025 yang penting menjadi perhatian antara lain kegiatan penegakan hukum, prioritas pengawasan atas wajib pajak high wealth individual (HWI), peningkatan kerja sama perpajakan internasional, pemanfaatan forensik digital, serta pemberian insentif fiskal yang terarah dan terukur.

Sebagai informasi, DDTC melaksanakan Exclusive Gathering sebagai rangkaian acara HUT ke-17, dengan mengundang puluhan klien yang berasal dari berbagai sektor.

Ke depan, kegiatan gathering serta acara serupa akan digelar secara berkala oleh DDTC. Hal ini dikarenakan pelaksanaan satu kali acara belum tentu dapat mencakup seluruh klien serta stakeholder lainnya.

Forum yang tidak terlalu besar, tetapi dilakukan secara berkesinambungan diharapkan lebih efektif dalam memberikan gambaran terkini terkait dengan perkembangan perpajakan dan upaya antisipasinya kepada seluruh klien serta stakeholder lainnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen