Kepala KPP Madya Dua Jakarta Selatan II Kurniawan.
KPP Madya Dua Jakarta Selatan II baru saja dibentuk pada 24 Mei 2021. Pembentukan kantor pajak di bawah Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Jakarta Selatan II ini bersamaan dengan 17 KPP Madya baru lain dalam momentum reorganisasi instansi vertikal DJP.
Sebagai KPP Madya baru, konsolidasi internal menjadi prioritas utama sebelum menghadapi tantangan pengamanan penerimaan pajak. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah sumber daya manusia (SDM).
Hal tersebut diungkapkan Kepala KPP Madya Dua Jakarta Selatan II Kurniawan saat diwawancarai DDTCNews belum lama ini. Kurniawan juga bercerita mengenai beberapa prioritas kebijakan, termasuk pengawasan, yang sedang dan akan dijalankan. Berikut petikannya:
Bagaimana cerita lahirnya KPP Madya Dua Jakarta Selatan II?
KPP Madya Dua Jakarta Selatan II dibentuk tidak khusus berdiri sendiri. Ini bagian dari reorganisasi DJP yang dituntut selalu adaptif dalam merespons perubahan-perubahan yang terjadi. Pimpinan mendesain metode baru yang lebih efektif dalam mengelola wajib pajak.
Sebenarnya metode ini sudah mulai diterapkan pada 2020, khususnya dalam pengelolaaan wajib pajak strategis yang semula direncanakan bersamaan dengan pembentukan KPP Madya baru. Namun, karena adanya pandemi, tertunda dan baru dapat direalisasikan pada 24 Mei 2021. Jadi, KPP Madya Dua Jakarta Selatan II ini merupakan bagian dari pembentukan 18 KPP Madya baru.
Tambahan 18 KPP Madya baru ini, ditambah 20 KPP yang sudah ada sebelumnya [sehingga menjadi 38 KPP Madya], diharapkan mampu berkontribusi minimal 33,79% dalam struktur penerimaan nasional. Sebelumnya sebesar 19,53%. Ditambah dengan KPP Khusus dan KPP Wajib Pajak Besar, diharapkan bisa mengamankan 80%-85% dari target penerimaan nasional.
Apabila KPP Madya, KPP Khusus, dan KPP Wajib Pajak Besar dapat dikelola dengan baik, ditambah dengan KPP Pratama yang lebih fokus melakukan kegiatan pengawasan wajib pajak secara kewilayahan, maka pencapaian target penerimaan secara nasional diyakini dapat direalisasikan.
Dengan struktur baru ini, fungsi KPP Madya dibedakan dengan KPP Pratama. Konsep KPP Pratama saat ini difokuskan pada penugasan kewilayahan yang meliputi penguasaan informasi, pendataan, dan pemetaan subjek dan objek pajak.
Sementara KPP Madya, KPP Khusus, dan KPP Wajib Pajak Besar lebih difokuskan pada pengawasan wajib pajak strategis. Perubahan yang terjadi sejalan dengan komitmen DJP untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak.
Bagaimana pembagian wajib pajaknya?
Sebagian wajib pajak strategis di lingkungan Kanwil Jakarta Selatan II masuk dalam administrasi KPP Madya Jakarta Selatan II. Sebagian lagi diadministrasikan di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II. Di sini, di KPP Madya Dua, mayoritas wajib pajak merupakan eks wajib pajak KPP Pasar Minggu, Cilandak, Pesanggrahan, Jagakarsa, Kebayoran Lama, dan sebagian Kebayoran Baru.
Terdapat perbedaan yang signifikan dengan KPP Madya sebelum reorganisasi 24 Mei 2021 yang hanya mengadministrasikan wajib pajak badan. Saat ini, KPP Madya juga mengadministrasikan wajib pajak orang pribadi, terutama wajib pajak HNWI (high net worth individual).
Khususnya lagi yang memang berhubungan dengan wajib pajak badan terdaftar di sini. Jadi, kami kumpulkan semua di sini. Misalnya, wajib pajak badan A pemegang sahamnya siapa saja? Kalau tinggal di wilayah yang sama maka terdaftar di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II.
Tujuannya adalah memberikan kemudahan koordinasi dan efektivitas pengawasan. Jadi, akan lebih efektif dengan pola seperti itu agar pengawasan lebih komprehensif, bahkan yang satu grup juga dikumpulkan. Sebelumnya, masalah koordinasi data menjadi persoalan karena tersebar. Jadi, jika perlu data harus melalui surat dulu dengan respons yang beragam.
Nah, sekarang dengan terkumpul pada 1 kantor, diusahakan pada 1 seksi serta diampu 1 AR (account representative), kami bisa dengan cepat menelusuri transaksi yang saling berhubungan itu sehingga menjadi lebih efektif.
Sebelum di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II, di mana saja Anda bertugas?
Saya pertama kali ditugaskan di KPP PND Kanwil Khusus pada 1995. Pada 2000 dipromosikan sebagai Kepala Seksi di Kanwil DJP Riau. Kemudian, pada 2003 mutasi kembali ke Kanwil Khusus, tepatnya di KPP Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB).
Dari KPP PMB kembali dipromosikan dan dipercaya untuk memimpin KPP Madya Semarang pada 2007. Dari KPP Madya Semarang, kemudian saya bertugas di KPP Madya Jakarta Timur, KPP PMA Dua, Kabid Keberatan Kanwil Jateng I, KPP Pratama Kebayoran Baru Tiga, dan sekarang diberi amanah untuk memimpin KPP Madya Dua Jakarta Selatan Dua ini.
Lantas, bagaimana konsolidasi awal yang Anda jalankan saat pertama kali menjabat Kepala KPP Madya Dua Jakarta Selatan II?
Hal pertama yang menjadi perhatian adalah SDM. Mapping SDM dari berbagai aspek adalah hal pertama yang saya lakukan. [Mapping] meliputi kapasitas, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja sebelumnya, serta informasi lainnya yang dianggap penting dan relevan. Dengan bekal informasi itu, konsolidasi lebih mudah dilakukan.
Hal terpenting yang harus dibangun untuk memastikan tercapainya tujuan adalah trust. Itu menjadi pondasi utama. Berikutnya adalah komunikasi yang baik.
Saya selalu punya keyakinan bahwa yang terpenting itu adalah SDM. Ketika SDM berhasil dioptimalkan kompetensinya dan didorong pada level yang dibutuhkan organisasi, [memiliki] etos kerja tinggi, [mempunyai] soliditas, dan [dapat] kolaborasi maka sebagai pimpinan boleh optimis apapun penugasan/target yang diberikan dapat diwujudkan.
Hal penting lainnya adalah perlunya menanamkan kepada seluruh pegawai suatu kesadaran bahwa mereka mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam keberlangsungan berbangsa dan bernegara. Mereka punya peran penting menggerakkan DJP dengan kontribusi yang sangat besar dalam APBN, yakni lebih dari 70% [dari total pendapatan negara].
Artinya tidak langsung masuk ke urusan teknis…
Perlu dibangun dulu paradigmanya. Untuk urusan teknis, rasanya tidak sulit ditingkatkan mengingat pegawai Kementerian Keuangan umumnya memiliki kemampuan dasar yang tinggi. Jadi, yang penting itu menyamakan mindset sehingga gerak langkah sama.
Kemudian yang penting lainnya adalah membangun jiwa kompetisi. Perlu karakter petarung yang selalu memegang teguh integritas. Jadi, saya buat kompetisi antarkaryawan dengan cara sederhana melalui evaluasi mingguan.
Dengan evaluasi berkala dan konsisten, dapat diketahui capaian dari setiap pegawai khususnya, AR dan [pegawai dengan jabatan] fungsional. Hal ini akan mendorong mereka untuk terus meningkatkan kinerjanya dan bersaing menjadi yang terbaik. Tidak usah ditegur.
Bagaimana kinerja penerimaan KPP Madya Dua Jakarta Selatan II sejauh ini?
Kami sebetulnya mulai bekerja efektif pada semester II/2021. Sampai dengan saat ini, KPP Madya Dua menjadi KPP dengan pertumbuhan tertinggi se-Jakarta Selatan II dengan capaian pertumbuhan 37%. Ini jauh di atas pertumbuhan nasional.
Pertumbuhan yang terus membaik ini juga sejalan dengan pertumbuhan secara nasional, baik dilihat dari penerimaan per sektor usaha maupun pertumbuhan per jenis pajak.
Bagaimana karakteristik wajib pajak di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II?
Kalau bicara struktur wajib pajak, KPP Madya Dua mengelola 1.583 wajib pajak, dengan komposisi wajib pajak badan sekitar 1.020 dan sisanya wajib pajak orang pribadi. Terdapat 3 sektor dominan yang menjadi penopang utama penerimaan dengan kontribusi hampir 75%, yaitu sektor perdagangan 50%, industri pengolahan 17%, dan jasa keuangan serta asuransi 6%.
Kondisi ini sesungguhnya tidak sehat karena sangat tertumpu pada 3 sektor tersebut. Ketika salah satu sektor itu ada yang 'batuk' misalnya, maka akan berdampak besar terhadap penerimaan secara keseluruhan.
Namun, pada kenyataannya, struktur yang tidak sehat itu justru menguntungkan. Pada saat ini, sektor perdagangan itu sedang tumbuh besar dan itu paralel dengan kinerja pada tingkat nasional.
Secara teori, sektor perdagangan itu segmen yang paling ajek karena apapun keadaannya tetap terjadi aktivitas ekonomi. Mereka ini sektor yang ada di tengah, beda dengan industri. Sektor perdagangan itu tetap bergerak. Itu menjadi keuntungan kami.
Jadi, secara teori, struktur penerimaan belum ideal. Namun, pada saat ini menjadi keuntungan karena 3 sektor usaha itu sama-sama tumbuh positif. Sejauh ini, kinerja penerimaan sangat baik karena ukuran melihat kinerja penerimaan dari pertumbuhannya.
Pada level KPP Pratama sudah fokus pada pengawasan kewilayahan, bagaimana dengan KPP Madya?
Untuk [KPP] Pratama memang sekarang sudah berbasis kewilayahan, tetapi mereka juga punya wajib pajak strategis. Itu sebenarnya merupakan miniatur Madya dengan cara kerja yang sama persis.
Jadi, ketika [KPP] Pratama basis kerjanya wilayah maka pada [KPP] Madya berbasis wajib pajak. Tentu pendekatan yang dominan itu intensifikasi. Jadi, ketika masuk Madya, persoalan data dan analisis menjadi isu yang harus terus dipertajam.
Maka dari itu, agenda peningkatan kapasitas pegawai menjadi penting untuk saya lakukan pada fase awal konsolidasi ini. Untungnya, sekarang kantor pusat sudah mengembangkan banyak aplikasi. Dapat dijadikan contoh. Soal data misalnya. Kalai dulu, kami harus cari sana-sini. Sekarang, tidak perlu lagi.
Sekarang tinggal memastikan bahwa data yang mereka punya itu ditindaklanjuti, dikerjakan sampai tuntas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tugas kami memastikan itu. Makanya saya selalu evaluasi dan review apa saja yang sudah dikerjakan setiap seksi. Untuk pasokan data tidak ada persoalan. Kantor pusat sudah membuat kebijakan dengan berbagai dukungan aplikasi. Itu saja kami kerjakan dengan betul-betul sudah luar biasa bagus hasilnya.
Seperti apa prioritas pengawasan yang dijalankan?
Kalau di KPP Madya saat ini, prioritas pengawasan adalah terhadap wajib pajak yang bisnisnya diuntungkan atau berkembang pesat di tengah pandemi ini.
Bicara pengawasan ujungnya tentu ke penerimaan dan yang paling berpeluang itu orang yang mempunyai kemampuan bayar. Oleh karena itu, fokus kepada [wajib pajak] yang mempunyai uang dengan bisnis yang sedang bagus.
Apakah ada yang lain?
Pengawasan terhadap wajib pajak yang terdapat indikasi [melakukan] transfer pricing. Di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II ini banyak sekali. Wajib pajak grup saja ada sekitar 195-an dengan total perusahaan yang memiliki keterkaitan sekitar 600-an. Itu perlu penanganan yang berbeda. Berikutnya, adalah penanganan yang tepat, khususnya untuk transfer pricing.
Transfer pricing ini sesuatu yang cukup kompleks karena tidak semua AR dan fungsional memiliki kompetensi yang sama. Ada yang expert, ada yang tahu sedikit, dan ada yang tahu sebagian. Padahal, wajib pajak yang terindikasi [melakukan] transfer pricing ini banyak. Nah, menjadi tantangan bagaimana semua ini dapat terkelola dengan baik.
Saya mau gap [kompetensi antarpegawai] itu tidak jauh, khususnya untuk transfer pricing. Makanya di [KPP] Madya Dua [Jakarta Selatan II] dibentuk tim asistensi. Tim ini diberi mandat asistensi karena mempunyai kemampuan yang mumpuni.
Apa tugas tim asistensi tersebut?
Tugas mereka melakukan asistensi penanganan wajib pajak yang dikelola oleh AR dan fungsional yang lain. Dalam penanganan [wajib pajak], tim ini mendampingi tapi tidak mengerjakan. Hanya mengarahkan dan memberikan saran langkah yang perlu dilakukan.
Dengan proses tersebut maka dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat memperkecil gap. Ini karena mereka belajar sambil mengerjakan. Biasanya dengan cara itu, gap dengan tim asistensi ini dapat berkurang. Selain itu, dapat mencapai level pemahaman yang sama dengan 1 atau 2 kali asistensi.
Kalau semua berjalan lancar maka kapasitas cepat meningkat dan ujungnya produktivitas pegawai naik. Ini perlu tahapan dan kami fokus di situ.
Fokus kami berikutnya adalah wajib pajak HNWI dan sektor-sektor tertentu lainnya yang sedang booming. Sekarang harga komoditas juga sedang bagus. Ini bukan soal wajib pajak ditarget, melainkan hanya soal prioritas mengingat begitu bayak yang harus kami kerjakan.
Kalau semua tahapan dan program dapat dilakukan secara optimal dan sesuai rencana, mudah-mudahan target sekitar Rp9,4 triliun dapat direalisasikan.
Apakah ada tren kenaikan pemeriksaan SPT yang mencatatkan lebih bayar?
Karena KPP Madya ini baru efektif beroperasi pada semester II/2021, kami tidak dapat membandingkan dengan tahun lalu. Jadi, pemeriksaan itu ada 2, yaitu yang lebih bayar dan karena pemeriksaan khusus.
Secara teori, yang lebih bayar seharusnya meningkat. Ini karena efek pandemi, banyak yang terdampak sehingga usahanya menurun. Kemudian, ada juga kebijakan pemberian insentif dan sebagainya. Jadi, memang kemungkinan jumlah SPT lebih bayar meningkat.
Untuk pemeriksaan khusus akan lebih difokuskan kepada wajib pajak yang terindikasi [melakukan] transfer pricing, wajib pajak grup, dan wajib pajak yang jenis usahanya sedang booming.
Bagaimana upaya penegakan hukum pada fase awal KPP Madya Dua Jakarta Selatan II?
Penegakan hukum merupakan bagian dari pelaksanaan ketentuan. Artinya, [hal itu] menjadi salah satu cara untuk memastikan wajib pajak melaksanakan ketentuan pajak sebagaimana mestinya. Seharusnya pemeriksaan dikaitkan dengan penegakan hukum dan sekaligus untuk mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Ketika ada wajib pajak melanggar maka harus dipastikan wajib pajak tersebut mendapatkan konsekuensi yang seharusnya. Dampaknya akan besar karena kepatuhan pasti meningkat. Wajib pajak tidak akan berani coba-coba melakukan penyimpangan. Namun, kalau kami gagal mengungkapnya maka menjadi insentif bagi penyimpangan sehingga kepatuhan turun.
Aspek penegakan hukum ini menjadi krusial bagi kepatuhan karena wajib pajak itu punya komunitas. Pengawasan bagus akan berdampak luas karena pesan kami jelas, agar pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Kalau bicara jangka panjang terkait pemeriksaan dan penegakan hukum, itu bukan soal jumlah, melainkan lebih pada kualitas. Pemeriksaan dan penegakan hurus dapat memberi efek atau dampak terhadap kepatuhan. Tidak saja untuk wajib pajak yang diperiksa tapi juga peringatan bagi yang lainnya yang coba untuk tidak patuh.
Menurut Anda, apa tantangan utama pengamanan penerimaan di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II?
Di balik musibah ini pasti ada berkah. Pandemi mengubah banyak hal dan jangan pernah bermimpi kembali ke masa lalu. Pandemi telah mengubah kondisi perekonomian, mengubah pola transaksi, pola bisnis, dan pola pembayaran.
Kami harus dapat merespons setiap perubahan itu dengan cepat dan tepat. Jika tidak maka kami akan tertinggal. Ini termasuk dengan perubahan cara bekerja menggunakan perkembangan teknologi informasi yang makin pesat.
Pada saat ini, tantangan terbesar yang langsung berdampak terhadap penerimaan adalah ekonomi belum sepenuhnya pulih dan berdampak buruk terhadap usaha wajib pajak. Tantangan kedua adalah kondisi kerja yang belum sepenuhnya ideal, baik pada sisi wajib pajak maupun DJP.
Kami harus merespons perubahan itu secepatnya. Sekarang era digital. Mau tidak mau, harus menyiapkan diri. DJP sudah luar biasa mengembangkan itu, termasuk soal data seperti CRM (compliance risk management). Soal data, sekarang anak-anak di sini tinggal buka komputer dan muncul data wajib pajak.
Apakah ada pesan khusus dari pimpinan dan menteri keuangan saat mengemban tugas baru?
Pertama dan selalu saya ingat pesan Bu Menteri [Sri Mulyani Indrawati] adalah bahwa peran pegawai DJP itu sangat penting dan strategis. Oleh karenanya, jika amanah pekerjaan ini tidak dilaksanakan dengan baik maka akan memberikan dampak yang luar biasa bagi sisi penerimaan dalam APBN. Pesan ini selalu saya ulang terus kepada rekan-rekan di KPP Madya Dua Jakarta Selatan II.
Kedua adalah pentingnya selalu menjaga integritas. Ketiga adalah pentingnya meningkatkan sinergi dan kolaborasi, baik dalam lingkup kementerian keuangan maupun dengan pihak terkait lainnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.