Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan teranyar yang diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, PMK 119/2024, turut memerinci aspek penelitian atas bukti potong/pungut dan bukti bayar PPh yang dikreditkan oleh wajib pajak kriteria tertentu yang mengajukan permohonan restitusi dipercepat. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (31/1/2025).
Secara umum, PMK 119/2024 mengatur bahwa setelah wajib pajak kriteria tertentu atau wajib pajak persyaratan tertentu mengajukan permohonan restitusi dipercepat dengan mengisi kolom pengembalian pendahuluan dalam SPT, Ditjen Pajak (DJP) akan meneliti bukti potong/pungut dan bukti pembayaran PPh yang dikreditkan oleh pemohon restitusi dipercepat.
"Penelitian terhadap bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh dan/atau bukti pembayaran PPh ... dilakukan untuk
memastikan: bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh telah diterbitkan melalui sistem administrasi DJP," bunyi Pasal 10 ayat (4) huruf a PMK 119/2024.
Tak hanya itu, penelitian dilakukan juga untuk memastikan dokumen yang dipersamakan dengan bukti potong/pungut PPh yang diterbitkan tidak melalui sistem DJP telah tervalidasi oleh sistem DJP.
Penelitian juga dilakukan untuk memastikan bukti pembayaran PPh tahun pajak berjalan yang dibayar sendiri sudah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan menggunakan SSP. Bila pembayaran dilakukan menggunakan sarana selain SSP, DJP memastikan bukti pembayaran telah tervalidasi dalam sistem DJP.
Bila hasil penelitian menunjukkan bukti potong/pungut dan bukti pembayaran memenuhi ketentuan tetapi tidak dikreditkan dalam SPT wajib pajak pemohon, bukti potong/pungut dan bukti pembayaran dimaksud tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Lebih lanjut, bila bukti potong/pungut dan bukti pembayaran dikreditkan dalam SPT wajib pajak tetapi bukti potong/pungut dan bukti pembayaran ternyata tidak memenuhi ketentuan, bukti potong/pungut dan bukti pembayaran dimaksud tidak diperhitungan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Selain bahasan mengenai penelitian bukti potong dalam pengajuan restitusi, ada beberapa informasi lainnya yang diangkat sebagai headline oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, jaminan Menkeu Sri Mulyani bahwa penghematan anggaran tidak akan berdampak terhadap bantuan sosial (bansos), diperbaruinya daftar negara tujuan pertukaran data keuangan otomatis (AEOI) oleh DJP, hingga kebijakan pemerintah yang mendukung ekosistem UMKM.
Pemerintah berupaya mendorong pengembangan UMKM di Tanah Air. Salah satunya dengan menyediakan skema kredit atau pembiayaan baru, berjuluk kredit investasi padat karya.
Skema kredit ini menyasar industri padat karya seperti pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak serta makanan dan minuman.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan fasilitas kredit itu diharapkan bisa membantu pelaku UMKM untuk meningkatkan produksinya. Pemerintah menargetkan skema kredit investasi padat karya bisa mencapai Rp20 triliun pada tahun ini. (Kontan)
Kebijakan penghapusan penagihan kredit macet bagi pelaku UMKM ternyata tak tereksekusi dengan cepat. Dari 1 juta nasabah, realisasi hapus tagih baru menyasar 71.000 nasabah atau 7,1%.
Airlangga Hartarto memetakan ada sejumlah kendala yang dihadapi pemerintah dalam menjalankan kebijakan ini. Di antaranya, tersebarnya UMKM di berbagai daerah hingga pelosok dan data administrasi lokasi debitor.
Melalui PP 47/2024, pemerintah menghapus-tagihkan piutang macet pelaku UMKM. Kebijakan ini berlaku bagi piutang macet di bank dan/atau lembaga keuangan nonbank BUMN. Beberapa syarat hapus tagih piutang macet itu, antara lain nilai pokok piutang maksimal RP500 juta per nasabah dan telah dihapusbukukan minimal 5 tahun sejak PP berlaku. (Harian Kompas)
DJP memperbarui daftar yurisdiksi yang bertukar informasi keuangan secara otomatis.
Melalui Pengumuman Nomor PENG-1/PJ/2025, DJP menyampaikan daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan dalam rangka pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of financial account information/AEOI) pada 2025.
Dirilisnya pengumuman mengenai daftar yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan dalam rangka AEOI secara rutin setiap tahun adalah bagian dari tindak lanjut atas perubahan jumlah yurisdiksi yang telah menandatangani dan/atau mengaktivasi Multilateral Competent Authority Agreement on AEOI. (DDTCNews)
Praktik penghindaran pajak memberikan dampak penggerusan basis pajak yang lebih besar bagi negara berkembang ketimbang bagi negara maju.
Director of Fiscal Research & Advisory DDTC Bawono Kristiaji mengatakan hal ini terjadi mengingat PPh badan memiliki kontribusi yang besar bagi penerimaan pajak negara berkembang. Berbeda dengan negara berkembang, penerimaan pajak negara maju lebih banyak disokong oleh PPh orang pribadi.
"Di Indonesia, sekitar seperlima dari penerimaan pajak berasal dari PPh badan, di Malaysia bisa lebih dari 30%, di negara-negara Afrika bisa hampir 50%. Jadi ketika ada gangguan sedikit terhadap PPh badan, mereka terpukul lebih besar," ujar Bawono dalam capacity building bertajuk Empowering Civil Society: Mengawal Pajak Menuju Keadilan yang diselenggarakan oleh Forum Pajak Berkeadilan Indonesia (FPBI). (DDTCNews)
Program andalan Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis (MBG), bakal mendapat tambahan alokasi anggaran senilai Rp100 triliun. Angka itu diperoleh dari penyisiran anggaran di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah.
Seperti diketahui, program prioritas Prabowo ini sebenarnya sudah mendapat alokasi dana Rp71 triliun dari APBN 2025. Hanya saja, presiden memerintahkan penambahan jumlah penerima manfaat dari 17 juta orang menjadi 82,9 juta orang.
Menkeu Sri Mulyani berharap penambahan anggaran ini bisa menimbulkan efek ikutan terhadap berbagai sektor ekonomi di daerah, terutama bagi pelaku UMKM yang terlibat dalam penyediaan makananan bergizi. (Harian Kompas) (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.