JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha memberikan saran perubahan kebijakan atas ambang batas nilai barang kiriman dari luar negeri bebas pungutan perpajakan. Usulan tersebut untuk menekan pelaku usaha curang memanfaatkan celah fasilitas fiskal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan dengan aturan de minimus dalam PMK No.112/2018 yang bebas bea masuk untuk barang bernilai US$75 dolar untuk satu penerima per satu hari masih banyak dimanfaatkan oleh pedagang nakal. Fasilitas fiskal dinilai layak untuk ditinjau ulang.
"Kita lihat masih ada celah bahwa US$75 ini masih ada yang bermain tidak baik. Usulan kalau boleh harus di bawah US$50 supaya mempersulit mereka lagi," katanya di Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai, Jumat (27/9/2019).
Tutum menjelaskan usulan ambang batas US$50 merupakan angka psikologis untuk menekan penghindaran pajak dari pelaku usaha nakal. Angka tersebut menurutnya akan membuat lelah pelaku dalam hal memecah pengiriman untuk menghindari pungutan Bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Lebih jauh Tutum menjabarkan bukan hanya pemain ritel domestik yang memiliki kepentingan untuk menekan praktik penghindaran pajak ini. Rantai pasok produk ritel nasional juga akan ikut terpengaruh jika praktik splitting tumbuh subur berkat celah dalam kebijakan fiskal.
"Praktik splitting ini tentu akan membuat pengembangan usaha ritel bergerak pelan. Begitu penyerapan tenaga kerja dan industri dalam negeri yang terganggu dengan praktik impor tidak resmi seperti ini," paparnya.
Seperti diketahui, data Ditjen Bea Cukai menunjukan modus memecah barang menjadi beberapa pengiriman terus naik praktiknya. Pada tahun 2018 otoritas kepabeanan menjaring 72.592 consignment note (CN) atau dokumen pengiriman barang melakukan modus splitting. Jumlahnya kemudian naik menjadi 140.863 CN yang terjaring hingga September 2019.
Dari sisi nilai penerimaan negara yang bisa diselamatkan juga ikut naik secara paralel. Pada 2018 nilai penerimaan yang berhasil diamankan mencapai Rp4 miliar. Angkanya kemudian naik drastis pada tahun ini hingga September 2019 mencapai Rp28,05 miliar. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.