Pedagang merapikan minyak goreng yang dijual di lapaknya di pasar Naikoten Kota Kupang, NTT, Senin (31/1/2022). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/hp..
JAKARTA, DDTCNews – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina meminta pengusaha skala besar dan produsen minyak goreng agar bisa 'lebih berkorban' untuk masyarakat. Alasannya, pasokan minyak goreng di pasaran masih langka. Kebijakan 1 harga pun dianggap tak optimal ketika stok minyak goreng justru sulit diakses warga.
Nevi meminta pengusaha dan produsen untuk rela memangkas margin keuntungan dari penjualan minyak goreng. Tak cuma itu, seluruh pelaku usaha yang berperan dalam rantai pasok minyak goreng tidak menahan stok yang ada.
"Pemerintah mesti dapat mendorong para pengusaha besar minyak goreng ini, jangan sampai menahan stok dan mereka mesti mau berkorban dengan mengurangi margin nya agar tidak ada kelangkaan stok di lapangan," tutur Nevi, dikutip Selasa (1/2/2022).
Adapun, pemerintah memperkirakan kebutuhan minyak goreng nasional pada 2022 sebanyak 5,7 juta kilo liter. Jumlah ini terdiri dari kebutuhan rumah tangga 3,9 juta kilo liter dan kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kilo liter.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, pemerintah sudah terlalu banyak berkorban melalui uang negara baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tidak hanya itu, lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pemerintah juga telah menggelontorkan anggaran untuk stabilisasi minyak goreng.
“Harapan masih belum sesuai sehingga di lapangan yang menjadi korban akhirnya rakyat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam rumah tangganya,” ujar Nevi.
Dia menambahkan, proporsi serapan minyak goreng dalam negeri memang lebih kecil dari luar negeri, yakni hanya sekitar 34%. Dengan tingginya harga pasar dunia, ekspor dinilai sangat menjanjikan ditambah lagi kelangkaan stok dunia.
“Saya menyarankan, operasi pasar di titik-titik masyarakat yang memiliki daya beli rendah harus dilakukan pada harga minyak goreng Rp14.000. Selain tentunya menjamin adanya stok yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan syarat maksimal pembelian," katanya.
Di sisi lain, Nevi mengatakan bahwa domestic price obligation (DPO) tidak akan ada gunanya ketika stok di lapangan menipis. Bila ada indikasi kartel yang bermain, ia meminta pemerintah menindak dengan tegas dan keras sehingga ada efek jera bagi para pelaku.
“Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus berperan besar untuk membereskan tindakan tidak terpuji pada perilaku persaingan usaha yang tidak sehat. Tanpa pengawasan yang ketat, dan tindakan tegas, persoalan minyak goreng akan terus berlarut-larut,” kata Nevi.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengatur kebijakan 1 harga minyak goreng. Pertama, minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter.
Kedua, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter. Ketiga, minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.