ARAB SAUDI

Pengenaan Pajak 100% atas Shisha Tuai Kritik di Media Sosial

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 22 Oktober 2019 | 20:29 WIB
Pengenaan Pajak 100% atas Shisha Tuai Kritik di Media Sosial

Ilustrasi.

ABU DHABI, DDTCNews – Keputusan Pemerintah Arab Saudi untuk mengenakan pajak 100% pada tagihan di restoran yang melayani shisha telah memicu kritik tajam di media sosial. Hal ini lantaran Sisha merupakan hiburan yang popular di negara tersebut.

Kolumnis Saudi, Bassam Fatiny mengkritik besaran tarif dari pajak yang kontroversial itu. Dia menuding kebijakan tersebut sebagai hasil pertimbangan yang buruk.

“Mari kita asumsikan bahwa pajak tembakau memang memiliki manfaat bagi lingkungan dan kesehatan. Namun, apakah masuk akal bila pajak yang dikenakan sebesar 100%? Kementerian sepertinya memiliki visi yang keliru,” kicaunya di media sosial Twitter, Selasa (22/10/2019)

Baca Juga:
Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

Selain itu, kebijakan tersebut juga menuai kebingungan akibat adanya ambiguitas tentang mekanisme penerapannya. Sebab, buletin resmi dari pemerintah yang dipublikasikan pada awal Oktober menyatakan pajak tersebut akan berlaku pada seluruh produk tembakau.

Namun, di sisi lain, keputusan dari Kementerian Urusan Desa dan Kota mengatakan pajak tersebut akan berlaku untuk total faktur dari bisnis yang melayani produk tembakau. Oleh karena itu, pengenaan pajak ini dibanjiri kritik. Tagar ‘tax on hookah restaurants’ tengah menjadi tren di jejaring media sosial.

Banyak pula pengguna media sosial yang mengunggah foto tagihan restoran mereka. Pasalnya, total tagihan yang didapat melebihi dua kali lipat dari jumlah awal. Jumlah berlipat ganda itu diperoleh karena adanya tambahan pajak baru sebesar 100% dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5%.

Baca Juga:
Jokowi Terbang ke China Temui Xi Jinping, Bahas Peningkatan Investasi

Sementara itu, sejumlah restoran dan kafe mengatakan percaya pajak baru itu berlaku untuk seluruh pesanan meja di setiap tempat usaha yang menyediakan pilihan produk tembakau. Hal ini berarti mereka menafsirkan pajak ini dikenakan untuk semua pesanan baik yang meminta shisha maupun tidak.

Di sisi lain, pengguna media sosial Twitter menyebut keputusan baru itu bertentangan dengan ambisi Visi 2030 dari Arab yang ingin mengubah citra ultra-konservatifnya dan memperbaiki kondisi perekonomian.

Terlebih, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mempertimbangkan untuk melakukan reformasi seperti mendorong investasi dan memulai industri pariwisata. Langkah ini dilakukan guna menyapih kerajaan dari ketergantungannya pada minyak.

Baca Juga:
RI Tambah Porsi Saham di IsDB, Terbesar Setelah Arab Saudi dan Libya

Namun, ada pula pengguna media sosial yang memandang penganaan pajak atas shisha ini dapat menjadi patokan untuk melindungi kesehatan masyarakat. “Ini adalah cara tidak langsung untuk melarang shisha tanpa benar-benar melarangnya,” demikian cuitan Electronic Lawyer, seorang komentator populer, seperti dilansir businesstimes.com.

Adapun dalam menghadapi defisit anggaran yang terus-menerus terjadi, negara pengekspor minyak mentah utama dunia ini telah mengambil beragam langkah. Langkah tersebut seperti memotong subsidi bahan bakar dan listrik serta mengenakan pajak baru termasuk rokok dan minuman ringan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 08 Desember 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

Minggu, 01 Desember 2024 | 16:00 WIB ARAB SAUDI

Tingkatkan Sektor Pariwisata, Arab Saudi Bakal Tawarkan VAT Refund

Senin, 18 Desember 2023 | 18:00 WIB ARAB SAUDI

Relokasi Kantor Pusat ke Riyadh, Perusahaan Dijanjikan Bebas Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?