Ilustrasi. Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah membuka ruang untuk memperluas cakupan dan memperpanjang durasi pemberian insentif pajak sebagai respons adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (20/5/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada cadangan tambahan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) senilai Rp14 triliun serta cadangan dan stimulus lainnya Rp26 triliun. Hal ini secara otomatis mengerek nilai total insentif perpajakan menjadi Rp123,01 triliun.
“Kita masih akan menambahkan cadangan PPh Pasal 21 DTP dan stimulus lainnya sebesar Rp14 triliun dan Rp26 triliun. Ini untuk antisipasi perluasan stimulus dan perubahan jangka waktu pemberian insentif,” ujarnya.
Dengan estimasi pemberian insentif untuk masa pajak April—September 2020, nilai insentif PPh Pasal 21 DTP senilai Rp25,66 triliun, PPh final UMKM DTP senilai Rp2,4 triliun, pembebasan PPh Pasal 22 Impor Rp14,75 triliun, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp14,4 triliun, dan restitusi PPN dipercepat senilai Rp5,8 triliun.
Adapun penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% tahun ini – yang sudah mulai dimanfaatkan dalam penghitungan besaran angsuran PPh Pasal 25 – diestimasi senilai Rp20 triliun. Simak artikel ‘Tarif PPh Badan 22%, Menkeu: Korporasi Dapat Keringanan Rp20 Triliun’.
Selain terkait cadangan insentif pajak, ada pula media nasional yang membahas terkait fasilitas penundaan pelunasan pembayaran pita cukai hasil tembakau (CHT). Hingga pertengahan Mei 2020, sudah ada sekitar 82 perusahaan yang mendapatkan penundaan selama 90 hari dengan nilai cukai Rp12,79 triliun.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan adanya cadangan insentif perpajakan bagi dunia usaha dimaksudkan untuk mengantisipasi jika diperlukan perluasan sektor. Apalagi, akhir dari pandemi Covid-19 tidak bisa ditentukan.
"Demikian juga apabila jangka waktu insentifnya perlu diperpanjang dari enam bulan saat ini,” katanya. (Kontan)
Managing Partner DDTC Darussalam mengungkapkan penggunaan instrumen pajak yang dilakukan pemerintah sudah sejalan dengan langkah banyak negara. Ada tren pelonggaran kewajiban administrasi dan pemberian insentif, terutama untuk menjaga arus kas perusahaan.
Apalagi, pemerintah juga sudah memberikan insentif jangka panjang yaitu penurunan tarif PPh badan. Kebijakan ini jarang dilakukan di negara lain sebagai respons adanya pandemi Covid-19. Ke depan, menurut Darussalam, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian stimulus selain pajak.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan risiko fiskal juga dengan insentif pajak ini," katanya. (Kontan)
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pandemi Covid-19 memengaruhi kinerja produksi pabrik rokok. Hingga bulan lalu, produksi rokok tercatat mengalami penurunan lebih dari 2,1%.
“[Kebijakan penundaan pembayaran cukai hingga 90 hari] ini untuk menjaga cashflow saja, karena pandemi ini benar-benar challenging baik dari sisi industri maupun penerimaan cukai pemerintah,” katanya.
Fasilitas penundaan pelunasan pembayaran pita cukai CHT sudah dimanfaatkan oleh pabrik golongan I senilai Rp10,33 triliun, golongan II Rp2,45 triliun, dan golongan III senilai Rp15 miliar. (Bisnis Indonesia)
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani mengapresiasi adanya penurunan tarif PPh badan baik untuk emiten maupun nonemiten. Penurunan tarif ini diestimasi akan membuat likuiditas perusahaan lebih longgar.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan penurunan tarif bisa mendorong perluasan basis pajak. Pelaku usaha juga bisa melakukan ekspansi usaha di tahun-tahun mendatang. Penurunan tarif juga akan mengurangi risiko praktik aggressive tax planning dan pengalihan laba. (Kontan)
Hari ini, Rabu (20/5/2020) merupakan deadline penyampaian laporan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan PPh final UMKM DTP untuk masa pajak April 2020. DJP mengingatkan agar wajib pajak yang memanfaatkan dua insentif pajak itu untuk segera menyampaikan laporan realisasi insentif.
“Segera lapor realisasi insentif Covid-19 melalui www.pajak.go.id dan disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir,” demikian penggalan pernyataan DJP melalui Instagram. Simak artikel ‘Besok! Deadline Lapor Realisasi Insentif Pajak Ditanggung Pemerintah’. (DDTCNews)
DJP meyakini penghapusan NPWP bendahara pemerintah diyakini tidak akan mengganggu aktivitas belanja pemerintah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan penghapusan NPWP bendahara yang kemudian diganti dengan NPWP instansi pemerintah sudah disosialisasikan setalah PMK 231/2019 dirilis. (DDTCNews)
Bukti pungut PPN yang diterbitkan pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) atas pembelian atau pemanfaatan produk digital dapat digunakan sebagai faktur pajak.
Ketentuan ini tertuang dalam PMK 48/2020. Sama halnya dengan ketentuan PPN secara umum, pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE harus membuat bukti pungut PPN atas PPN yang telah dipungut.
“Bukti pemungutan tersebut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran,” demikian bunyi penggalan Pasal 7 ayat (2) PMK 48/2020. Simak artikel ‘Bukti Pungut PPN Produk Digital PMSE Dipersamakan dengan Faktur Pajak’. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.