Ilustrasi. Gedung DJP. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Jumlah wajib pajak orang pribadi nonkaryawan (WP OP NK) hasil ekstensifikasi pada 2018 yang membayar pajak pada 2019 tercatat mengalami penurunan. Penurunan ini menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (27/5/2020).
Dalam Laporan Kinerja 2019 Ditjen Pajak (DJP) dipaparkan jumlah WP OP NK terdaftar pada 2018 yang melakukan pembayaran pajak pada 2019 tercatat sebanyak 214.449 WP. Jumlah itu mengalami penurunan sebesar 67,39% dibandingkan pembayaran pada 2018 sebanyak 657.716 WP.
“Kepatuhan WP OPNK terdaftar 2018 tidak tercapai karena sulitnya menjaga komunikasi dengan WP di tahun kedua. [Selain itu], terdapat WP yang hanya membayar pada saat melalukan pendaftaran kemudian berhenti melakukan pembayaran,” demikian pernyataan DJP dalam laporan tersebut.
Selain kepatuhan WP OPNK, media nasional juga membahas masih rendahnya rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selama 2015-2019, rasio perpajakan terhadap PDB (dalam arti sempit) mengalami penurunan, yaitu dari 10,76% pada 2015 menjadi 9,76% pada 2019.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
DJP menyatakan untuk meningkatkan jumlah WP yang melakukan pembayaran, WP yang baru terdaftar harus merupakan WP yang berpotensi sehingga WP tersebut memiliki kemampuan membayar pajak secara berkesinambungan.
Untuk meningkatkan kualitas WP Baru, dibutuhkan data yang berkualitas sebagai bahan pembentukan Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE). Pada 2020 sumber DSE dari data ILAP diharapkan lebih mencerminkan potensi WP sehingga dapat menambah WP yang berkualitas.
“Selain itu akan diturunkan DSE dari data internal,” imbuh DJP dalam Laporan Kinerja 2019. (DDTCNews)
Selain meningkatkan kualitas data, DJP berharap penguasaan wilayah dapat dioptimalkan. Selain itu data yang dikumpulkan dari lapangan diharapkan juga dapat membantu pengawasan terhadap WP Baru dan WP Tidak Lapor dan Tidak Bayar (TLTB) sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pembayaran dan pelaporan WP.
Rencana aksi lainnya adalah penyempurnaan Aplikasi SIDJP NINE Modul Ekstensifikasi (sesuai SE14/PJ/2019), sebagai alat pengawasan WP belum terdaftar. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama memastikan proses pengawasan WP OP pascapengampunan pajak tetap menjadi prioritas. Hingga saat ini, menurutnya, kepatuhan peserta amnesti pajak juga masih terjaga baik. (Bisnis Indonesia)
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021, pemerintah mengatakan bila dibandingkan dengan negara-negara lain, rasio perpajakan di Indonesia masih relatif rendah.
“Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih terjadinya gap kebijakan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pemungutan perpajakan nasional,” demikian pernyatan pemerintah dalam dokumen tersebut. Simak artikel ‘Tax Ratio Rendah, Pemerintah: Indikasi Ada Gap Kebijakan & Kepatuhan’. (DDTCNews)
Tanpa menyebut nominal penerimaan negara yang berhasil dikumpulkan dari pengenaan pajak tidak langsung – seperti PPN – atas transaksi digital, Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan sejumlah negara telah sukses menerapkannya. Beberapa negara yang dimaksud seperti Australia, Korea Selatan, dan Jepang.
“Australia itu sukses sekali. Begitu menerapkan pajak tidak langsung, realisasi penerimaanya sangat luar biasa di tahun 2017. Banyak negara lain, seperti Korea dan Jepang juga menerapkan itu dan berhasil. Kita ingin menerapkan itu lewat Perpu 1/2020,” jelas John.
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) masih terus mengkaji wacana penggantian pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor menjadi cukai emisi karbon.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro mengatakan hingga saat ini belum ada kepastian apakah wacana tersebut akan terealisasi atau justru dibatalkan, meski direncanakan berlaku pada 2021.
“Masih belum selesai kajiannya, mana yang akan diimplementasikan. Memang ada tujuan untuk mengganti, tapi kami masih belum tahu,” katanya. (DDTCNews)
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada dua permasalahan dalam pengelolaan cukai hasil tembakau (CHT) atau yang sering dikenal sebagai cukai rokok.
Laporan BPK terkait pengelolaan cukai hasil tembakau menyimpulkan kinerja Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dalam pengaturan CHT telah sesuai dengan kriteria. Namun demikian, terdapat dua pengecualian pada permasalahan signifikan yang ditemukan.
Adapun permasalahan signifikan yang berkaitan dengan kelemahan pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
kesadaran membayar pajak dimulai dari diri sendiri dan harus optimal sosialisasikan kepada wajib pajak