JAKARTA, DDTCNews – Otoritas mengintegrasikan sistem pembayaran kepabeanan dan cukai dengan perbankan. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (7/11/2019).
Kali ini, integrasi sistem pembayaran kepabeanan dan cukai dilakukan melalui kerja sama antara Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Hal ini merupakan wujud nyata kolaborasi pemanfaatan teknologi dan informasi di era digital untuk memudahkan mitra Bea Cukai.
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai DJBC Agus Sudarmadi mengatakan
mitra Bea Cukai yang telah menggunakan layanan Mandiri Cash Management dapat
mengecek status dan membayar billing kepabeanan dan cukai secara aman, nyaman,
serta cepat hanya dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Di era digital yang serba cepat ini, kolaborasi adalah
salah satu kata kuncinya, konektivitas digital yang seamless dari end-to-end
tanpa ada intervensi proses manual adalah cita-cita dari semua pihak, baik dari
sektor swasta maupun pemerintah,” ujar Agus.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti terkait kucuran
insentif yang sudah diberikan pemerintah selama tahun lalu. Wakil Menteri Keuangan
Suahasil Nazara mengatakan insentif yang diberikan kepada pelaku usaha pada
tahun lalu sekitar Rp220 triliun atau 1,5% terhadap PDB.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai DJBC Agus Sudarmadi
mengatakan pendekatan kolaborasi dapat memastikan integrasi antarsektor dapat
terjalin tanpa mematikan atau menghilangkan sistem yang telah ada.
Layanan tersebut juga menjadi bagian dari langkah
antisipatif DJBC untuk terus memperbaiki dan meningkatkan layanan kepada
masyarakat, serta meletakkan tonggak baru sistem layanan ke era big data
dan revolusi industri 4.0.
Dengan adanya integrasi kedua sistem itu, risiko kesalahan
input data ID Billing yang sudah expired dapat dihindari. Selain itu,
ada peningkatan dari sisi efisiensi waktu pada proses pembayaran yang dilakukan
oleh mitra Bea Cukai.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Insentif
pajak dihitung dari pembebasan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai
(PPN), dan beberapa pengecualian barang kena pajak, dan bea impor. Menurutnya,
insentif yang diberikan telah berdampak pada pencapaian tax ratio.
“Kalau tax to GDP ratio 11% dan insentifnya 1,5%
sebetulnya potensi tax to GDP kita bisa 12,5%," tutupnya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan rendahnya
realisasi belanja pemerintah pada kuartal III/2019 dikarenakan adanya peralihan
puncak realisasi ke kuartal sebelumnya yang bertepatan dengan adanya gelaran Pemilu.
Namun demikian, dia menjamin APBN akan menjadi instrumen
yang akan berperan penting dalam realisasi pertumbuhan ekonomi. “Di tengah
pelemahan global yang ada imbas terhadap penerimaan, kami akan memastikan
belanja tetap bisa mendukung pertumbuhan,” katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.