IHPS I/2020

Lakukan Audit, BPK Temukan 5 Kelemahan pada BPJS Kesehatan

Muhamad Wildan | Selasa, 10 November 2020 | 14:43 WIB
Lakukan Audit, BPK Temukan 5 Kelemahan pada BPJS Kesehatan

Halaman depan IHPS I/2020. (foto: hasil tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah kelemahan dalam pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kelemahan tersebut ditemukan setelah BPK menyelenggarakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas BPJS Kesehatan dan instansi lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

"Hasil pemeriksaan menyimpulkan pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial telah sesuai kriteria dengan pengecualian," tulis BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2020, dikutip Selasa (10/11/2020).

Baca Juga:
DPR Mulai Dalami Temuan BPK soal Subsidi Listrik dan Pupuk

Secara lebih terperinci, terdapat lima kelemahan pengendalian intern pada BPJS Kesehatan yang ditemukan BPK. Pertama, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan yang dilakukan selama ini masih belum optimal.

BPK menemukan adanya nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, BIK ganda, serta daftar upah pegawai pemerintah nonpegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) yang belum dimutakhirkan.

"Hal ini membuat pembayaran kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang tidak valid dan berpotensi membebani keuangan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan, serta pembayaran iuran PPNPN dan PPU berpotensi tidak sesuai dengan penghasilan yang sebenarnya," tulis BPK.

Baca Juga:
PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

Kedua, BPK mencatat kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) cenderung menurun. Sebaliknya, penyisihan piutang iuran tidak tertagih dari peserta PBPU dan peserta pekerja penerima upah dari badan usaha (PPUBU) mengalami peningkatan.

Hal ini mengakibatkan defisit dana jaminan sosial kesehatan untuk membiayai program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan terus bertambah.

Ketiga, penganggaran iuran peserta PPU melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan pihak ketiga belum didukung oleh data kepesertaan dan iuran yang memadai.

Baca Juga:
Komisi XI Tetapkan 5 Anggota BPK 2024-2029, 3 di Antaranya Politisi

Akibatnya, BPJS Kesehatan tidak memperoleh informasi riil mengenai penghasilan PUU yang menjadi landasan besaran iuran yang seharusnya. Potensi tambahan pendapatan iuran sebesar Rp733 miliar pada 2019 juga hilang akibat masalah ini.

Keempat, pengelolaan beban layanan kesehatan belum mampu mencegah terjadinya pembayaran beban layanan kesehatan yang tidak tepat.

Masalah tersebut mengakibatkan sistem yang dikembangkan tidak bisa mencegah terjadinya potensi penyalahgunaan kartu BPJS untuk penerbitan surat eligibilitas peserta yang tidak menggunakan fingerprint oleh pasien yang tidak berhak.

Kelima, verifikasi klaim pelayanan kesehatan juga belum didukung dengan sistem pelayanan yang terintegrasi. Hal ini menyebabkan timbulnya beban tambahan sebesar Rp52,33 miliar dan potensi penyimpangan atas pembayaran klaim yang diberikan kepada peserta yang pernah berstatus nonaktif dan dinyatakan meninggal dunia. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Kamis, 12 Desember 2024 | 11:37 WIB PAJAK DAERAH

Format TBPKB Ikut Berubah Saat Opsen Berlaku, Begini Tampilannya

Minggu, 10 November 2024 | 10:30 WIB TEMUAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DPR Mulai Dalami Temuan BPK soal Subsidi Listrik dan Pupuk

Jumat, 25 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Tarif Bea Masuk Trump terhadap 2 Negara Ini Lebih Tinggi dari China