BERITA PAJAK HARI INI

PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

Redaksi DDTCNews | Jumat, 25 Oktober 2024 | 09:00 WIB
PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) bakal wajib mengunggah perincian data penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang menggunakan faktur pajak eceran. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/10/2024).

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian menjelaskan kewajiban itu merupakan bagian dari implementasi coretax administration system.

"Kalau sebelumnya cukup mengisikan jumlah bruto dan nominal PPN ke Formulir 1111 AB. Nanti, Formulir 1111 AB ini tidak ada lagi. Terkait pengisian detailnya, diisi di bagian induk. Lalu, upload perinciannya menggunakan XML," katanya.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Iqbal pun menekankan penggunaan file berformat XML akan mempermudah PKP dalam mengunggah data perincian penyerahan.

"Template sudah disiapkan, tinggal di-download dan diisikan sesuai template yang disiapkan. Bentuk file tidak CSV, tetapi XML. Nanti, akan ada aplikasi converter yang bisa dimanfaatkan," tuturnya.

Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak eceran hanya bisa dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan ke konsumen akhir.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Dalam Pasal 25 ayat (2) PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, konsumen akhir adalah pembeli yang mengonsumsi BKP/JKP yang dibeli secara langsung dan tidak menggunakan BKP/JKP tersebut untuk kegiatan usaha.

PKP yang seluruh atau sebagian penyerahannya adalah penyerahan BKP/JKP ke konsumen akhir dikategorikan sebagai PKP pedagang eceran. PKP pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan KLU, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP/JKP kepada pembeli berkarakteristik konsumen akhir.

Sementara itu, faktur pajak eceran ialah faktur yang tidak mencantumkan identitas dan tanda tangan pembeli BKP/JKP. Keterangan yang harus tercantum dalam faktur pajak eceran antara lain nama, alamat, dan NPWP penjual; BKP/JKP yang dijual; harga BKP/JKP; PPN yang dipungut; kode faktur; nomor seri faktur pajak; dan tanggal pembuatan faktur.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selain topik tersebut, ada pula ulasan mengenai masukan DPR terkait dengan wacana kenaikan tarif PPN. Ada juga bahasan mengenai instruksi Presiden Prabowo Subianto kepada menteri keuangan perihal penggunaan APBN 2025.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Coretax DJP Mungkinkan Cabang untuk Bikin Bukti Potong PPh

Selain kewajiban mengunggah perincian data penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan faktur pajak eceran, implementasi coretax juga memungkinkan cabang untuk membuat bukti potong PPh atas transaksi yang dilakukan oleh cabang dimaksud.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian mengatakan bukti potong yang dibuat oleh cabang nantinya akan langsung terisi secara otomatis ke dalam draf SPT Masa Unifikasi yang disusun oleh wajib pajak pusat.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

"Bukti potong yang dibuat oleh cabang, ketika transaksi dan pemotongannya di cabang, datanya nanti akan ter-prefill, disiapkan masuk ke SPT yang menjadi tanggung jawab wajib pajak pusat," katanya. (DDTCNews)

Laporan BPK soal Potensi Kekurangan Penerimaan Pajak

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya potensi keuangan penerimaan pajak senilai Rp5,82 triliun yang belum disetorkan ke kas negara.

Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1/2024, transaksi penerimaan pajak pada modul penerimaan negara tidak ditemukan dan/atau terindikasi memiliki nilai berbeda dengan SPT. Lalu, PPh dan PPN juga terindikasi kurang disetor.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

“Akibatnya, ada potensi dan/atau indikasi kekurangan penerimaan pajak Rp5,82 triliun dan sanksi administrasi Rp341,8 miliar,” sebut BPK dalam dokumen IHPS 1/2024. (Kontan)

Instruksi Prabowo Terkait Penggunaan APBN

Presiden Prabowo Subianto mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk selalu teliti dalam menggunakan APBN.

Pesan dari presiden tersebut diceritakan Sri Mulyani di media sosial seusai mengikuti sidang kabinet perdana Kabinet Merah Putih. Menurutnya, Prabowo menekankan APBN harus dikelola secara teliti sehingga manfaatnya dapat dirasakan rakyat.

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

"Perencanaan dan penganggaran serta kebijakan dan aturan harus teliti dan tepat sesuai prioritas dan fokus pembangunan," ujarnya.

Sri Mulyani menuturkan perencanaan dan penganggaran pemerintah akan diarahkan ke beberapa hal antara lain untuk menciptakan ketahanan dan ketangguhan ekonomi, sosial, politik, hukum, dan pertahanan nasional. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Ruston Tambunan Terpilih Jadi Presiden AOTCA Periode 2025-2026

Mantan Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Ruston Tambunan terpilih menjadi Presiden Asia Oceanian Tax Consultants’ Association (AOTCA) 2025-2026.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Ruston terpilih sebagai Presiden AOTCA berdasarkan general meeting yang digelar di Hangzhou, China dan dihadiri 19 asosiasi yang berasal dari 15 negara. Selaku presiden, Ruston berkomitmen untuk meningkatkan level AOTCA menjadi organisasi berskala global.

"Untuk mencapai ini (organisasi berskala global), AOTCA akan lebih mengefektifkan kolaborasi dengan Confederation Fiscale Europeenne (CFE) dan Global Tax Advisors Platform (GTAP)," tuturnya. (DDTCNews)

Masukan DPR soal Wacana Tarif PPN 12%

Anggota DPR I Nyoman Parta meminta Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

Baca Juga:
Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Nyoman Parta mengatakan kenaikan tarif PPN bakal memberatkan masyarakat di tengah kondisi perekonomian yang sulit. Menurutnya, kenaikan tarif PPN dapat dijalankan ketika perekonomian telah membaik.

"Nanti, kalau ekonomi sudah membaik, terus daya beli masyarakat meningkat, situasi global lebih bagus sehingga barang impor tidak terlalu mahal, baru kita naikkan [tarif PPN]," katanya. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP