BERITA PAJAK HARI INI

Khusus Awasi WP Strategis, Pemeriksa Dimasukkan dalam Tim SP2DK

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 Agustus 2024 | 09:35 WIB
Khusus Awasi WP Strategis, Pemeriksa Dimasukkan dalam Tim SP2DK

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) melibatkan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan di KPP dalam tim pengawasan melalui penyampaian surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK). Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (15/8/2024).

Langkah tersebut bukan tanpa alasan. Hadisman selaku perwakilan dari Seksi Penilaian Individu Komersial dan Objek Khusus DJP mengatakan pelibatan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan diperlukan guna meningkatkan kualitas kegiatan P2DK. Namun, hal ini hanya berlaku untuk wajib pajak strategis.

"Untuk wajib strategis, kita melakukan analisis yang lebih komprehensif. Kami memasukkan unsur supervisor dan pemeriksa adalah agar informasi yang akan kami sampaikan punya kualitas yang baik," ujar Hadisman.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Pemeriksa dan kepala seksi dipandang perlu dilihatkan dalam tim SP2DK karena keduanya memiliki kapabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan account representative (AR). "Jadi tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas SP2DK tersebut," ujar Hadisman.

Dimasukkannya pemeriksa dalam tim SP2DK menyusul uji coba fleksibilitas kompetensi pengawasan dan pemeriksaan yang sempat dijalankan pada 2022. Lewat uji coba tersebut, pengawasan dilakukan lewat tim yang terdiri dari fungsional pemeriksa pajak sebagai ketua tim dan AR sebagai anggota.

Uji coba ini dimungkinkan mengingat fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan sesungguhnya memiliki banyak kemiripan. Dengan kata lain, kedua fungsi tersebut sesungguhnya bisa dijalankan bersamaan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Selain bahasan tentang langkah DJP untuk memasukkan pemeriksa dan kepala seksi pengawasan ke dalam tim SP2DK, ada pula pemberitaan mengenai penerimaan pajak yang masih kontraksi, pemblokiran layanan ekspor oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), rencana ekstensifikasi cukai, hingga dorongan bagi pemerintah untuk menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Jangka Waktu Menjawab SP2DK Bisa Diperpanjang

Jangka waktu bagi wajib pajak untuk memberikan penjelasan atas SP2DK bisa diperpanjang.

Dalam Surat Edaran Nomor SE-05/PJ/2022, wajib pajak diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan atas SP2DK dalam waktu maksimal 14 hari kalender. Namun, jangka waktu tersebut bisa diperpanjang berdasarkan pertimbangan kantor pelayanan pajak (KPP).

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Contoh, jangka waktu untuk menjawab SP2DK bisa saja diperpanjang dalam hal wajib pajak dihadapkan oleh kendala akibat jarak yang terlalu jauh ataupun keterbatasan teknologi komunikasi. (DDTCNews)

Kontraksi Penerimaan Pajak Mulai Mengendur

Realisasi penerimaan pajak hingga Juli 2024 mengalami penurunan sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan pajak pada semester I/2024 yang turun 7,9% (yoy).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan kontraksi penerimaan pajak yang melandai disebabkan 2 faktor, yaitu setoran PPh yang mulai membaik serta pertumbuhan PPN yang dibarengi dengan penurunan restitusi.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

"Jadi, ini genuine karena economic activity. PPh Pasal 25 kontraksi, tetapi kontraksinya melambat. Kalau kemarin kan berat karena PPh Pasal 29-nya, sekarang kan sudah normal nih," katanya. (DDTCNews)

DJBC Blokir Layanan Ekspor 111 Perusahaan

DJBC mencatat hingga saat ini terdapat 111 perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC telah mengenakan sanksi berupa penangguhan layanan atau blokir ekspor terhadap 111 perusahaan tersebut. Dari angka tersebut, 43 perusahaan atau 38% sudah melakukan kewajibannya sehingga blokir dicabut.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

"Masih ada 69 perusahaan yang belum [melaksanakan] kewajiban DHE-nya sehingga sampai dengan saat ini kami masih blokir kegiatan usahanya," katanya. (DDTCNews)

Ekstensifikasi Cukai Masuk Pembahasan RAPBN 2025

Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan cukai pada 2025, termasuk rencana ekstensifikasi barang kena cukai (BKC), akan segera dibahas bersama DPR.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan rencana kebijakan cukai akan mulai dibicarakan dalam pembahasan RAPBN 2025. Pembahasan dimulai ketika RUU APBN 2025 beserta nota keuangannya disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR pada 16 Agustus 2024.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

Melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah menuliskan rencana pengenaan cukai terhadap produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan. (DDTCNews)

Pemerintah Diimbau Tunda Kenaikan PPN 12%

Pemerintah diimbau menunda kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 2025. Dekan FEB UI Teguh Dartanto menyampaikan langkah itu perlu diambil sebagai upaya untuk menyehatkan kembali perekonomian nasional.

Sejumlah indikator makro ekonomi menunjukkan kinerja perekonomian yang melambat. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi yang tersendat menjadi 5,05% (yoy) pada Juni 2024. Tak cuma itu, daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, juga mengindikasikan kemerosotan. Belum lagi, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang makin kencang.

Pemerintah juga diminta mendorong program perlindungan sosial yang adaptif, dengan kelompok kelas menengah yang kena PHK sebagai penerima bansos. (Kontan) (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja