Foto udara kawasan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pulau Sambu, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (15/8/2024). TBBM Pulau Sambu memiliki kapasitas penyimpanan BBM sebanyak 320.000 kiloliter dan merupakan fuel terminal milik Pertamina yang mendapatkan status Pusat Logistik Berikat (PLB). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan beleid baru yang mengatur tentang penyediaan cadangan energi nasional. Melalui Perpres 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi (CPE), pemerintah mengupayakan ketahanan energi nasional.
Selain itu, penyediaan CPE juga bertujuan untuk mengatasi krisis energi dan darurat energi, serta melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.
"Perpres CPE ini akan menjadi payung hukum bagi upaya pemerintah dalam membangun dan mengelola cadangan energi yang memadai," kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto dalam keterangannya, dikutip pada Sabtu (7/9/2024).
Pemerintah, imbuhnya, menyadari pentingnya memiliki cadangan energi yang cukup untuk menangani risiko seperti fluktuasi harga minyak global, bencana alam, atau gangguan pasokan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membangun dan mengelola cadangan energi secara efektif dan efisien melalui Perpres ini.
Secara umum, peraturan ini memuat pengaturan jenis, jumlah, waktu dan lokasi CPE, pengelolaan CPE, pendanaan CPE serta pembinaan dan pengawasan CPE.
"Pengaturan CPE dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Sedangkan pengelolaannya menjadi tanggung jawab Menteri ESDM, dan dapat mengikutsertakan badan usaha yang memiliki izin usaha di bidang energi," kata Djoko.
Djoko menerangkan jenis CPE yang diatur dalam perpres tersebut meliputi minyak bumi, BBM jenis bensin, dan LPG dengan mempertimbangkan peran strategis dalam konsumsi nasional dan sumber perolehan yang berasal dari impor.
Jumlah CPE BBM jenis bensin (gasoline) ditetapkan sejumlah 9,64 juta barel, BBM jenis LPG sebanyak 525,78 ribu metrik ton, dan minyak bumi sebanyak 10,17 juta barel.
"Penyediaan CPE dilakukan secara bertahap sampai kurun waktu tahun 2035, sesuai kemampuan keuangan negara," katanya.
Perpres soal CPE ini juga mengatur tentang pemilihan lokasi CPE. Djoko menjelaskan lokasi CPE harus memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan. Pemenuhan kelayakan teknis ini termasuk geologi, kemudahan distribusi, rencana tata ruang, lingkungan, infrastruktur, kemungkinan krisis energi dan/atau darurat energi, dan faktor lainnya.
"Penentuan lokasi CPE diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Anggota DEN. Lokasinya mengoptimalkan infrastruktur energi yang telah ada. Apabila tidak mencukupi dapat dilakukan penyediaan infrastruktur baru," imbuhnya.
Djoko juga menjelaskan bahwa pengelolaan CPE mencakup pengadaan persediaan, pengadaan infrastruktur dan pemeliharaan, penggunaan, dan pemulihan CPE. Pengadaan persediaan dapat berasal dari CPE yang diproduksi di dalam negeri atau diimpor.
"CPE digunakan apabila terjadi kondisi krisis energi dan/atau darurat energi. Mekanismenya mengacu pada Perpres Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi," imbuh Djoko.
Pengelolaan CPE didanai dengan dana dari APBN dan sumber lainnya yang sah. Peraturan Menteri ESDM akan mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan teknis pengelolaan CPE, pembinaan, dan pengawasan.
"Dengan diterbitkannya perpres ini, Indonesia semakin dekat dengan cita-cita menjadi negara yang mandiri dan berdaulat di bidang energi. Pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya mewujudkan ketahanan energi nasional yang kuat," kata Djoko. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.