KEBIJAKAN PAJAK

Ini Saran Pakar Soal Kebijakan Pajak dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi

Redaksi DDTCNews | Rabu, 21 Oktober 2020 | 14:58 WIB
Ini Saran Pakar Soal Kebijakan Pajak dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi

Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk 2021: The Future of Taxation Policy in Pandemic Recovery Era, Rabu (21/10/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – Kebijakan fiskal khususnya terkait dengan instrumen perpajakan dinilai bakal menjadi pemain utama yang dapat menopang perekonomian nasional pada masa pandemi virus Corona atau Covid-19.

Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan stimulus dan insentif pajak masih menjadi agenda utama dalam masa pandemi. Meski begitu, sambungnya, menjaga sumber penerimaan juga tidak kalah penting.

Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan adanya keseimbangan antara memberikan relaksasi melalui insentif dan kebutuhan untuk mengamankan penerimaan negara dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Malaysia Siapkan Insentif Pajak untuk Dorong Sektor Semikonduktor

"Masih ada sejumlah tantangan dalam pengelolaan kebijakan fiskal untuk menyeimbangkan kebijakan insentif untuk pemulihan ekonomi dan kebutuhan mobilisasi penerimaan," katanya dalam webinar bertajuk 2021: The Future of Taxation Policy in Pandemic Recovery Era, Rabu (21/10/2020).

Bawono menuturkan kebijakan pajak pada fase pemulihan ekonomi dihadapkan dengan beberapa masalah klasik seperti rendahnya kepatuhan wajib pajak, tax ratio yang rendah, dan masih besarnya tax gap baik dari sisi kepatuhan maupun kebijakan.

Hal tersebut menyebabkan struktur penerimaan pajak menjadi tidak seimbang karena adanya perbedaan besar antara kontribusi sektor usaha kepada PDB nasional dan kontribusi yang diberikan dalam bentuk penerimaan pajak.

Baca Juga:
Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Tantangan lain yang menanti dalam masa pemulihan ekonomi antara lain masih besarnya porsi shadow economy seperti sektor informal dan munculnya jenis pekerjaan nonstandard yang belum sepenuhnya diakomodasi oleh administrasi pajak.

“Persoalan ketimpangan kekayaan dan harta juga menjadi tantangan lain dalam perumusan serta pengelolaan kebijakan di masa depan,” tutur Bawono.

Kebijakan pajak pada masa pemulihan ekonomi juga mempunyai sejumlah modal besar untuk tetap mengoptimalisasi penerimaan. Misal, faktor bonus demografi yang akan meningkatkan populasi kelas menengah dan kelompok kaya sebagai sumber penerimaan negara.

Baca Juga:
Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi

Lalu, lanjut Bawono, model bisnis dan globalisasi secara elektronik yang saat ini terus berkembang juga menjadi peluang lain bagi pemerintah untuk mendapatkan jaminan penerimaan pajak dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, konsistensi penerapan kebijakan fiskal terutama dalam regulasi pajak menjadi kunci bagi pemerintah untuk melakukan mobilisasi penerimaan pajak tanpa mengganggu proses pemulihan ekonomi.

Di samping itu, instrumen kebijakan sudah berada di tangan otoritas. Kebijakan tersebut antara lain UU Cipta Kerja dengan kluster perpajakan untuk kepastian hukum, meningkatkan daya saing, dan mendorong kemudahan berusaha.

Baca Juga:
Setelah Diimplementasikan, DJP Akan Tetap Sediakan Edukasi Coretax

Kemudian, kebijakan reformasi pajak dengan lima pilar utama yaitu pembenahan organisasi, SDM, teknologi dan basis data, proses bisnis dan regulasi yang harus dituntaskan secara komprehensif. Aspek ini penting untuk meningkatkan basis pajak dan mengurangi tax gap.

Selanjutnya, kebijakan dalam Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2020-2024 dan Renstra DJP 2020-2024 yang dapat menjadi alat untuk mendorong kebijakan fiskal lebih fleksibel dan efektif dalam upaya optimalisasi penerimaan.

"Visi kebijakan sudah tersedia dan sekarang bagaimana konsistensi dalam implementasi seperti reformasi pajak komprehensif dan menjalankan Renstra DJP 2020-2024. Hal ini [konsistensi] diperlukan karena ada syarat minimum angka tax ratio," ujar Bawono. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

USKP Kembali Digelar Desember 2024! Khusus A Mengulang dan B-C Baru

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:32 WIB SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Profesional DDTC Bersertifikasi ADIT Transfer Pricing Bertambah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi