JAKARTA, DDTCNews - Upaya menambah jumlah hakim, memastikan prosedur beracara lebih efektif dan efisien, serta meningkatkan transparansi lembaga peradilan dinilai belum cukup untuk membenahi isu penumpukan sengketa di Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung.
Dalam buku DDTC berjudul Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara disebutkan terdapat 4 upaya strategis yang perlu dipertimbangkan guna mencegah terjadinya penumpukan sengketa pajak.
Pertama, mengurangi kompleksitas ketentuan pajak. Kompleksitas akibat dari aturan sistem pajak yang dinamis membuat isu ini tidak dapat sepenuhnya dihindari. Namun, kondisi ini seharusnya dapat diminimalkan.
Oleh karena itu, aturan pajak perlu dirancang dengan baik secara teknis dengan menggunakan bahasa yang tepat untuk menghindari interpretasi yang berbeda dan mengakibatkan timbul perselisihan antara wajib pajak dan otoritas pajak.
Kedua, penguatan fungsi quality assurance dalam proses pemeriksaan pajak. Hal ini berarti memberikan wajib pajak hak untuk membahas hasil pemeriksaan yang belum disepakati terkait dengan dasar hukum koreksi dengan tim quality assurance.
Tim quality assurance dibentuk untuk membahas sengketa hukum, tetapi dalam praktiknya, banyak sengketa fakta seperti transfer pricing yang berujung di Pengadilan Pajak.
Padahal, diperkenankannya penelaahan sengketa fakta transfer pricing dengan tim quality assurance merupakan salah satu mekanisme pencegahan sengketa pajak.
Ketiga, peran yurisprudensi dalam penyelesaian sengketa pajak. Sengketa pajak pada hakikatnya dipicu oleh perbedaan dalam perhitungan antara otoritas perpajakan dengan wajib pajak.
Perbedaan perhitungan tersebut akan menjadi persoalan jika bersumber dari ketidakjelasan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks sistem pajak yang ideal dan berkepastian hukum, konsistensi putusan melalui penerapan yurisprudensi dapat menjadi acuan bagi wajib pajak yang menghadapi sengketa serupa dan pada akhirnya dapat membantu mengurangi jumlah sengketa.
Keempat, mencari kepastian melalui advance ruling. Dalam International Tax Glossary, advance ruling diartikan sebagai suatu prosedur yang diberlakukan di beberapa negara berupa konfirmasi tertulis dari otoritas pajak yang dapat diperoleh wajib pajak sebelum melakukan transaksi- transaksi khusus.
Konfirmasi tertulis tersebut memuat konsekuensi pajak yang akan timbul dalam pelaksanaan transaksi tersebut. Dalam implementasinya, otoritas pajak dapat memberikan fasilitas berupa konsultasi akan dilakukan wajib pajak.
Dengan kata lain, kegunaan advance ruling ialah untuk memberikan kepastian awal (early certainty) kepada wajib pajak.
Ingin tahu isu sengketa pajak dengan lebih mendalam? Dapatkan buku Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara melalui tautan berikut: store.perpajakan.ddtc.co.id/. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.