PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Dian Kurniati | Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB
Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Pekerja menjemur arang briket di Desa Gucialit, Lumajang, Jawa Timur, Senin (21/10/2024). Produksi arang briket rumahan dengan memanfaatkan limbah batok kelapa yang dijual seharga Rp10 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram tersebut mampu memproduksi 15 ton briket per bulan dengan penghasilan bersih sedikitnya Rp45 juta per bulan dan dipasarkan ke sejumlah daerah di Jawa Timur, Bali, dan telah menembus pasar ekspor ke Turki dan Arab Saudi. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/tom.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah menerbitkan Perpres 132/2024 yang mengatur perluasan cakupan tugas Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) pada komoditas kakao dan kelapa, dari sebelumnya hanya kelapa sawit.

BPDP adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan dana perkebunan. Penghimpunan dana perkebunan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan perkebunan yang berkelanjutan.

"Perkebunan dan komoditas Perkebunan yang diatur dalam peraturan presiden ini meliputi kelapa sawit; kakao; dan kelapa," bunyi Pasal 2 ayat (3) Perpres 132/2024, dikutip pada Rabu (23/10/2024).

Baca Juga:
Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Penghimpunan dana perkebunan bersumber dari pelaku usaha perkebunan; dana lembaga pembiayaan; dana masyarakat; dan dana lain yang sah.

Dana yang bersumber dari pelaku usaha perkebunan meliputi pungutan atas ekspor komoditas perkebunan dan/atau turunannya; dan iuran. Pungutan atas ekspor komoditas ini wajib dibayar oleh pelaku usaha perkebunan yang melakukan ekspor komoditas perkebunan dan/atau turunannya; pelaku usaha industri berbahan baku hasil perkebunan; dan eksportir atas komoditas Perkebunan dan/atau turunannya.

Kekurangan pembayaran pungutan atas ekspor komoditas oleh pelaku usaha/eksportir dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda. Pungutan atas ekspor komoditas dan denda dikenakan sebesar tarif yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Baca Juga:
Harga Referensi Menguat Lagi, Tarif Bea Keluar CPO Jadi US$74/MT

Pungutan atas ekspor komoditas dibayarkan melalui rekening bank yang ditunjuk oleh BPDP dalam bentuk tunai. Pembayaran pungutan harus dilakukan paling lambat pada saat pemberitahuan pabean ekspor disampaikan ke kantor pabean. Bukti pembayaran juga disampaikan kepada BPDP dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Nantinya, BPDP akan melakukan rekonsiliasi pembayaran pungutan atas ekspor komoditas dengan data pemberitahuan pabean ekspor. Dalam rekonsiliasi, BPDP juga melakukan pertukaran data dengan DJBC melalui sistem pertukaran data secara elektronik yang disepakati.

Hasil rekonsiliasi data itulah yang menjadi laporan kepatuhan pelaksanaan kewajiban pembayaran pungutan atas ekspor komoditas.

Baca Juga:
Luhut: Penerimaan Pajak Bisa Naik Jika Tata Kelola Sawit Masuk SIMBARA

Dana perkebunan yang dihimpun nantinya digunakan untuk kepentingan pengembangan sumber daya manusia perkebunan; penelitian dan pengembangan perkebunan; promosi perkebunan; peremajaan perkebunan; dan sarana dan prasarana perkebunan. Penggunaan dana perkebunan yang dihimpun untuk berbagai kepentingan ini termasuk dalam rangka pemenuhan hasil perkebunan untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan hilirisasi industri perkebunan.

Pada saat Perpres 132/2024 berlaku, Perpres 61/2025 s.t.d.t.d Perpres 66/2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Perpres ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada 18 Oktober 2024 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut perluasan ruang lingkup BPDP bertujuan meningkatkan produktivitas komoditas unggulan selain kelapa sawit, utamanya kakao dan kelapa. Menurutnya, produktivitas kelapa sawit telah terbukti meningkat setelah pemerintah membentuk BPDP KS untuk mengelola dana perkebunan kelapa sawit. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Rabu, 02 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Harga Referensi Menguat Lagi, Tarif Bea Keluar CPO Jadi US$74/MT

Rabu, 18 September 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Luhut: Penerimaan Pajak Bisa Naik Jika Tata Kelola Sawit Masuk SIMBARA

Selasa, 03 September 2024 | 10:00 WIB TARIF BEA KELUAR CPO

Harga Menguat Lagi, Tarif Bea Keluar CPO Jadi US$52 per MT Bulan Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

USKP Kembali Digelar Desember 2024! Khusus A Mengulang dan B-C Baru

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:32 WIB SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Profesional DDTC Bersertifikasi ADIT Transfer Pricing Bertambah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi